Liputan6.com, Jakarta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebutkan bahwa fenomena klaim berlebihan terhadap suatu obat tidak hanya terjadi di masa pandemi COVID-19 saja.
Tulus Abadi, Ketua YLKI mengatakan bahwa klaim berlebihan suatu obat di Indonesia sudah terjadi sebelum adanya pandemi. Namun, penegakan hukum yang kurang optimal membuat fenomena ini kerap terjadi, khususnya saat ini.
Advertisement
"Over claim sebelum pandemi COVID-19 sudah marak sekali," kata Tulus dalam temu media secara daring pada Senin (10/8/2020). "Walau sudah dipelototi oleh Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan), masih saja terus bermunculan."
"Kalau sekarang muncul klaim obat COVID dan segala macam, sebenarnya bukan hal yang baru. Kebetulan saja masalah COVID-19 menjadi perhatian kita bersama," ujarnya.
Saksikan juga Video Menarik Berikut Ini
Penegakan Hukum Kurang Optimal
Tulus juga menyoroti, klaim-klaim semacam ini didukung oleh tokoh publik di media sosial seperti Instagram atau Youtube. Ia mengatakan, banyak fenomena endorsement terhadap produk tertentu seperti kosmetik atau jamu herbal yang belum terbukti mengantongi registrasi atau izin edar dari Badan POM.
Tulus mengatakan, yang menjadi masalah adalah banyak kasus yang masuk ranah hukum tidak mendapatkan tindakan yang optimal.
"Pelanggaran-pelanggaran pidana terkait dengan obat atau pun sejenisnya yang kemudian sampai ke proses hukum, kami memonitor hasilnya tidak optimal karena vonisnya ringan, sehingga tidak membuat jera pelakunya," kata Tulus.
"Kita monitor juga, akibatnya kasus berulang dan pelakunya masih sama."
Terkait penegakan hukum, Tulus mengatakan dibutuhkan sinergi antara BPOM, kepolisian, dan juga hakim.
Maka dari itu, YLKI mengatakan dibutuhkan penegakan hukum yang konsisten, berkelanjutan, dan terintegrasi hingga ke sisi hulu, khususnya penegakan di bidang daring untuk mengatasi masalah semacam ini, dan lebih spesifik terkait klaim obat COVID-19.
Advertisement