Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pemerintah daerah (pemda) di Jawa Timur sedang mematangkan skema sekolah tatap muka di tengah pandemi COVID-19. Salah satunya Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Plt Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin menuturkan, saat ini pihaknya mematangkan skema tersebut. "Kami akan memanggil Kepala Dinas Pendidikan untuk membahas rencana ini," tutur dia, seperti dikutip dari Antara, Kamis, 6 Agustus 2020.
Ia menuturkan, dengan skema yang disiapkan tersebut, para siswa yang akan masuk sekolah tetap harus melaksanakan protokol kesehatan.
"Tetap menggunakan masker, cuci tangan dan juga kapasitas kelas. Nanti bisa dibagi jumlah siswa yang masuk sesuai dengan kapasitas kelas," ujar dia.
Baca Juga
Advertisement
Selain itu, Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya juga sudah menggelar simulasi berencana proses belajar mengajar di SMP negeri dan swasta.
Kepala Bidang Sekolah Menengah Dispendik Kota Surabaya, Sudarminto mengatakan, sebelum PBM di sekolah diputuskan, masing-masing sekolah yang ditunjuk sebagai pilot project itu menyerahkan SOP (Standar Operasional Prosedur) protokol kesehatan. Selanjutnya, tim dari Dispendik monitoring kesiapan di lapangan dan dilanjutkan dengan simulasi protokol kesehatan.
"Simulasi itu memberikan gambaran ketika anak (peserta didik) mulai masuk ke sekolah, proses pembelajaran di sekolah, hingga pulang ke rumah," ujar Sudarminto, Senin, 3 Agustus 2020.
Dia menuturkan, SOP protokol kesehatan tak hanya diterapkan saat peserta didik mengikuti PBM di kelas. SOP juga telah dirancang ketika peserta didik ingin ke toilet atau melakukan aktivitas lain.
"Bahkan ketika mereka peserta didik pulang sekolah juga di SOP,” tutur dia.
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur meminta sekolah menyiapkan skema pembelajaran tatap muka untuk jenjang SMA/SMK jika sewaktu-waktu ada kebijakan pembelajaran tatap muka.
Saat dikonfirmasi mengenai hal itu, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur, Wahid Wahyudi menuturkan, rencana kegiatan sekolah tatap muka masih tahap koordinasi. Hal itu belum diputuskan.
"Masih tahap koordinasi. Nanti bila sudah diputuskan," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Jumat, (7/8/2020).
Meski demikian, pihaknya mematangkan protokol kesehatan yang akan diterapkan di sekolah jika pembelajaran tatap muka diterapka.
Selain itu juga ada penyesuaian pembelajaran misalkan jam dan materi pelajaran. "Setengah dari kondisi normal (3-4 jam pelajaran per hari. Per jam pelajaran 45 menit,” tutur dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Butuh Kurikulum Darurat
Pengamat Pendidikan, Isa Anshori menuturkan, pemerintah juga harus bijak menyikapi terkait pendidikan. Seperti pemulihan ekonomi dan kesehatan diharapkan beriringan berjalan ia menilai, pendidikan juga harus berubah.
Ia menuturkan, pendidikan juga hak setiap siswa sehingga sekolah buka memenuhi hak tersebut. Akan tetapi, di tengah pandemi, sekolah buka harus terapkan protokol kesehatan yang ketat dan dijalankan baik.
“Pendidikan itu hak, kesehatan juga hak, itu harus dipenuhi. Pendidikan dibuka (sekolah-red) dengan protokol kesehatan sangat ketat,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (7/8/2020).
Ia mengatakan, pemerintah memang harus memikirkan bagaimana pendidikan tetap jalan di tengah pandemi COVID-19. Hal ini agar tidak membebani negara ke depan.
"Ada pandemi diperkirakan terjadi lost generation karena pendidikan tutup. Jangan sampai bonus demografi jadi beban. Harus ada jalan tengah sehingga tidak terbebani dua kali,” ujar dia.
Ia menuturkan, saat sekolah dibuka ada perubahan dalam belajar. Isa mencontohkan, jumlah siswa yang hadir hanya 50-60 persen dari aktivitas belajar biasanya. Selain itu, jam pelajaran dikurangi. “Jika biasanya enam jam menjadi 2-3 jam, demikian juga mata pelakaran,” kata dia.
Isa mengatakan, memang pilihan sulit dan hadapi dilema dalam pembelajaran di tengah pandemi COVID-19. Isa menuturkan, pembelajaran daring atau online juga sulit bagi orangtua untuk mendampingi anaknya.
"Potensi penularan COVID-19 juga bisa di rumah. Ketika orangtua tidak mendampingi anak-anak, kemudian anak-anak jalan-jalan, potensi penularan ada,” ujar dia.
Oleh karena itu, menurut Isa, dengan sekolah dibuka diharapkan ada pengawasan juga kepada pelajar dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Dengan dibuka sekolah, Isa menilai, diharapkan dampak sosial karena pendidikan tutup juga dapat ditekan. Selain itu juga pembukaan sekolah dilakukan secara bertahap tergantung dari pemerintah daerah.
"Dampak sosial lebih besar (sekolah tutup-red). Kekuatiran dari dampak sosial itu harus ditekan," kata dia.
Isa juga menambahkan, saat ini memang butuh kurikulum darurat di tengah pandemi COVID-19. Hal ini agar pendidikan tetap berjalan baik.
"Kurikulum memang harus diubah. Kurikulum kita tidak dipersiapkan untuk masa darurat saat pandemi. Harus ada kurikulum saat bencana alam dan non alam, agar pemenuhan hak mendapatkan pendidikan tetap berlangsung,” tutur dia.
Advertisement