Dihantam Covid-19, Petani Belum Mampu Beli Pupuk Nonsubsidi

Para petani di berbagai wilayah Indonesia tengah dipusingkan dengan langkanya pupuk subsidi di pasaran

oleh Athika Rahma diperbarui 13 Agu 2020, 20:15 WIB
Herman Widiono mengatakan untuk pengiriman pupuk bersubsidi dari distributor ke kios, hingga kelompok tani masih sesuai prosedur.

Liputan6.com, Jakarta - Para petani di berbagai wilayah Indonesia tengah dipusingkan dengan langkanya pupuk subsidi di pasaran. Padahal, mereka tengah menghadapi masa tanam 2.

Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat Otong Wiranta mengaku, sulitnya petani mendapatkan pupuk subsidi ini lantara kuota di berbagai wilayah sudah habis.

Dijelaskannya, sebenarnya stok pupuk subsidi di produsen saat ini masih tersedia. Hanya saja, mengingat kuota pupuk subsidi di wilayah Jawa Barat pada tahun ini hanya 388 ribu ton, maka stok tersebut tidak bisa didistribusikan.

"Rata-rata alokasi yang sudah ditetapkan itu sekarang distribusinya sudah 95 persen. Bahkan di beberapa daerah sudah habis, seperti di Bekasi, Subang dan Indramayu," ucap dia kepada wartawan, Kamis (13/8/2020).

Saat ini KTNA sudah mengajukan surat ke Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat untuk mengusulkan penambahan kuota pupuk subsidi. Karena jika tidak, mau tidak mau petani menggunakan pupuk non subsidi.

Perlu diketahui, pupuk subsidi saat ini dijual dengan harga Rp 180 ribu per kuintal. Sementara pupuk nonsubsidi sendiri di kios distributor dibandrol sekitar Rp 600 ribu.

"Karena disparitas harga yang tinggi ini, kalau petani 100 persen gunakan pupuk nonsubsidi, daya beli petani belum bisa jangkau untuk itu. Apalagi sekarang serba susah gara-gara Corona," ucap dia.

Dia meminta kepada pemerintah untuk tidak menganggap remeh persoalan pupuk ini. Sektor pertanian, kata dia, terbukti menjadi sektor yang tumbuh cukup tinggi di tengah hantaman Covid-19. Sektor ini juga yang menjadi penggerak utama ekonomi Indonesia.

"Untuk itu, pemerintah harus hargai petani," pungkas dia.

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Alokasi Pupuk Subsidi Habis, Produktivitas Petani Terancam Turun

Petani menunjukkan padi hasil panen di persawahan kawasan Rorotan, Jakarta, Kamis (30/7/2020). Untuk hasil panen, petani di Rorotan biasanya langsung menjual ke tengkulak yang memiliki pabrik tidak jauh dari lokasi sebelum akhirnya dipasarkan ke toko-toko di Jakarta. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sejumlah petani di beberapa wilayah Indonesia mulai mengeluhkan langkanya pupuk subsidi di pasaran. Bukan karena pasokan tidak ada, melainkan kuota pupuk subsidi yang bisa diedarkan mulai menipis.

Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan Jawa Barat Otong Wiranta mengungkapkan, saat ini, untuk wilayahnya saja distribusi pupuk subsidi sudah mencapai 95 persen. Padahal petani tengah menghadapi musim tanam 2.

Kami sebagai petani saat ini sedang masuk ke musim tanam 2. Di daerah Pantura terutama, dari Bekasi sampai ke Cirebon. Akhir-akhir ini agak pusing, banyak petani yang ngeluh pupuk subsidi susah. Saya konfirmasi ke kios distributor memang alokasinya sudah habis," kata dia kepada wartawan, Kamis (13/8/2020).

Untuk wilayah Jawa Barat sendiri, dijelaskannya, alokasi pupuk subsidi tahun ini sebesar 388 ribu ton. Jumlah ini turun drastis jika dibandingkan alokasi tahun sebelumnya yang berada di kisaran 480-500 ribu ton.

Sebenarnya, kata dia, sejak awal tahun, pihaknya sudah menyurati pemerintah provinsi untuk kekurangan pupuk subsidi ini. Sudah diperkirakan, dengan besaran kuota 388 ribu, alokasi akan habis di September 2020.

Untuk itu, saat ini KTNA sudah mengajukan surat penambahan kuota pupuk subsidi sekitar 100 ribu ton. Terlebih, yang sulit didapatkan petani saat ini adalah pupuk jenis Urea.

"Yang kritis itu di Subang, Bekasi, Indramayu. Padahal Jawa Barat menjadi salah satu provinsi penyumbang beras terbesar di Indonesia," tegas dia.

Jika dihadapkan kemungkinan terburuk, dimana di kios distributor hanya menjual pupuk nonsubsidi, dia memastikan akan mempengaruhi produktivitas petani.

"Petani tetap lakukan pemupukan tapi mungkin dosisnya tidak sesuai anjuran. Jadi ujung-ujungnya mempengaruhi produksi," tutup dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya