Carut Marut RSUD Ogan Ilir Tangani Pasien Covid-19 (2)

Carut marut penanganan pasien Covid-19 di RSUD Ogan Ilir diungkapkan tenaga kesehatan (nakes) yang dipecat.

oleh Nefri Inge diperbarui 02 Sep 2020, 12:42 WIB
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ogan Ilir Sumsel (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Kekesalan IR tak sampai di situ saja. Pada Jumat (/5/2020), dia mendapatkan perundungan dari pihak manajemen RSUD Ogan Ilir Sumsel, tentang kesalahan penggunaan baju Hazmat yang dinilai berlebihan dan tidak sesuai prosedur.

“Saya dicemooh, dibilang berlebihan pakai hazmat sampai lima lapis, seperti dokter saja. Di situ agak kesal, karena memang saya tidak diberitahu, untuk supir itu level berapa penggunaan hazmat, bagaimana cara penggunaan dan melepasnya. Tidak ada sama sekali edukasi dari manajemen,” ujarnya, saat ditulis Kamis (6/8/2020).

Selain itu, IR dan supir lainnya juga tidak diarahkan oleh manajemen RSUD Ogan Ilir, tentang bagaimana tindakan untuk mencegah penularan Covid-19 setelah merujuk pasien Covid-19 ke Palembang.

Pihak manajemen juga tidak pernah memberitahu bagaimana caranya agar mendapatkan kamar di rumah singgah. Yang mana, rumah singgah tersebut hanya diisi para satgas Covid-19 yang ditunjuk manajemen RSUD Ogan Ilir saja.

Pada hari itu juga, terjadi perdebatan antara manajemen dan sopir ambulans RSUD Ogan Ilir yang sedang bertugas, disaksikan oleh keluarga pasien Covid-19.

Salah satu sopir ambulans menolak mengantar para pasien Covid-19 ke Palembang, karena tidak ada sama sekali pemberitahuan atau edukasi bagaimana caranya mengevakuasi pasien Covid-19. Salah satu pihak manajemen menyarankan supir tersebut untuk mengundurkan diri dari RSUD Ogan Ilir, karena menolak mengantar pasien Covid-19 tersebut.

Hingga akhirnya Dirut RSUD Ogan Ilir Roretta Arta Guna Riama, memerintahkan satpam dan perawat dari bidang manajemen, untuk membawa 5 orang pasien tersebut ke Rumah Sehat Jakabaring Palembang.

“Saya akhirnya menemui Dirut RSUD Ogan Ilir dan menanyakan tentang semuanya. Tentang APD yang dibatasi, rumah singgah yang tidak pernah diarahkan ke kami, hingga penunjukan Satgas Covid-19 yang dilakukan tertutup oleh manajemen. Bahkan, pemberitahuan jika kami juga dilibatkan pun, tidak pernah ada,” ujarnya.

IR menjelaskan, jika Kasubag Perlengkapan RSUD Ogan Ilir Sunarko juga membenarkan di depan Dirut RSUD Ogan Ilir, jika tidak ada koordinasi dari pihak manajemen tentang penunjukan Satgas Penanganan Covid-19 di RSUD Ogan Ilir.

Di saat itulah, Dirut RSUD Ogan Ilir baru memberitahunya jika seluruh nakes di rumah sakit rujukan penanganan Covid-19 menjadi Satgas Covid-19.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini :


Pakai Baju Hazmat

Ruang IGD di RSUD Ogan Ilir Sumsel (Liputan6.com / Nefri Inge)

“Baru hari itu diberitahu. Pak Sunarko juga bingung, saat pembentukan Satgas Covid-19 oleh Ibu Rika, dia yang juga mengepalai para sopir ambulans juga tidak dilibatkan. Hanya 11 orang yang diajak rapat pembentukan Satgas Covid-19 di rumah sakit. Tidak ada juga pengumuman yang ditempelkan,” ujarnya.

Namun perbincangan mereka terhenti, ketika Dirut RSUD Ogan Ilir akan menemui Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam datang ke rumah sakit. Tidak adanya jawaban pasti dan solusi yang diberikan oleh Dirut RSUD Ogan Ilir, membuat IR semakin kebingungan.

Carut marut penanganan Covid-19 di RSUD Ogan Ilir juga dituturkan NI (nama samaran), salah satu bidan yang masuk dalam daftar pemecatan Bupati Ogan Ilir.

Di bulan Mei 2020, ada pasien berusia 12 tahun yang dicurigai Pasien Dalam Pengawasan (PDP) Covid-19 datang ke RSUD Ogan Ilir. Pasien tersebut akan dipindahkan ke ruang isolasi. Saat itu NI sedang menangani dua orang pasien khusus kebidanan di IGD.

NI yang sudah menggunakan baju Hazmat dan masker saat menangani pasiennya, langsung disuruh Kasi Keperawatan Rika untuk menangani PDP Covid-19 tersebut.


Timpang Tindih Tugas Nakes

Ilustrasi perawat (Dok. Pixabay)

 “Kata Ibu Rika ‘Kamu kan pakai APD lengkap, pindahkan pasien itu. Ditunggu 10 menit, lewat belakang ke ruang isolasi naik ambulans’. Saya bingung dan bilang akan menangani pasien 2 orang dulu, karena ada juga perawat lainnya,” ujarnya.

NI menolak perintah Rika, hanya karena NI menggunakan pakaian Hazmat. Selain bukan tupoksinya dan ada perawat yang harusnya bertugas menangani pasien tersebut, dia juga mencemaskan kandungannya yang sudah memasuki usia 7 bulan.

Perdebatan kembali terjadi, karena tidak ada satu orang pun yang mau menangani PDP Covid-19 tersebut. Rika tetap bersikukuh menyuruh NI, karena NI yang sudah terlanjur menggunakan baju Hazmat.

Akhirnya ada satu perawat yang ditunjuk untuk menangani PDP Covid-19 tersebut dan langsung menggunakan pakaian hazmat. Sedangkan NI memilih pindah ke ruang bidan, agar tidak menjadi korban instruksi semena-mena penanganan pasien Covid-19.

 

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya