Kisruh Perebutan Takhta Keraton Kasepuhan Usai Sultan Arief Meninggal

Kedua belah pihak sama-sama mengklaim memiliki hak sebagai pemilik takhta Sultan Keraton Kasepuhan Cirebon dengan versi masing-masing.

oleh Panji Prayitno diperbarui 07 Agu 2020, 11:30 WIB
Simbolis pengukuhan Polmak atau PJS Sultan Kasepuhan Cirebon oleh keluarga Rahardjo Djali di Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Cirebon - Kisruh perebutan takhta Keraton Kasepuhan Cirebon kembali bergulir setelah meninggalnya Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat.

Pihak keluarga Rajardjo Dali yang sempat menyegel kediaman almarhum Sultan Arief beberapa waktu lalu mengangkatnya sebagai Polmak atau PJS Sultan ke XV Keraton Kasepuhan Cirebon.

Pengukuhan PJS dilakukan di dalam Masjid Agung Sang Cipta Rasa kawasan Keraton Kasepuhan Cirebon. Melalui pernyataan tertulis, keluarga keturunan Sultan Sepuh XI Keraton Kasepuhan sepakat mengangkat Rahardjo Djali sebagai PJS.

Dalam surat yang dibacakan langsung oleh Rahardjo, dia dianggap layak memangku posisi PJS.

"Saya dipercaya menjadi Polmak sampai keluarga besar menunjuk Sultan Kasepuhan ke XV definitif," kata dia usai pengukuhan.

Keluarga Rahardjo menganggap penobatan Luqman Zulkaedin sebagai penerus takhta Keraton Kasepuhan Cirebon dari almarhum Sultan Arief tidak sah.

Dia menjelaskan, penobatan Luqman Zulkaedin tidak sesuai aturan adat, yang salah satunya harus ada garis nasab dari Sultan sebelumnya hingga ke Sunan Gunung Jati.

Penobatan Luqman Zulkaedin, lanjut dia, tidak sesuai dasar hukum dan aturan pengangkatan sultan.

"Saya sendiri keturunan Sultan Sepuh ke XI anak dari Ratu Mas Dolly Manawiyah keturunan ibu. Soal siapa sultan definitifnya belum tentu saya, kan, ada musyawarah keluarga besar," kata dia.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Respons Pangeran Luqman

Putra Mahkota Keraton Kasepuhan Cirebon PRA Luqman Zulkaedin menyatakan kewenangan Keraton Kasepuhan masih dibawah kendalinya sejak resmi naik tahta. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Pada kesempatan tersebut, Rahardjo berjanji akan kembali menjalin kerja sama dengan pesantren yang ada di Cirebon. Kerja sama tersebut untuk mengembalikan marwah Keraton Kasepuhan Cirebon yang menyiarkan Islam.

"Kami bertekad kembalikan marwah Syiar Islam sesuai amanah Sunan Gunung Jati Ingsun Titip Masjid Lan Fakir Miskin," kata dia.

Putra Mahkota Keraton Kasepuhan PRA Luqman Zulkaedin menyatakan, hingga saat ini wewenang dan kendali keraton masih pada dirinya.

Luqman juga mengaku adat dan tradisi pergantian sultan sudah berjalan sejak ratusan tahun lalu, yakni sebelumnya ditetapkan Putra Mahkota oleh sultan yang masih bertakhta.

"Sudah ditetapkan kepada saya sebagai Putra Mahkota oleh almarhum sewaktu masih hidup pada 30 Desember 2018," sebut Luqman.

Dia menjelaskan, dalam tradisi kesultanan, ketika Sultan mangkat, maka secara otomatis putra mahkota menggantikan dan meneruskan tugas dan tanggung jawab sebagai sultan.

Oleh karena itu, dia menyatakan tindakan yang dilakukan Rahardjo dianggap bertentangan dengan tradisi turun temurun di Kesultanan Kasepuhan.

"Saudara Rahardjo Djali tidak berhak atas gelar kerajaan dan bukan anak sultan dan bukan merupakan putra sultan. Di mana tradisi di Keraton Kasepuhan Cirebon penerus takhta harus putra sultan dari jalur laki-laki," ujar Luqman.

Luqman menyebutkan sudah melaporkan Rahardjo kepada polisi. Laporan tersebut atas tindakan yang dilakukan Rahardjo membuat video pengambilalihan takhta kesultanan bulan lalu.

"Saat ini laporan kami sedang diproses oleh polisi," ujar Luqman.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya