Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Halal Watch (IHW) menggugat Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso karena telah meresmikan PT. Sucofindo dan Pusat Pemeriksa Halal Universitas Hasanudin sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) tanpa melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Padahal, sesuai Pasal 14 UU/33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) BPJPH harus melibatkan MUI dalam membentuk LPH.
Advertisement
“Mengenai auditor halal. Auditor halal itu harus dilakukan sertifikasinya oleh MUI, tapi yang terjadi BPJPH maju sendiri,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch M Ikhsan Abdullah dalam sebuah diskusi, Sabtu (8/8/2020).
Menurut Ikhsan, yang dilakukan BPJPH keliru. Bahkan, dalam pembentukan LPH, terdapat dua keterangan yang berbeda. Yakni MUI mengaku tidak dilibatkan dalam kerjasama pembentukan. Sementara BPJPH mengaku bahwa sudah ada kerjasama.
“Ini kan artinya bohong BPJPH ini. Saya ingin tahu, apakah benar atau tidak. Lewat surat resmi, dijawab MUI- kami belum pernah melakukan kerjasama dengan BPJPH. BPJPH bilang sudah (ada kerjasama),” beber dia.
Ikhsan sontak lebih mempercayai ulama, dalam hal ini MUI. Sehingga ia beberapa kali menyurati ketua BPJPH, Sukoso. Namun belum juga mendapatkan jawaban. Hingga Ikhsan, melalui pengacaranya melayangkan somasi, namun belum juga digubris.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Aturan Sertifikasi Halal di RUU Ciptaker Untungkan UMKM
Keberadaan aturan yang menjamin kehalalan produk-produk konsumsi telah menjadi kebutuhan. Apalagi di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat muslim Indonesia terhadap produk halal.
Jika jaminan produk halal selaras dengan prinsip-prinsip keterbukaan ekonomi berasaskan kesukarelaan, perdagangan yang wajar atau fair trade dan partisipasi masyarakat, dampaknya akan positif bagi dunia bisnis. Sekaligus memberdayakan kelompok usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Demikian dikatakan Direktur Utama Lembaga Pemeriksa Halal dan Kajian Halal Thoyyiban (LPH-KHT) PP Muhammadiyah, Nadratuzzaman Hosen kepada media di Tangerang Kamis (16/7/2020).
"Pintu masuk untuk memperbaiki berbagai kelemahan pengaturan jaminan produk halal dalam peraturan perundang-undangan sekarang ini adalah RUU Cipta Kerja (Ciptaker)," ujarnya.
Nadratuzzaman juga menyatakan, jaminan produk halal tidak seharusnya membebani pelaku usaha. Menurutnya, cara agar tidak membebani, antara lain dengan mendistribusikan kewenangan sertfikasi halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) kepada berbagai organisasi masyarakat (Ormas) Islam yang kredibel dan berbasis komunitas.
Keinginan agar BPJPH membatasi peran sebagai regulator juga disuarakan Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (Lakpesdam-PBNU) Rumadi Ahmad.
“UU JPH sekarang sebetulnya sudah membuka kesempatan bagi masyarakat untuk membuat Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Masalahnya, kewenangan menetapkan fatwa halal masih terpusat pada Majelis Ulama Indonesia (MUI), sementara MUI sendiri memiliki LPH,” kata Rumadi.
Perbaikan tata kelola dalam mekanisme penjaminan produk halal inilah alasan kenapa PBNU mendukung RUU Ciptaker.
Advertisement