Liputan6.com, Bandung - Ketua Tim Peneliti Vaksin Covid-19 Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Kusnandi Rusmil memastikan vaksin Sinovac yang tengah diuji klinis aman karena mengandung virus yang telah dimatikan. Hal itu menanggapi terkait kekhawatiran warga terkait uji klinis tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Kusnandi menjelaskan terkait efek samping pada uji klinis tahap tiga di mana vaksin disuntikkan pada manusia. Menurut dia, pada tahap ini vaksin seharusnya tidak memiliki banyak efek samping.
"Diduga selama ini tidak ada efek sampingnya, karena ini kan uji klinis yang ketiga. Kalau dari banyak efek sampingnya, dari dulu sudah tidak bisa (dilanjutkan pengujian)," kata Kusnandi di Bandung, Selasa (11/8/2020).
Namun, kemungkinan efek samping akan tetap ada. Hal tersebut terdiri atas reaksi lokal dan sistemik.
"Efek samping yang kita ketahui ada lokal dan sistemik. Kalau (efek) lokal, dilihat ada bengkak atau tidak, kalau ada bengkak berapa sentimeter bengkaknya. Kalau merah kaya apa merahnya," papar Kusnandi.
Sedangkan efek sistemik, pada subjek penelitian akan merasakan perubahan suhu tubuh. Relawan tersebut diharuskan melaporkan kepada tim penanganan jika mengalami reaksi yang dianggap tidak wajar.
"Kalau (efek) sistemik itu panas atau suhu tubuh naik. Nah (ini yang akan dilihat) berapa panasnya," ucap Kusnandi.
Kusnandi menjelaskan, penyelenggara uji klinis sudah mengantisipasi jika subjek mengalami efek samping lokal maupun sistemik. "Jadi nanti mereka semua lapor ke petugas supaya langsung ditangani," katanya.
Simak Video Pilihan di Bawah Ini
Uji Klinis Dimulai
Penelitian terhadap vaksin Covid-19 produksi Sinovac sendiri telah memasuki tahap penyuntikan. Bio Farma selaku sponsor menunjuk Fakultas Kedokteran Unpad selaku penguji vaksin Corona produksi Sinovac pada 1.620 relawan.
Digelar di enam tempat, uji klinis fase tiga ini dijadwalkan akan berlangsung selama enam bulan dan selesai pada Januari 2021. Adapun pelaksanaan penyuntikan vaksin di Rumah Sakit Pendidikan Unpad, berjalan lancar dengan disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Selama proses uji klinis, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) akan melakukan pendampingan dan pengawasan.
Proses penyuntikan akan dilakukan sebanyak dua kali. Usai penyuntikan pertama, subjek akan kembali disuntik dalam 14 hari ke depan. Selanjutnya, subyek akan dipantau kondisi kesehatannya selama enam bulan ke depan.
Advertisement
Termasuk Indonesia, Uji Klinis Dilakukan di 6 Negara
Selain Indonesia, ada lima negara lain yang menguji vaksin fase ketiga. Kelima negara tersebut yakni, India, Brasil, Bangladesh, Chili, dan Turki.
Kusnandi mengatakan, pihak yang berwenang meloloskan suatu vaksin adalah Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO. Sehingga, proses uji klinis penting dilakukan untuk mengukur seberapa efektif imunisasi bekerja.
"Karena yang menentukan gagal itu bukan kita, tetapi WHO. Vaksin itu komitmen global karena akan diberikan kepada semua orang. Jadi, yang bertanggung jawab itu WHO. Makanya itu dilakukan di beberapa tempat," katanya.
Kusnandi juga mengaku mendapat arahan dari Presiden Joko Widodo dalam melaksanakan uji klinis vaksin Covid-19 tahap ketiga. Salah satunya, menyelesaikan proses pelaksanaan uji klinis sesuai target waktu.
"Beliau bilang lanjutkan penelitiannya. Karena ini akan diproduksi oleh Bio Farma. Bio Farma ini adalah produsen vaksin terbesar di Asia Tenggara. Sehingga dia nanti bisa dipakai untuk dalam negeri dan juga dijual ke luar," katanya.
Dengan memproduksi vaksin sendiri, Kusnandi menyebut beberapa keuntungan. Antara lain, bisa didistribusikan untuk dalam negeri dan jika diproduksi dalam jumlah banyak bisa menguntungkan bagi RI.
"Kan kita untung, jadi kita berkontribusi untuk dunia. Selama ini (vaksin) polio dari kita sudah dijual ke 150 negara. Jadi enggak masalah, polio dipakai di 150 negara dan enggak ada yang nanyain tuh cocok atau enggak setelah dipakai sama 150 negara," ucapnya.