Menengok Microlibrary Warak Kayu, Destinasi Wisata Baru di Semarang

Microlibrary Warak Kayu berhasil menjadi Popular Choice Winner di Architizer A+ Awards 2020.

oleh Putu Elmira diperbarui 09 Agu 2020, 14:30 WIB
Microlibrary Warak Kayu. (dok. Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Karya anak bangsa kembali mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia. Adalah perpustakaan mikro atau Microlibrary Warak Kayu yang terpilih sebagai Popular Choice Winner pada kategori arsitektur perpustakaan menurut Architizer A+ Awards 2020.

Berdasarkan siaran pers yang diterima Liputan6.com, perpustakaan ini lantas diharapkan dapat menjadi daya pikat wisata baru di Semarang, Jawa Tengah. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Wishnutama Kusubandio menyambut baik pencapaian tersebut.

"Saya berharap dengan memanfaatkan kayu sebagai bahan ramah lingkungan dan teknik konstruksi dapat memberikan motivasi bagi pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia untuk bisa menghasilkan karya-karya yang kreatif dan inovatif. Sehingga dapat mendorong potensi pariwisata di Semarang agar semakin meningkat dan menciptakan sustainable tourism," kata Wishnutama.

Sementara, Architizer A+ Awards adalah kompetisi yang memusatkan pada arsitektur dan produk arsitektur terbaik di dunia dan digelar di New York setiap tahunnya. Ajang ini diikuti lebih dari 100 negara dan dinilai lebih dari 400 ribu pemilih.

Direktur dan Founder SHAU Indonesia, Florina Henzelman menyebut, Microlibrary Warak Kayu memiliki tujuan utama untuk meningkatkan minat baca masyarakat, terutama anak-anak di lingkungan berpenghasilan rendah. "Kami melihat minat baca masyarakat Indonesia masih rendah," kata Florina.

"Oleh karena itu, kami berupaya untuk meningkatkannya dengan membuat microlibraries yang menjangkau masyarakat dengan strategi merangkul ruang-ruang komunitas. Tidak hanya perpustakaan saja, tetapi ada unsur bermain dan berkumpul bersama," tambahnya.

Poin plus dari perpustakaan ini adalah lokasinya yang terletak di pusat kota, tepatnya di Taman Kasmaran. Destinasi ini juga menyuguhkan pemandangan ke Kampung Pelangi hingga sukses mencuri perhatian voters dunia.

Microlibrary adalah inisiasi SHAU (Suryawinata Haizelman Architecture Urbanism) Indonesia yang berkolaborasi dengan berbagai stakeholder. Di mana ada pemerintah, CSR, foundation, dan komunitas.

"SHAU Indonesia merancang arsitektur bangunan, sementara PT Kayu Lapis Indonesia memasok kayu-kayu hasil olahan limbah pabrik yang sudah tidak terpakai. Lalu, Pemerintah Daerah Semarang menyediakan lahan dan izin pembangunan, serta perusahaan swasta yang menanggung biaya pembangunannya. Adapun Harvey Center yang mengelola perpustakaan ini agar dapat digunakan oleh masyarakat tanpa dipungut biaya," jelas Florina.

Florina juga menyebut bahwa Microlibrary Warak Kayu mereferensi konsep 'rumah panggung' tradisional Indonesia yang terbuka. Teknik ini mengatur alur ventilasi udara, pencahayaan, dan konsep multifungsi suatu ruangan, sehingga ada ruang pada bagian bawah untuk berbagai kegiatan yang bisa dilakukan warga.

"Ada elemen seating tribune yang bisa dipakai untuk duduk, aktivitas workshop, atau berkumpul. Ada ayunan kayu untuk anak-anak, serta di dalam perpustakaan ada jaring atau net yang dapat digunakan untuk membaca," jelasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Konsep Rumah Panggung

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama saat menerima kunjungan jajaran Emtek dan SCM Group di Kantor Kemenpar, Jakarta, Jumat (8/11/2019). Kunjungan tersebut untuk membahas kerja sama di sektor media. (Liputan6.com/JohanTallo)

Direktur dan Founder SHAU Indonesia, Daliana Suryawinata mengatakan, Microlibrary Warak Kayu adalah perpustakaan pertama di Semarang yang 100 persen terbuat dari bahan kayu bersertifikat SVLK dan 98 persen FSC yang diprefabrikasi oleh PT Kayu Lapis Indonesia.

Prinsip desainnya tropis, passive energy dan multi-programmatic. Desain facade Warak Kayu mengikuti bentuk wajik yang terinspirasi dari system konstruksi Zollinger dari Jerman dan juga menyerupai sisik kulit Warak (hewan mitologi khas Semarang).

"Konsep facade berupa screen layering, di mana ada elemen yang memfilter cahaya matahari langsung agar panasnya tidak masuk, namun interiornya tetap terang walaupun tanpa lampu di siang hari. Penghawaan silang yang penting untuk mendinginkan interior bangunan tanpa AC. Terdapat juga secondary layer untuk menghalangi hujan masuk," jelas Daliana.

Daliana menyampaikan, pihaknya juga pernah memenangkan ajang Architizer A+ Award pada 2017. Maka dari itu, SHAU Indonesia berkesempatan mendapat undangan melalui e-mail untuk mendaftar ke Architizer A+ Awards 2020.

"Kali ini kami memberanikan diri untuk mendaftar dalam kategori Libraries, yang merupakan salah satu kategori utama pada April 2020. Kemudian melalui proses seleksi ketat dari sekian banyak juri Architizer yang kompeten dan ternama, kami terpilih menjadi 1 dari 5 finalis di kategori tersebut," kata Daliana.

Ia menambahkan, voting dibuka selama 10 hari. Yang mendapat vote terbanyak akan memenangkan kategori tersebut dari segi popular choice.

"Kompetitor kami sangat berat. Ada perpustakaan di Amerika karya arsitek superstar Steven Holl dan Skidmore Owings Merril, di Tiongkok ada perpustakaan rural yang menarik, dan di Thailand ada perpustakaan kampus karya teman kami. Semuanya bagus, membuat kami sangat deg-degan selama voting berlangsung. Tapi syukurlah voters dari Indonesia sangat kompak dan tidak terkalahkan," kata Daliana.

Walikota Semarang Hendrar Prihadi, menyampaikan antusiasme masyarakat terhadap Perpustakaan Micro Warak Kayu sangat tinggi. "Konsep rumah panggung sebagai perpustakaan micro ini sangat menarik perhatian warga untuk datang," katanya.

"Selain itu, Microlibrary ini akan menjadi bagian dari rute baru pariwisata kota, di mana akan ada bus tur gratis, yang diharapkan akan menarik minat wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara," tambah Hendrar.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya