Alasan Erick Thohir Tidak Daftar Jadi Relawan Uji Klinis Vaksin Covid-19

Tim peneliti masih terus mengumpulkan relawan untuk uji klinis fase ketiga ini.

oleh Athika Rahma diperbarui 09 Agu 2020, 07:51 WIB
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir melakukan kunjungan guna mengecek persiapan Rumah Sakit Pertamina Jaya. (Athika/Liputan6.com)
Liputan6.com, Jakarta Pemerintah tengah fokus mendorong percepatan uji klinis Vaksin Covid-19 asal Sinovac, China yang sedang memasuki tahap ke-3. Setidaknya, diperlukan 1.620 relawan untuk diikutsertakan dalam uji klinis ini. 
 
Menteri BUMN Erick Thohir sempat menyatakan, dirinya tidak menjadi salah satu dari bagian relawan tersebut. Oleh karenanya, dirinya mempersilakan kandidat yang sesuai dengan kualifikasi yang dicari untuk mendaftar terlebih dahulu. 
 
"Sebagai Menteri rasanya nggak etis, sebaiknya cari yang sesuai. Sebagai Menteri BUMN disuntiknya agak belakangan, lah. Kalau rakyat yang lain sudah disuntik, baru kita," kata Erick dalam wawancara virtual, Jumat (7/8/2020). 
 
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga memberikan penjelasan lebih rinci soal alasan Erick tidak mendaftar menjadi relawan. Hal itu dikarenakan Erick tidak berdomisili di Bandung dan tidak bisa berada di sana hingga penelitian selesai. 
 
"Ada berbagai persyaratan untuk menjadi relawan uji klinis calon vaksin Covid-19, salah satunya adalah keharusan domisili di Bandung raya dan larangan meninggalkan wilayah penelitian hingga penelitian selesai. Hal ini tidak bisa dipenuhi warga di luar Bandung raya, termasuk Menteri Erick Thohir," ujar Arya dalam keterangannya, Minggu (9/8/2020). 
 
Arya melanjutkan, tim peneliti masih terus mengumpulkan relawan untuk uji klinis fase ketiga ini. Warga Bandung yang memenuhi kriteria didorong untuk dapat berpartisipasi dan menjadi bagian dari perjalanan bersejarah hadirnya vaksin yang sangat diharapkan seluruh dunia saat ini. 
 
PIhaknya menegaskan, Erick Thohir tetap konsisten mendorong upaya akselerasi penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. 
 
"Bapak Erick Thohir, baik sebagai Menteri BUMN maupun Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional siap, telah dan akan terus menjadi pendorong berbagai upaya akselerasi penanganan Covid-19, termasuk pengembangan dan kolaborasi produksi vaksin serta terapi penyembuhan Covid-19 di Indonesia," katanya. 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Lembaga Eijkman sebut Pengembangan Vaksin Covid-19 Sekali Suntik untuk Seumur Hidup

Ilustrasi Foto Vaksin (iStockphoto)

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengatakan terkait pengembangan vaksin di Indonesia, idealnya vaksin covid-19 harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain dari sudut imunitasnya kalau bisa sekali suntik dan bertahan seumur hidup.

"Sebagai gambaran umum bagaimana situasi yang harus kita hadapi bersama terkait dengan pengembangan vaksin covid-19 di Indonesia, antara lain dari sudut imunitasnya kalau bisa sekali suntik," kata Amin dalam Webinar bertema Ilmuwan Merespons Pandemi, Jakarta, Sabtu.

Kemudian, selain diharapkan bisa sekali suntik, vaksin tersebut juga diharapkan bisa bertahan seumur hidup dan bisa bertahan antibodinya.

"Kemudian juga imunitas yang dibentuk juga mencakup humoral dan seluler, kalau bisa. Dan juga ini efektif untuk semua umur. Ini kita harapkan dari bayi sampai orang tua, idealnya begitu. Tapi tidak selalu bisa berhasil," kata dia.

Kemudian, vaksin covid-19 tersebut juga diharapkan sedapat mungkin disuntikkan hanya satu kali saja. "Enggak perlu ada booster dua kali, tiga kali dan sebagainya," katanya.

Kemudian, dari sudut imunologi juga, kata Amin, sedapat mungkin tidak menyebabkan auto-imunity atau reaksi hipersensitivitas. Kemudian, persyaratan berikutnya dalam pengembangan vaksin adalah harus aman, efektif dan terjangkau.

"Pertimbangan lainnya, terutama untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia, tentu harga menjadi pertimbangan utama. Kalau kita bandingkan misalkan berita-berita di koran, bagaimana pemerintah di Amerika menggelontorkan banyak sekali dana untuk perusahaan vaksin mereka. Tapi itu tidak terjadi di Indonesia," ujarnya.

Kemudian, di tengah pandemi yang sampai saat ini belum berakhir, kecepatan produksi juga harus lebih cepat dan sedapat mungkin tidak terlalu kompleks.

Berikutnya, yang terpenting dalam tahapan pengembangan vaksin adalah selain perlunya persetujuan cepat dari pemerintah, masyarakat juga diharapkan bisa menerima kehadiran vaksin tersebut.

"Salah satu mungkin yang akan menjadi pertanyaan adalah masalah halal dan sebagainya," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya