Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita aset yang diduga terkait tersangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.
Aset Nurhadi yang disita berupa lahan kebun sawit dan dokumen pendukung yang terletak di beberapa kecamatan di Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara.
Advertisement
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, penyitaan disaksikan oleh notaris/PPAT, perangkat desa setempat, pengelola sawit, dan pihak yang menguasai dan mengetahui terkait aset tersebut.
"Luas lahan kebun sawit yang dilakukan penyitaan kurang lebih sekitar 530,8 hektare," ujar Ali saat dikonfirmasi, Kamis (13/8/2020).
Ali mengatakan, di lahan kebun sawit tersebut telah dipasang papan penyitaan dari KPK. Lembaga antirasuah ini melarang siapapun memasuki area lahan dengan tujuan mengambil dan memanfaatkan hasil sawit untuk kepentingan pribadi.
"Sekalipun saat ini dalam penyitaan penyidik KPK, operasional perkebunan yang melibatkan masyarakat setempat masih tetap berjalan normal seperti biasa," kata Ali.
Diberitakan sebelumnya, KPK menyita lahan kelapa sawit terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) yang menjerat eks Sekretaris MA Nurhadi.
"Penyitaan barang bukti berupa dokumen-dokumen dan lahan kelapa sawit yang tersebar di beberapa kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Padang Lawas yang di duga terkait dengan tersangka NHD," ujar Ali dalam keterangannya, Rabu (12/8/2020).
Penyitaan ini dilakukan dengan koordinasi antara tim penyidik KPK dan Kepala Kejaksaan Negeri Padang Lawas, Sumatera Utara, Kristanti Yuni Purnawanti. Selain melakukan penyitaan, tim penyidik juga berkoordinasi dalam melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi.
"Koordinasi ini dilakukan dalam bentuk peminjaman ruang kerja sebagai tempat pemeriksaan saksi-saksi dalam rangka penyitaan dan juga bantuan pengamanan dari personil Kejaksaan Negeri Padang Lawas Sumatera Utara," kata Ali.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Temuan Aset Tak Wajar Nurhadi
Sementara itu, Berdasarkan data yang dihimpun ICW dan Lokataru selama ini, Nurhadi diduga memiliki kekayaan yang tidak wajar atau tidak berbanding lurus dengan penghasilan resminya. Patut diduga harta kekayaan tersebut diperoleh dari hasil tindak kejahatan korupsi.
Setidaknya ditemukan beberapa aset yang diduga milik Nurhadi, di antaranya tujuh aset tanah dan bangunan dengan nilai ratusan miliar rupiah, empat lahan usaha kelapa sawit, delapan badan hukum baik dalam bentuk PT maupun UD, 12 mobil mewah, dan 12 jam tangan mewah.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Sekretaris MA Nurhadi, Riezky Herbiono yang merupakan menantu Nurhadi, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT. MIT) Hiendra Soenjoto.
Hiendra dijerat sebagai pihak yang menyuap Nurhadi. Hiendra melalui Rezky Herbiono diduga memberi suap dan gratifikasi dengan nilai total mencapai Rp 46 miliar.
Tercatat ada tiga perkara sumber suap dan gratifikasi Nurhadi, pertama perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, kedua sengketa saham di PT MIT, dan ketiga gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Diketahui Rezky diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direkut PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu. Cek itu diterima saat mengurus perkara PT MIT vs PT KBN.
Ketiganya diketahui sempat menjadi buronan dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Selama kurang lebih empat bulan menghilang, Nurhadi dan Rezky akhirnya ditangkap tim penindakan KPK di sebuah rumah mewah di kawasan Simprug, Jakarta Selatan.
Tak ada perlawanan berat yang diterima tim penindakan dari Nurhadi dan Rezky. Tim hanya kesulitan untuk masuk ke dalam rumah tersebut lantaran pintunya digembok.
Tim awalnya berusaha masuk secara baik-baik dengan mengetuk pagar dan pintu rumah, namun tak ada itikad baik dari Nurhadi. Tim kemudian memutuskan untuk membobol pagar dan pintu rumah dengan disaksikan ketua RW setempat.
Nurhadi dan Rezky pun digelandang tim ke lembaga antirasuah untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sementara Hiendra hingga kini masih diburu tim penindakan KPK.
Advertisement