Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan tingkat inklusi keuangan di Indonesia bisa mencapai 90 persen pada 2023/2024 mendatang. Adapun menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019, inklusi keuangan nasional baru mencapai angka 76 persen.
Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Horas Tarihoran mengungkapkan, maraknya kasus investasi bodong yang terjadi saat ini turut berpengaruh pada rendahnya tingkat inklusi keuangan.
Advertisement
"Saya yakin sebetulnya kalau masyarakat kita tidak terjebak di investasi bodong, sebetulnya inklusi kita sudah tinggi sekali. Tapi akhirnya mereka salah berinklusi," kata Horas dalam sesi webinar, Kamis (6/8/2020).
"Kalau kita lihat korban-korban investasi bodong itu kan nilainya enggak tanggung-tanggung, triliunan. Dari satu entitas bodong aja bisa sampai Rp 4 triliun," dia menambahkan.
Menurut dia, jika konsumen yang tertipu tersebut masuk ke pasar keuangan yang benar, maka seharusnya tingkat inklusi keuangan nasional sudah tinggi sekali.
"Jadi ini yang terus kita lakukan. Dari sisi suplainya kita terus kembangkan produk-produk inklusi keuangan yang mudah dijangkau oleh masyarakat," ujar Horas.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Contoh
Sebagai contoh, OJK disebutnya terus mengajak masyarakat unbankable untuk mencari alternatif platform penyimpanan di luar perbankan. Seperti yang ditawarkan perusahaan financial technology atau fintech.
"Maksud saya ini masyarakat-masyarakat yang belum tersentuh oleh layanan perbankan kan bisa gunakan jasa P2P lending ini. Ini kan praktis sekali, mudah dan gampang untuk diakses," kata dia.
"Kemudian kita juga sudah kenalkan liquidity crowdfunding, Dana dan sebagainya. Di perbankan juga sudah luncurkan produk-produk digital sekarang. Buka rekening sekarang semudah aplikasi. Siswa-siswa juga dipermudah, udah bisa buka rekening pakai nama dia sendiri," imbuhnya.
Advertisement