Bayi Lahir dalam Pesawat, Bagaimana Status Kewarganegaraannya?

Ada satu pertanyaan yang menyeliputi pikiran banyak orang tentang kondisi seorang wanita yang melahirkan di dalam pesawat?

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 08 Agu 2020, 21:00 WIB
Ilustrasi pesawat (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Ada beberapa kasus tentang wanita yang melahirkan di dalam pesawat saat sedang berada di ketinggian ribuan kaki. Sebenarnya, saran medis cukup standar. Seorang wanita hamil tidak boleh bepergian dengan pesawat selama 36 minggu atau lebih setelah kehamilannya.

Terlepas dari tindakan pencegahan itu, tentu ada sejumlah orang yang tidak mempermasalahkan itu, demikian dikutip dari laman Mentalfloss.com, Jumat (7/8/2020).

Seolah-olah melahirkan di ketinggian 40.000 kaki menjadi pengalaman bagi seorang ibu baru. Namun, semua orang akan menjadi sibuk.

Ada satu pertanyaan yang menyelimuti pikiran banyak orang tentang kondisi seorang wanita yang melahirkan di dalam pesawat. Jika mereka sudah melahirkan, bagaimana dengan status kewarganegaraan bayi tersebut?

Apabila masih dalam negara yang sama mungkin tak akan ada banyak perubahan. Namun, apa jadinya jika kondisi itu terjadi di atas langit negara atau benua lain?

Tidak ada aturan universal tentang bagaimana suatu negara menentukan kewarganegaraan bayi yang baru lahir. Beberapa negara hanya mengikuti hukum jus sanguinis (hak atas darah), yang berarti kewarganegaraan bayi ditentukan oleh salah satu atau kedua orang tuanya.

Yang lain mematuhi aturan itu dan jus soli (hak atas tanah), di mana suatu negara memberikan kewarganegaraan kepada bayi yang lahir di tanahnya, terlepas dari asal orangtuanya.

Negara-negara ini sebagian besar berada di Benua Amerika dan termasuk Amerika Serikat dan Kanada. Dan dengan perluasan perjalanan udara, hukum-hukum ini meluas hingga ke langit juga.

Jika seorang bayi lahir di wilayah udara Amerika Serikat, aturan jus soli berarti anak tersebut akan diberi kewarganegaraan AS, menurut Manual Departemen Luar Negeri. Bergantung pada situasinya, anak tersebut juga dapat menjadi kandidat untuk kewarganegaraan ganda jika orang tuanya berasal dari negara yang memberikan kewarganegaraan dalam sistem itu.

Kesederhanaan yang sama ini tidak berlaku untuk negara jus sanguinis. Ini berarti bahwa seorang ibu Amerika tidak dapat memperoleh kewarganegaraan Prancis untuk bayinya hanya karena dia melahirkan di wilayah udara Prancis.

Bayi itu hanya akan kembali ke kewarganegaraan AS yang berasal dari orang tuanya. Karena jus sanguinis adalah aturan yang jauh lebih umum di seluruh dunia, kebanyakan bayi yang lahir dalam pesawat kemungkinan besar akan mengambil kewarganegaraan orangtuanya.

 

Simak video pilihan berikut:


Bagaimana Jika Si Ibu Tak Punya Kewarganegaraan?

Ilustrasi pesawat terbang. (dok. unsplash.com/Asnida Riani)

Jika ada kasus di mana anak berpotensi tanpa kewarganegaraan -- seperti ketika seorang ibunya sendiri tidak memiliki kewarganegaraan resmi dan bayinya lahir di wilayah udara internasional -- maka bayi tersebut kemungkinan akan mengambil kewarganegaraan di negara mana pun tempat pesawat itu terdaftar, menurut United Nations’s Convention on the Reduction of Statelessness agreement.

Terlepas dari semua undang-undang yang rumit ini, kelahiran di tengah penerbangan sangat jarang. Sangat jarang, bahkan, sebagian besar maskapai penerbangan bahkan bisa melacak jumlah bayi yang lahir di udara.

Seorang ibu hamil kemungkinan besar tidak akan bisa naik pesawat karena banyak maskapai penerbangan memiliki aturan yang melarang wanita hamil besar naik pesawat.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya