Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agama Fachrul Razi mengungkapkan alasan masuknya sertifikasi dan standar halal ke dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker). Langkah ini agar standar halal segera terwujud.
“Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tidak berjalan efektif karena memang pada waktu itu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) belum terbentuk, kemudian setelah terbentuk belum berfungsi,” kata Fachrul dalam penandatangan Nota Kesepahaman sertifikasi halal bagi usaha mikro dan kecil, di Kementerian Agama, Kamis (13/8/2020).
Advertisement
Ia pun menyebut proses sertifikasi terlalu lama yakni 93 hari, bahkan praktiknya bisa lebih dari waktu yang telah ditetapkan, dan ada juga yang tidak selesai-selesai. Karena pada saat itu UU Nomor 33 Tahun 2014 belum begitu jelas arahnya.
“Oleh sebab itu, kita sepakat untuk mengajukan ke Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Tapi sebelum itu kami sudah mulai mencoba untuk melakukan hal-hal yang terkait dengan Undang-Undang Cipta Kerja itu, yakni memaksimalkan BPJPH,” jelasnya.
Fachrul berharap meskipun kinerja BPJPH sudah dimaksimalkan, ia tetap menginginkan agar Lembaga pemeriksa kehalalan itu diperbanyak tidak hanya MUI saja, melainkan ormas-ormas Islam berbadan hukum, universita-universitas yang memiliki lab, dan Sucofindo, agar proses fatwa bisa lebih cepat.
“Kalau ini bisa dilaksanakan dengan baik, maka kecepatan akan berjalan seperti yang kita inginkan. Tapi dalam undang-undang ini masih menyebut 21 hari sebelumnya 93 hari. Alhamdulillah sudah cepat jadi 21 hari (proses sertifikasi halal),” ujarnya.
Namun, jika dibandingkan dengan negara tetangga Singapura masih jauh karena hanya 15 hari prosesnya. Kendati begitu, ia senang prosesnya menjadi 21 hari sehingga lebih cepat dibandingkan sebelumnya 93 hari yang dinilai sangat lambat.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan video pilihan berikut ini:
Teten Masduki: Sertifikasi Halal Bakal Tingkatkan Omzet UMKM
Sebelumnya, telah dilakukan penandatangan Nota Kesepahaman tentang Fasilitasi Sertifikasi Produk Halal Bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil antara Kementerian Koperasi dan UKM, dan 9 kementerian/lembaga lainnya, di Kementerian Agama, Kamis (13/8/2020). Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang memiliki sertifikasi halal, rata-rata pendapatannya mengalami kenaikan hingga 8,53 persen.
“Sebanyak 766 UMKM terfasilitasi sejak 2015-2019 dan dampak dari sertifikasi halal rata-rata terjadi kenaikan omzet 8,53 persen. Jadi memang sertifikasi ini memberikan keyakinan juga bahwa produk UMKM telah memenuhi standar halal,” kata Teten.
Ia berharap kerja sama ini akan memperkuat ketahanan UMKM dalam menghadapi penurunan daya beli, akibat pandemi Covid-19 yang mengakibatkan banyak UMKM sekarang gulung tikar.
Maka dari itu, dengan adanya efisiensi biaya sertifikasi bisa dicapai, terutama risiko terhadap kehalalan dan jaminan mutu kesehatan keamanan dan keselamatan produk UMKM.
Kata Teten, untuk mendukung kelancaran kegiatan usaha UMKM memang harus segera dilaksanakan percepatan dalam proses pendaftaran pemberlakuan tarif, dan kemudahan akses layanan melalui proses yang digitalisasi.
“Sehingga dapat mudah menyentuh pelaku UMKM di seluruh Tanah Air, sistemnya pun harus kita permudah,” ujarnya.
Lebih lanjut Teten menjelaskan, dalam nota kesepahaman ini disepakati beberapa hal berupa kemudahan maupun fasilitas sertifikasi halal. Selain itu, juga pemberlakuan tarif khusus afirmasi yaitu 0 rupiah dengan kriteria omzet di bawah Rp 1 miliar.
“Saya kira kebijakan afirmasi ini akan disambut meriah oleh pelaku usaha kecil menengah, karena industri menengah juga ingin ikut standarisasi termasuk sertifikat halal. Cuman karena memang mereka ini membutuhkan proteksi dan afirmasi sehingga kebijakan nol rupiah ini akan menggembirakan bagi UMKM,” ungkapnya.
Teten menambahkan, UMKM perlu sertifikasi produk halal untuk mempercepat kesiapan UMKM dalam mengakses pasar pengadaan barang dan jasa di LKPP, maupun akses pasar lainnya.
“Saat ini ada Rp 321 triliun alokasi belanja pemerintah untuk 2020, yang memang oleh Pak Presiden diprioritaskan untuk produk UMKM termasuk makanan minuman di kementerian dan lembaga. Saya ingin berterima kasih setinggi-tingginya untuk pak Kementerian Agama untuk inisiatif ini,” pungkasnya.
Advertisement