Liputan6.com, Maluku - Sebanyak 76 burung berbagai jenis dan 69 reptil endemik Maluku, korban perdangan ilegal berhasil disita petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara, BBKSDA Jawa Timur dan BKSDA DKI Jakarta.
Kepala Seksi II BKSDA Maluku Meity Pattipawae mengatakan, hasil sitaan itu telah didatangkan ke Ambon menggunakan dua maskapai penerbangan komersil, dan akan dikembalikan ke wilayah sebaran habitat asalnya di Pulau Seram.
Baca Juga
Advertisement
Satwa-satwa ini didatangkan dari Jakarta dan Medan kemarin. Sampai di Ambon, langsung dilakukan pengecekan kesehatan oleh dokter hewan BKSDA Maluku.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan ada satu burung Kakatua yang perlu direhabilitasi lagi, mungkin karena dalam proses evakuasi menemui kendala," ujar Meity kepada wartawan di Ambon, Rabu 12 Agustus 2020.
Adapun satwa yang dipulangkan itu terdiri dari, jenis Kakatua Putih 3 ekor, Kakatua Tanimbar 2 ekor, Kakatua Maluku 25 ekor, Nuri Bayan 19 ekor, Nuri Maluku 16 ekor, Nuri Sayap Hitam 1 ekor, Kasturi Ternate 5 ekor dan Perkici Pelangi 4 ekor. Selain itu ada pula 69 ekor reptil.
Rencananya, BKSDA Maluku akan melepasliarkan satwa-satwa liar terlindingsi itu di kawasan konservasi Taman Nasional Manusela dan taman wisata alam Sawai yang berada di Pulau Seram Kabupaten Maluku Tengah pekan ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Per ekor Kakatua Moluken Rp5 juta
Harga jual Kakatua Moluken di luar Maluku cukup tinggi, biasanya dihargai satu ekor Rp5 juta.
Menurut Meity, harga jual Kakatua Moluken di daerah asalnya yakni Pulau Seram hanya Rp500.000-Rp800.000.
Sebagian besar satwa-satwa andemik terlindungi ini berhasil lolos ke Pulau Jawa dan Pulau Sumatera karena tidak melalui jalur resmi tapi lewat jalur perdagangan gelap.
"Kami dapatkan informasi, burung-burung ini lolos melalui jalur laut," ujarnya.
Untuk memutus mata rantai perdangan, Meity mengaku pihaknya telah bekerjasama dengan sejumlah intansi terkait untuk bersama-sama menggagalkan peredaran satwa-satwa liar terlindungi dimaksud.
"Maluku kan banyak pulau sehingga jadi kendala, maka kita juga sudah bekerja sama dengan intansi lainnya," ujar dia.
Advertisement