Liputan6.com, Gunungkidul - Menyadari banyak kendala dalam praktik belajar jarak jauh selama pandemi Covid-19, Dinas Pendidikan Kabupaten Gunungkidul mengizinkan sejumlah sekolah di wilayah tersebut untuk menggelar belajar tatap muka.
Kepala Disdikpora Gunungkidul Bahron Rasyid menyebut, setidaknya ada sekitar 70 persen pelajar SD mengalami kendala dalam mengikuti proses Belajar dari Rumah (BDR).
"Kendalanya beragam, mulai yang paling akses internet hingga tidak memiliki perangkat untuk mengakses," kata Bahron belum lama ini.
Bahron sendiri mengakui masih banyak wilayah di Gunungkidul yang kesulitan mendapat sinyal internet. Hal ini menyebabkan para pelajar kesulitan mengikuti pelajaran daring, di samping ketiadaan perangkat komunikasi.
Baca Juga
Advertisement
Mengatasi hal ini, Disdikpora Gunungkidul memutuskan untuk memperbolehkan guru mendatangi siswanya ke rumah seminggu sekali. Sekolah tertentu bahkan juga sudah diperbolehkan mengundang siswa datang.
"Boleh mendatangkan siswa namun dibagi jumlahnya dan tidak bergerombol, pastinya tetap mematuhi protokol kesehatan," jelas Bahron.
SD Negeri Slametan di Kalurahan Kelor, Karangmojo menjadi salah satu sekolah yang mendapat kelonggaran tersebut.
Anika Kurniawati, guru di SDN Slametan mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan kepala sekolah dan wali murid. Seminggu sekali, setiap hari Sabtu, ia akan datang mengunjungi salah satu rumah pelajar. Sebanyak 14 pelajar SD tersebut pun diundang untuk belajar bersama di sana, namun dibagi menjadi 3 sesi.
Anika mengatakan sebenarnya tidak ada kendala sinyal di wilayahnya. Kebijakan diambil lantaran tatap muka dianggap lebih efektif dalam memberikan pemahaman bagi pelajar tersebut.
"Mereka ini kan transisi dari Taman Kanak-kanak (TK) ke SD, jadi perlu pemahaman ekstra agar bisa mengerti pelajaran," kata Andika.
Andika yang sudah mengabdi sebagai guru selama 17 tahun ini pun ingin memastikan perkembangan para pelajar tersebut.
Sebab ia merasa kemampuan mereka lebih meningkat jika ditemui langsung ketimbang belajar lewat gawai.
Menurutnya, ia bisa mengetahui dengan jelas bagaimana perkembangan mereka dalam kemampuan menulis, membaca, maupun berhitung.
"Kalau lewat ponsel, kita tidak bisa mengetahui apakah tulisan yang dikirimkan benar-benar dari pelajar atau milik orang tuanya," tutur Andika.