Pemerintah Dinilai Terlalu Fokus Pulihkan Ekonomi Ketimbang Atasi Pandemi Covid-19

Pemerintah dinilai terlalu berfokus pada penanganan dampak pandemi di sektor ekonomi dibandingkan sektor kesehatannya.

oleh Tira Santia diperbarui 06 Agu 2020, 17:05 WIB
Gedung bertingkat mendominasi kawasan ibu kota Jakarta pada Selasa (30/7/2019). Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama dengan pemerintah menyetujui target pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran angka 5,2% pada 2019 atau melesat dari target awal 5,3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan memberikan sejumlah stimulus baru menggaji 13 juta pekerja yang upahnya di bawah RP 5 juta, dengan bantuan Rp 600 ribu perbulan selama 4 bulan,  untuk menggerakkan ekonomi di kuartal III dan IV.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mengatakan pemerintah terlalu berfokus pada penanganan dampak pandemi di sektor ekonomi dibandingkan sektor kesehatannya.

“Kalalu kita lihat program PEN dalam mengatasi masalah ini ternyata dominan rencana-rencana kegiatan ekonomi daripada mengatasi pandemi. Bisa dilihat dari berbagai upaya baik untuk kredit, bansos, dan bansos baru untuk pekerja Rp 600 ribu yang gajinya di bawah Rp 5 juta,” kata Tauhid, dalam Press Conference INDEF Hadapi Resesi 2020, Kamis (6/8/2020).

Menurutnya, pertama yang harus menjadi fokus adalah penanganan mengenai Kesehatan. Jika dilihat dari persentase awal pandemi, jumlah kasus terinfeksi terus meningkat. Begitupun hingga masa diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

 Hingga Pemerintah akhirnya mencabut pemberlakuan PSBB di bulan Juni dengan alasan agar perekonomian Indonesia tidak terperosok semakin dalam. Namun nyatanya kasus terus meningkat.

“Saya kira ini menjadi hal yang sangat penting Ketika kita tidak punya pilihan, maka pandemi ini harus dilakukan berbagai upaya secara serius, dan variasi aksi yang lebih drastis. Masalahnya adalah keseriusan pemerintah mengatasi pandemi dari sisi Kesehatan itu rendah,” ujarnya.

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Realisasi Anggaran

Tumpukan uang di ruang penyimpanan uang BNI, Jakarta, Senin (2/11/2015). Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat jumlah rekening simpanan dengan nilai di atas Rp2 M pada bulan September mengalami peningkatan . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Padahal dilihat dari kuartal II-2020 saat PSBB dicabut, Tauhid menyebut realisasi anggaran Pemerintah hanya menyerap 1,54 persen, hingga pertengahan Juli hanya 7 persen. Oleh karena itu realisasi anggaran sangat terhambat sekali.

“Kalau kita lihat situasi pertumbuhan ekonomi kita, BPS menyampaikan situasi pertumbuhan ekonomi kita ketika masa PSBB diberlakukan sebenarnya pertumbuhan ekonomi kuartal I relatif turun, bahkan berimplikasi sampai pertumbuhan ekonomi kita menjadi minus 5,3 persen,” katanya.

Demikian ia menyarankan agar program-program yang dikeluarkan oleh Pemerintah bisa lebih “Nendang”, baik dalam menangani dampak pandemi covid-19 di sektor Kesehatan maupun ekonominya harus imbang.

“Saya kira menjadi tantangan dan perlu ada keseriusan pemerintah, program-program yang lebih, agar pandemi ini relatif turun dibanding mengikuti titik puncaknya. Ternyata disampaikan oleh media, vaksin itu baru bisa diproduksi tahun 2021. Ini menjadi hal yang penting problem kita belum selesai di kuartal II sampai nanti di kuartal III 2020 itu yang penting,” pungkasnya.   

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya