Soal Insentif Rp 600 Ribu Per Bulan, Fitra Ingatkan Kerentanan Masalah Data Pekerja

Pemerintah tengah membahas pemberian intensif Rp 600 ribu per bulan kepada para pekerja bergaji di bawah Rp 5 juta.

oleh Yopi Makdori diperbarui 09 Agu 2020, 10:27 WIB
Suasana jam pulang kerja di jalur pedestrian kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (22/6/2020). Pemprov DKI Jakarta mulai menerapkan perubahan sif kerja dengan waktu jeda tiga jam, yaitu pukul 07.00-16.00 pada sif pertama dan pukul 10.00-19.00 pada sif kedua. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah sedang mengkaji rencana pemberian insentif berupa tambahan gaji bagi karyawan berpenghasilan di bawah Rp 5 juta. Para pekerja itu akan mendapatkan bantuan Rp 600 ribu per bulan.

Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah Hasan mengingatkan potensi kerentanan dalam program tersebut. Menurut Misbah, potensi permasalahan akan terjadi pada data pekerja yang akan menerima bantuan tersebut.

"Kerentanannya atau potensi masalahnya ada pada data pekerja yang menjadi dasar pemberian bantuan yang akan berbasis data peserta BPJS ketenagakerjaan," kata Misbah dalam keterangan tertulisnya, Minggu (9/8/2020).

Pasalnya, menurut Misbah, banyak perusahaan belum mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS ketenagakerjaan. Sehingga ada potensi banyak pekerja yang mestinya harus menerima tapi justru tidak menjadi sasaran program karena tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.

"Selama ini umum diketahui adanya praktek perusahaan sering melaporkan gaji karyawannya di bawah nilai gaji sebenarnya untuk tujuan mengurangi nilai kewajiban pembayaran iuran BPJS. Artinya ada potensi penerima bantuan ini justru mereka yang pendapatannya sebenarnya sudah tinggi, di atas Rp 5 juta, bukannya mereka yang belum terdaftar di BPJS," katanya khawatir.

Kerentanan lain, lanjut Misbah, adalah yang mendapat dukungan anggaran ini adalah pekerja-pekerja di perusahaan besar yang menurutnya selama ini mengemplang pajak.

"Atau perusahaan yang dengan skema PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) juga mendapat keringanan pajak, dana talangan, dan lain-lain. Jadi untung dobel. Lobi-lobi pengusaha besar juga bisa terjadi agar pekerjanya diprioritaskan mendapat support dana ini," ucapnya.

Mengingat besarnya potensi salah sasaran terkait validitas data tersebut, Misbah meminta pemerintah untuk bisa mencari cara agar mendapatkan data yang lebih mendekati kondisi sebenarnya.

Menurutnya, data kepesertaan BPJS bisa jadi rujukan umum, namun sebaiknya disertai dengan langkah untuk melakukan verifikasi dan validasi ke perusahaan-perusahaan.

"Atau cara lain, membuka peluang bagi perusahaan untuk melaporkan data pekerja mereka yang pendapatannya di bawah Rp 5 juta," kata Misbah.

"Berdasar data BPJS Ketenagakerjaan jumlah pekerja yang bergaji di bawah Rp5 juta ada 13,8 juta pekerja. Ini yang perlu diverifikasi," sambungnya.

Langkah lain, menurut Misbah adalah dengan membangun komunikasi dengan serikat pekerja atau serikat buruh untuk pendataan atau pengaduan atau pengawasan pekerja yang berhak namun belum masuk daftar penerima.

Berikutnya, harus ada posko pengaduan bagi pekerja formal/informal yang dirugikan, yang seharusnya masuk daftar tapi tidak terdaftar atau sebaliknya.

"Anggaran sebesar Rp 33,1 triliun yang rencananya disediakan sebenarnya relatif kecil, hanya 0,01 persen dari total APBN 2020. Di tengah kebingungan pemerintah melakukan percepatan penyerapan anggaran, program semacam ini bisa menjadi terobosan alternatif, dibanding digunakan untuk perjalanan dinas," pungkas dia.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Insentif Pekerja di Bawah Gaji Rp 5 Juta

Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). APBN 2019, penerimaan negara tumbuh 6,2 persen dan belanja negara tumbuh 10,3 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah sedang mengkaji rencana pemberian insentif berupa tambahan gaji bagi karyawan berpenghasilan di bawah Rp 5 juta. Karyawan penerima insentif ini diperkirakan sekitar 13 juta.

"Pemerintah sedang mengkaji pemberian gaji kepada 13 juta pekerja yang memiliki (gaji) di bawah Rp 5 juta," ujar Sri Mulyani melalui konferensi pers secara online, Jakarta, Rabu (5/8/2020).

Sri Mulyani mengatakan, insentif tersebut nantinnya akan menelan dana sebesar Rp 31,2 triliun. Hingga kini rencana tersebut masih dibahas. "Ini akan memakan anggaran Rp31,2 triliun," jelasnya.

Selain insentif ini, pemerintah juga akan memberikan bantuan sosial produktif bagi 12 juta pelaku Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM). Masing-masing pelaku UMKM akan mendapat Rp 2,4 juta.

"Kita akan memberikan bantuan bansos produktif bagi 12 juta UMKM artinya mereka mendapat Rp 2,4 juta seperti yang sudah disampaikan Presiden beberapa waktu lalu. Pengusaha UMKM sangat kecil itu bentuknya bantuan produktif jadi bukan pinjaman ini anggarannya Rp 30 triliun," tandasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya