10-8-1945: Telegram yang Mencegah Jepang Di-Bom Atom untuk Ketiga Kalinya

Telegram ini begitu signifikan, mencegah Jepang untuk dibom atom untuk ketiga kalinya oleh Sekutu.

oleh Hariz Barak diperbarui 10 Agu 2020, 06:00 WIB
Asap mengepul 20 ribu kaki di atas Kota Hiroshima setelah bom atom pertama dijatuhkan oleh Angkatan Udara AS B-29 pada 06 Agustus 1945. Serangan bom atom AS menewaskan 140.000 orang di Hiroshima dan 70.000 lebih di Nagasaki. (AFP PHOTO / Arsip Nasional)

Liputan6.com, Tokyo - Hari ini 75 tahun yang lalu, hanya sehari setelah pemboman Nagasaki, Jepang mengirimkan pesan telegram, yang berisi persetujuannya kepada syarat-syarat Konferensi Potsdam Sekutu perihal menyerah tanpa syarat.

Penyerahan persetujuan itu efektif membuat Presiden Harry S. Truman memerintahkan penghentian pemboman atom lebih lanjut ke Negeri Sakura, demikian seperti dikutip dari History.com, Senin (10/8/2020).

Kaisar Hirohito, yang tetap menjauhkan diri dari keputusan sehari-hari untuk menuntut perang, mencap keputusan Dewan Perang, termasuk keputusan untuk mengebom Pearl Harbor, akhirnya merasa harus berbuat lebih banyak.

Atas perintah dua anggota Kabinet, kaisar memanggil dan memimpin rapat khusus Dewan dan memohon agar mereka mempertimbangkan untuk menerima ketentuan Konferensi Potsdam, yang berarti penyerahan tanpa syarat.

"Tampaknya jelas bahwa bangsa ini tidak lagi mampu berperang, dan kemampuannya untuk mempertahankan pantainya sendiri diragukan," kata Hirohito.

Dewan telah terpecah atas persyaratan penyerahan; separuh anggota menginginkan jaminan bahwa kaisar akan mempertahankan peran turun-temurun dan takhta tradisionalnya dalam Kekaisaran Jepang pascaperang sebelum langkah menyerah dapat dipertimbangkan.

Tetapi, mengingat pemboman Hiroshima pada 6 Agustus, Nagasaki pada 9 Agustus, dan invasi Soviet ke Manchuria, serta permintaan kaisar sendiri agar Dewan "menanggung (beban) yang tak tertahankan," kaisar dan dewan perangnya sepakat: Jepang akan menyerah.

Simak video pilihan berikut:


Telegram yang Mencegah Bom Atom

Presiden ke-33 AS Harry S. Truman (AP)

Tokyo merilis pesan telegram kepada duta besarnya di Swiss dan Swedia, yang kemudian diteruskan ke Sekutu.

Pesan tersebut secara resmi menerima Deklarasi Potsdam tetapi menyertakan ketentuan bahwa "Deklarasi tersebut tidak mencakup tuntutan apa pun yang merugikan hak prerogatif Yang Mulia sebagai penguasa yang berdaulat."

Ketika pesan itu sampai di Washington, Presiden Truman, tidak mau lagi menimbulkan penderitaan pada rakyat Jepang, terutama pada "semua anak-anak itu," memerintahkan penghentian bom atom.

Truman juga ingin mengetahui apakah ketentuan tentang "Yang Mulia" adalah sebuah pemecah kesepakatan. Negosiasi antara Washington dan Tokyo pun terjadi.

Sementara itu, pertempuran biadab berlanjut antara Jepang dan Uni Soviet di Manchuria.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya