Liputan6.com, Jakarta Pernyataan kontroversial Jerinx SID terkait IDI kacung WHO berbuntut panjang. Ia diperiksa polisi dan kini ditahan. Jerinx SID dibidik dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sejumlah pihak buka suara terkait penahanan Jerinx SID. Salah satunya, sahabat sekaligus manager awal SID, Rudolf Dethu. Ia membuat pernyataan sikap di akun Facebook.
Baca Juga
Advertisement
Tangkapan layar status teks Rudolf Dethu terkait penahanan Jerinx SID diunggah Adib Hidayat di akun Twitter terverifikasi miliknya, Kamis (13/8/2020) dan ramai dikomentari warganet.
Jerinx Memang Salah
“Bagi saya, JRX memang salah. Pada isu Covid-19 ia agak terlalu kalap menggaungkan ide kebenaran versi dia. Malah cenderung satu arah dan ofensif kepada pihak yang tak satu suara dengannya,” Rudolf Dethu memulai pernyataan.
Beberapa orang menganggap aksi Jerinx JRX bagian dari praktik demokrasi dan kemerdekaan berbicara. Bagi Rudolf, ini kurang pas. “Sebab JRX agak keluar koridor, sedikit terpeleset dari khitah demokrasi,” ia beralasan.
Advertisement
Kebebasan Berbicara
Dalam pandangan Rudolf Dethu, Jerinx SID memproduksi serbaneka ujaran kebencian serta gerak merisak. Itu bukan bagian dari kebebasan berbicara. Itu perbuatan zalim, cenderung barbar.
Lebih lanjut, Rudolf Dethu menganggap perbuatan Jerinx SID khianat terhadap kesepakatan masyarakat madani, sesama orang beradab, yang menjunjung tinggi etika sosial.
Madani Beradab
“Nah, menurut saya, madani-beradab ini juga merupakan faktor hakiki bin signifikan dalam mengelola masalah JRX vs IDI. Bahwa tidak tepat mengganjar JRX dengan bui hanya karena kebisingan yang diciptakannya,” ulasnya.
Ibarat murid mengambil spidol tanpa ijin di ruang tata usaha, ketika tertangkap basah hukuman yang diterima adalah dipecat dari sekolah. Hukuman itu, kata Rudolf Dethu, jauh dari rasa keadilan.
Advertisement
Undang-undang Lancung
“Apalagi dalam konteks JRX menggunakan perangkat hukum pasal 27 ayat 3 UU ITE (baca: pasal karet) yang mengancam keberlangsungan demokrasi,” Rudolf Dethu menyambung. Siapapun bisa saja menjadi korban berikutnya dari UU ITE yang anti-kritik tersebut.
“IDI adalah kumpulan kaum intelektual, menggunakan undang-undang lancung dan dusta demokrasi bagi saya kok janggal ya, pijar cerdik cendekia yang membalut IDI malah jadi agak pudar. Pardon my French,” pungkasnya.