Liputan6.com, Jakarta - Alokasi penggunaan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPD-PKS) tahun 2019 sebesar Rp 33,6 triliun. Penggunaan dana ini berasal dari pungutan ekspor sawit dari selama empat tahun dari tahun 2015. Dalam realisasinya, dana ini 89 persen digunakan untuk insentif biodiesel senilai Rp Rp 30,2 triliun.
Lalu 8 sebanyak 8 persen atau Rp 2,7 triliun untuk program peningkatan sumber daya manusia, 0,85 persen atau Rp 284,4 miliar untuk pengembangan dan penelitian dan sebanyak 0,22 persen atau Rp 1,73 miliar untuk sarana dan prasarana. Sementara itu untuk promosi kemitraan sebesar Rp 208, 5 miliar dan pengembangan SDM sebesar Rp 140,67 persen.
Advertisement
Manager Program dan Kemitraan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Tirza Pandelaki menilai penggunaan dari berbagai paket kebijakan ini hanya diberikan kepada korporasi besar. Padahal dana ini seharusnya bisa dinikmati petani kelapa sawit swadaya (mandiri).
"Implementasi paket-paket kebijakan yang berlaku bukanlah bagi petani, tetapi korporasi," kata Tirza dalam Media Briefing bertajuk Suntikan Dana ke Perusahaan Bukan Solusi untuk Biodiesel, Jakarta, Selasa (11/8).
Padahal berdasarkan peraturan perundang-undangan dan UU Perkebunan dana tersebut seharusnya memiliki prioritas. Dimulai dari dari peningkatan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, promosi perkebunan, peremajaan, sarana dan prasarana. Terakhir dalam bentuk insentif biodiesel.
Tirza membeberkan, dana BPD-PKS yang dihimpun sejak tahun 2015-2019 sebesar Rp 51 triliun. Dana ini berasal dari pungutan ekspor sawit sebesar Rp 47,28 triliun dan pengelolaan dana sebesar Rp 3,7 triliun.
Dia melanjutkan berdasarkan Dirjen Perkebunan, Kementerian Pertanian pada tahun 2020 luas lahan sawit yang ada saat ini yakni 16,381 juta hektar. Terdiri dari perkebunan sawit milik swasta seluas 8,08 juta hektar, milik negara seluas 715 ribu hektar dan petani kecil seluas 6,78 juta.
Luas lahan milik petani kecil pun terbagi menjadi dua. Sebanyak 64 persen lahan dimiliki oleh petani swadaya dan 36 persen dimiliki petani plasma.
"Dari jumlah petani swadaya yang ada, seharusnya mereka yang menjadi prioritas dan bukan terkonsentrasi pada segelintir konglomerat sawit," kata dia.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kemendag Bentuk Tim Kampanye Positif Sawit Indonesia di Dunia
Kementerian Perdagangan (Kemendag) siap mendukung industri sawit nasional. Salah satunya dengan cara menangkal kampanye negatif terhadap sawit di dunia internasional.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan, diperlukan sinergi yang lebih kuat antara stakeholder sawit Indonesia di tengah berbagai macam serangan khususnya dari Uni Eropa. Menurut prediksi Kemendag, serangan itu akan makin sistematis dengan menyasar semua aspek. Pada waktu yang lalu, serangan terhadap sawit berkisar pada dampak ekologis dan sosiologis.
"Saat ini, serangan mulai menyasar aspek yang lebih pribadi yaitu, aspek Kesehatan. Kampanye negatif yang dimunculkan adalah produk sawit menyebabkan berbagai macam penyakit. Meskipun saat ini belum ada larangan medis terhadap produk sawit, tetapi kampanye kencang terhadap hal itu sudah lama dirasakan," katanya, Kamis (6/8/2020).
Pernyataan itu disampaikan saat menerima audiensi pengusaha sawit secara virtual, Rabu (5/8). Dalam acara itu, hadir sejumlah pejabat lintas kementerian untuk membahas tantangan industri sawit di masa depan.
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menghendaki implementasi yang lebih konkret. Menurutnya, perlu ada sebuah tim khusus yang melibatkan pemerintah dan pengusaha untuk isu-isu sawit.
“Kita sudah lama tahu masalahnya ada di mana. Yang kita perlukan sekarang adalah solusi konkret. Kita ingin yang implementatif dan terarah. Mari bentuk satu tim khusus dimana kita bisa bicara dan merencanakan apa yang harus kita lakukan dan bagaimana melakukannya," katanya.
Advertisement
Industri Sawit Terpukul
Tim itu rencananya akan diinisiasi oleh Kemendag yang merupakan leading institution dalam diplomasi perdagangan dalam konflik-konflik kelapa sawit. Wamendag sendiri menekankan pentingnya kinerja yang saling mendukung antara diplomasi dan kampanye positif sawit.
“Jadi keduanya tidak terpisahkan. Diplomasi tidak akan berjalan seperti yang kita harapkan tanpa ada argument yang kuat. Nah, argument itu harus kita bangun melalui kampanye wacana baik secara akademis, medis, sosiologis dan lain-lain. Intinya kita harus punya argument dan kontra wacana yang baik agar bisa berdiplomasi secara efektif," tuturnya.
Para pengusaha yang hadir dalam pertemuan itu menyambut baik keinginan Kementerian Perdagangan. Komisaris Wilmar Tumanggor mengatakan pengusaha siap mendukung rencana itu.
Menurutnya, industri kelapa sawit merasakan dampak dari diskriminasi oleh Uni Eropa dan perlu diambil Tindakan Bersama untuk melawannya.
Baik para pejabat kementerian dan Lembaga maupun pengusaha yang hadir sepakat bahwa sector industry kelapa sawit perlu perbaikan dalam tata Kelola isu maupun tata Kelola industrinya. Keduanya diharapkan berjalan beriringan.
“Kita ingin agar industry kelapa sawit kita makin ramah lingkungan dan makin menyejahterakan rakyat. Untuk itu kita terus memperbaiki tata Kelola Bersama dengan kementerian lain seperti kementan dan KLHK. Tetapi kita juga harus melihat dari perspektif ekonomi politik bahwa isu sawit bukan semata-mata soal ekologi dan sosiologi tetapi tentu berkaitan kepentingan ekonomi dan politik. Karena itu solusi untuk keduanya berjalan beriringan.” Tandas Jerry.