7 Penyebab Rambut Rontok Saat Pandemi COVID-19 dan Cara Mengatasinya

Masalahnya adalah bahwa rambut rontok itu sendiri seringkali menyebabkan lebih banyak stres, yang menyebabkan lebih banyak kerontokan.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 16 Agu 2020, 14:23 WIB
Ilustrasi rambut rontok. (Unsplash.com/Kyle Johnson).

Liputan6.com, Jakarta Anda mungkin bercanda dengan teman tentang bagaimana lockdown menambah stres dan membuat rambut rontok. Tapi nyatanya memang benar terjadi, baik pada orang yang pernah sakit ataupun tidak.

Menurut ahli perawatan rambut rontok di klinik Philp Kingsley memang telah terjadi pola yang mengganggu dalam beberapa bulan terakhir sejak awal epidemi COVID-19.

"Itu karena suhu tinggi, alopecia pasca-demam. Pemulihan bisa lebih lama dari pada kasus biasa karena pasien mungkin tetap sakit untuk jangka waktu yang lama. Orang yang menderita harus mencari produk perangsang yang ampuh." kata Lisa Caddy, Konsultan Trikolog di Philip Kingsley Trichological Clinic.

Tak hanya Lisa, menurut dokter kulit Dr. Daniel Belkin, “Saya telah melihat beberapa orang dengan rambut rontok yang memberi tahu saya bahwa mereka didiagnosis dengan COVID dan dirawat di rumah sakit, biasanya 3-5 bulan sebelum kunjungan mereka dengan saya. Saya tidak yakin saya akan menyebut kasus ini lebih ekstrim dari biasanya, tetapi kerontokan rambut masih relatif mendadak dan menakutkan bagi pasien. "

Menurut pengakuan pasien-pasien tersebust, kerontokan rambut masih menjadi hal yang mengejutkan samapi mereka takut untuk menyisirnya karena terlalu rapuh. Itu karena biasanya kerontokan sangat terlihat saat menyisir rambut atau saat mandi. Bahkan beberapa sampai bisa melihat kulit kepala mereka di balik rambut yang sebelumnya tak pernah nampak.

“Masuk akal jika orang mengalami kerontokan rambut, yang dikenal sebagai telogen effluvium, setelah COVID-19 karena beberapa alasan,” jelas Jared Reynolds, pendiri Zenagen.com.

Masalahnya adalah bahwa rambut rontok itu sendiri seringkali menyebabkan lebih banyak stres, yang menyebabkan lebih banyak kerontokan.

Selain itu, rambut rontok dapat menjadi efek samping yang umum dari obat yang digunakan untuk mengobati COVID-19, seperti steroid dan remdesivir.

"Kabar baiknya adalah kami memperkirakan kerontokan rambut ini hanya sementara dan akan hilang dalam enam hingga sembilan bulan.” ujar Reynolds.

Bahkan jika kita tidak dites positif COVID-19, kita semua berada di bawah tekanan yang jauh lebih banyak daripada biasanya karena takut akan penyakit, gangguan gaya hidup, dan hal-hal yang tidak diketahui di masa depan.

Adapun hal-hal yang memengaruhi rambut rontok selama COVID-19 adalah sebagai berikut beserta alasannya, dilansir dari yourtango.

 

Simak Video Berikut Ini:


1. Demam

ilustrasi demam/freepik

“Kami tahu orang yang mengalami demam tinggi sering memasuki fase pelepasan (shedding phase) selaras, atau telogen effluvium, kira-kira 6 minggu setelah dimulainya demam,” ungkap Ahli Bedah Pemulihan Rambut Dr. Alan J. Bauman. Shedding ini bisa berlangsung beberapa minggu sebelum normalisasi.

