Liputan6.com, Bengkulu - Bentang Seblat di Provinsi Bengkulu sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) menjadi harapan terakhir bagi gajah Sumatra di daerah itu yang populasinya hanya sekitar 50 ekor.
Ketua Forum Kolaborasi Pengelolaan KEE Koridor Gajah Sumatera lanskap Seblat, Provinsi Bengkulu, Sorjum Ahyan mengatakan, program ini merupakan bagian dari upaya memastikan habitat gajah dapat kembali bersatu dengan adanya integrasi pengelolaan landscape sebagai satu kesatuan.
Advertisement
Hal itu disampaikannya saat melakukan peletakan batu pertama prasasti titik nol Koridor Gajah Sumatera di Taman Wisata Alam (TWA) Seblat, Desa Suka Baru, Kecamatan Putri Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu sekaligus memperingati Hari Gajah Sedunia, 12 Agustus 2020.
"Program KEE Seblat menyasar dua hal penting, yaitu menyelamatkan kawanan gajah tersisa yang jumlahnya tidak lebih dari 50 ekor dan menyelamatkan habitat yang terus menyempit dan hal tersebut menjadi harapan terakhir dalam melestarikan gajah di bentang Seblat," katanya dikutip Antara, Rabu (12/8/2020)
Ia menjelaskan, upaya pelestarian gajah melalui program pembangunan KEE Koridor Gajah ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2018 yang mencakup dua wilayah di Provinsi Bengkulu yaitu Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Mukomuko.
Kawasan yang diusulkan dalam KEE bentang alam Seblat seluas 29 ribu hektare mencakup Hutan Produksi (HP) Air Rami, Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis, Taman Wisata Alam (TWA) Seblat, TNKS dan sebagian konsesi IUPHK dan HGU perkebunan kelapa sawit.
Kerja kolaboratif ini melibatkan lebih 17 pemangku kepentingan yang berasal dari organisasi masyarakat sipil, dinas atau lembaga pemerintah dan perusahaan serta komunitas yang tinggal di sekitar kawasan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Bengkulu.
"Berfungsinya koridor gajah dapat memberikan ruang gerak gajah secara luas dalam melakukan perjalanan dan migrasi, agar tercipta pertukaran genetik antar populasi serta memberi peluang reklonisasi habitat yang populasi lokalnya telah punah," paparnya.
Menurut Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI), Krismanko Padang, penyebab utama kepunahan gajah Sumatera yaitu penurunan populasi yang terus terjadi.
Karena itu, peringatan Hari Gajah Sedunia 2020 harus dijadikan momentum penguatan komitmen para pihak melestarikan satwa langka gajah Sumatera.
Kata dia, kedepan pihaknya akan menyusun dan meluncurkan rencana aksi forum KEE untuk tiga tahun ke depan, termasuk melakukan pemasangan kalung GPS dan survei populasi gajah berbasis DNA untuk mengetahui populasi dan wilayah jelajah gajah liar di bentang alam Seblat.
"KEE berfungsi menyatukan habitat gajah yang selama ini terpisah-pisah dan tidak ada jalur penghubung, kondisi ini membuat antar kelompok gajah terkotak-kotak yang mengancam populasi dan masa depan gajah," paparnya.
Sementara itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung Donald Hutasoit mengatakan, harmonisasi antara gajah dengan manusia adalah pendekatan yang akan menjadi kunci keberhasilan program ini.
"Tanpa itu, ke depan kita hanya akan mendengar cerita bahwa gajah pernah ada di bentang Seblat," katanya.
Hal senada juga diungkapkan Sekretaris Forum KEE Koridor Gajah Sumatra lanskap Seblat, Provinsi Bengkulu, Ali Akbar.
Ia menilai upaya menyelamatkan kawanan gajah Sumatera berarti juga menyelamatkan fungsi ekologis bentang Seblat.
Terlebih, kata dia, beberapa sungai besar di Bengkulu seperti Sungai Manjunto, Seblat, dan Ketahun semuanya berhulu di bentang Seblat sebagai sumber air irigasi, pembawa unsur hara dari hulu serta menjadi sumber pendapatan tambahan masyarakat.
"Perlu diketahui warga yang tinggal di hilir, dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya mengandalkan daya dukung lingkungan dan layanan ekosistem," kata Ali menambahkan.