Liputan6.com, Jakarta - Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menyatakan industri hasil tembakau telah menggairahkan sektor padat karya. Hal ini dengan memberikan dampak berantai (multiflier effect) yang signifikan dalam percepatan pemulihan ekonomi nasional dari tekanan pandemi Covid-19.
Ketua Umum AMTI, Budidoyo mengatakan multiflier effect yang dikontribusikan oleh industri hasil tembakau (IHT) terhadap ekonomi nasional, salah satunya ditunjukkan dengan serapan tenaga kerja industri sebesar 6,4 persen terhadap seluruh pekerja industri manufaktur.
Advertisement
“Tidak ada industri yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak IHT. Sektor ini memberi multiflier effect yang signifikan bagi ekonomi dengan rantai pasok hulu-hilirnya yang berada di Indonesia. Saat ini, IHT menghadapi tantangan yang berat, termasuk upaya pulih dari dampak pandemi Covid-19,” ujar Budidoyo, Jumat (7/8/2020).
Budidoyo memaparkan, akibat pandemi Covid-19, para pemangku kepentingan IHT harus melakukan tindakan cepat dan penyesuaian yang besar khususnya pabrikan terhadap pola produksinya.
Sebagai implikasi dari situasi tersebut, beban biaya operasional pabrikan makin berat. “Pada waktu yang sama kewajiban dan harapan untuk mempertahankan tenaga kerja juga harus terus dilaksanakan. Untuk itu, kami berharap Pemerintah mampu memberikan arah kebijakan yang jelas bagi IHT,” tegas Budidoyo.
Upaya IHT untuk mempertahankan tenaga kerja di tengah situasi yang sulit pada masa pandemi Corona, menjadi langkah industri mendukung pemulihan ekonomi nasional saat ini. Mengingat adanya program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) bagi sektor padat karya, lanjut Budidoyo, pelaku IHT mengharapkan ada perlindungan dan dukungan dari Pemerintah.
“Bagaimana mendorong IHT, mulai dari petani dan pekerja melalui program dan pemberian subsidi kepada sektor ini agar dapat bertahan,” urainya.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Industri Pengolahan Tembakau
Data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat industri pengolahan tembakau pada kuartal II/2020 mengalami kontraksi sebesar 10,8 persen terutama disebabkan oleh penurunan produksi rokok, akibat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saat pandemi corona.
“Kemenperin terus berusaha untuk menjaga daya saing industri ini. Apalagi mengingat kontribusi IHT dalam APBN cukup besar,” ujar Mogadishu, Kepala Subdirektorat Program Pengembangan Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Mogadishu Djati Ertanto.
Kemenperin telah menyiapkan beberapa strategi untuk meningkatkan daya saing IHT. Di antaranya: penyusunan Roadmap Industri Hasil Tembakau, mendorong kemitraan industri dan petani tembakau, pengembangan R&D di sektor tembakau on-farm dan off-farm. Selain itu, diversifikasi produk olahan tembakau dan cengkeh serta pengembangan produk specialty tembakau lokal. Kebijakan cukai yang moderat serta pemberantasan rokok illegal.
Di sisi lain, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Kementan Hendratmojo Bagus Hudoro menyadari secara on farm, banyak tantangan yang dialami oleh petani tembakau. Di antaranya penurunan produksi dan ketidakpastian harga jual. Karena itu penting menjaga kesinambungan dari hulu industri tembakau.
“Kementan terus menstimulasi petani tembakau, terutama dari sisi kemitraan. Penting sekali bagi petani untuk menjalin kemitraan. Banyak manfaatnya. Kemitraan bukan semata-mata sistem jual beli, tapi bisa menjadi hubungan jangka panjang antara petani dan perusahaan mitra,” Bagus menegaskan.
Advertisement