2. Stres dan kecemasan

Stres memiliki efek luas pada banyak sistem organ, termasuk saluran pencernaan, otak, dan folikel rambut. "Kadar kortisol yang tidak normal juga dapat mempengaruhi fungsi folikel rambut," tambah Bauman. Meskipun stres sering kali menjadi penyebab utama kerontokan rambut, ada juga kondisi mendasar yang dipicu oleh stres. Jadi, stres bukanlah akar masalahnya, tapi bisa menjadi pemicunya.

3. Gangguan nutrisi

“Tubuh Anda mengeluarkan banyak energi untuk pertumbuhan rambut, jadi gangguan nutrisi karena kualitas atau kuantitas asupan, serta apa pun yang memengaruhi malabsorpsi, termasuk gangguan mikrobioma usus, dapat berdampak buruk pada populasi metabolisme rambut yang tinggi pada folikel di kulit kepala,” jelas Bauman.

4. Gangguan tidur

Stres karena kehilangan pekerjaan, merasa tidak aman saat bekerja dan isolasi dapat memengaruhi tidur Anda. "Penelitian baru menunjukkan bahwa kontrol lokal yang kompleks dari kronobiologi siklus folikel rambut juga dapat dipengaruhi oleh ritme sirkadian alami otak," ungkap Bauman. Ini mungkin menjelaskan mengapa pekerja shift malam,traveler mengalami gangguan tidur (sulit tidur, sulit tidur, atau gangguan fase tidur) hingga dapat mengalami kerontokan rambut kronis dan gejala kerontokan rambut lainnya.

5. Perubahan sirkulasi darah

COVID-19 telah dikaitkan dengan pembekuan darah dan masalah aliran darah. Darah yang mengalir ke kulit kepala juga penting untuk kesehatan kulit kepala dan rambut. Berkurangnya aliran darah ke folikel rambut, kan membuat rambut kuat sekalipun menjadi kelaparan (kekurangan nutrisi) yang mengakibatkan rambut rontok parah dalam jenis efluvium anagen, ujar William Gaunitz, WTS, ahli trikologi bersertifikat.

"Karena ketersediaan nutrisi penting tertentu seperti serum Fe (besi) dan ferritin ke rambut dapat berkurang selama virus aktif hingga menyebabkan kerontokan rambut parah. Sehingga jika sembuh dari sakit diperkirakan kerontokan rambut juga dapat sembuh," tambah Dr. Gaunitz.

6. Kepatuhan

Karena banyak rutinitas seperti kontrol ke dokter dan aktivitas fisik yang ditinggalkan selama lockdown, dan banyak yang mengabaikan strategi retensi rambut mereka.

 


Untuk mengatasi rambut rontok, lakukanlah hal-hal berikut ini.

rambut rontok (sumber: iStockphoto)

1. Rawat rambut dan kulit kepala Anda dengan sangat lembut. Hindari produk yang keras dan scrub kulit kepala.

2. Gunakan pengaturan panas rendah pada alat penata rambut Anda. Gunakan pengering rambut atau alat styling termal pada pengaturan panas terendah. Atau, jika memungkinkan, hentikan penggunaan alat styling atau pemanas Anda sama sekali. Panas yang berlebihan dapat merusak rambut.

3. Biarkan rambut tergerai. Jangan memakai kuncir kuda atau kepang ketat yang dapat membuat rambut dan kulit kepala Anda stres. Kuncir kuda yang ketat atau terlalu banyak ketegangan pada kulit kepala sebenarnya mendorong lebih banyak kerusakan rambut.

4. Makan makanan sehat. Makanan tinggi protein terkait dengan pertumbuhan rambut, misalnya telur, ikan, dan alpukat.

5. Pastikan Anda mendapatkan cukup vitamin D. Jika tidak, konsumsi suplemen. Anda dapat mengetahui apakah kadar vitamin D Anda terlalu rendah melalui tes darah. Cobalah untuk menghabiskan setidaknya 10 hingga 30 menit sehari berjemur di bawah sinar matahari beberapa hari dalam seminggu, saran Reynolds.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya