Liputan6.com, Jakarta - Perpustakaan Nasional dan seluruh perpustakaan di Indonesia merupakan bagian penting dari SDM yang dicanangkan pemerintah. Salah satu upayanya ialah peningkatan indeks literasi masyarakat. Peningkatan literasi mutlak memerlukan pembudayaan gemar membaca. Ketersediaan bahan bacaan, akses dan layanan bahan bacaan, serta transformasi pengetahuan harus diperkuat melalui perpustakaan.
Untuk itu, agar membaca dan perpustakaan menjadi bagian hidup sehari-hari masyarakat diperlukan peningkatan kualitas fasilitas layanan perpustakaan dengan memanfaatkan dukungan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan Subbidang Perpustakaan yang berasal dari APBN.
Pemerintah melalui Perpustakaan Nasional sudah memodernisasi fasilitas layanan perpustakaan, namun tidak demikian pada sebagian besar perpustakaan di daerah. Maka, sejak tahun 2018 mulai dibahas dan dialokasikan di tahun 2019 Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan Subbidang Perpustakaan untuk mendorong peran daerah di dalam peningkatan budaya baca dan literasi masyarakat.
Modernisasi layanan ini sangat mendukung transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial. Dengan kegiatan ini perpustakaan berhasil menjadi ruang publik untuk berbagi pengalaman, belajar secara kontekstual dan berlatih keterampilan dan kecakapan kerja bagi masyarakat setempat.
Baca Juga
Advertisement
Implementasi modernisasi fasilitas layanan perpustakaan di daerah berupa pembangunan gedung fasilitas layanan perpustakaan di 12 provinsi, kabupaten dan kota, rehabilitasi gedung fasilitas layanan perpustakaan melalui renovasi dan perluasan ruang layanan di 67 perpustakaan umum, pengadaan perangkat TIK untuk menunjang layanan di 69 perpustakaan, pengadaan perabot layanan di 49 perpustakaan serta penambahan koleksi di 170 perpustakaan umum di daerah.
Direktur Dana Transfer Khusus Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan, Putut Hari Satyaka mengatakan hal itu dilakukan guna membangun sekaligus meningkatkan literasi masyarakat dengan menggiatkan gemar membaca melalui layanan perpustakaan.
“Maka sejak 2018 mulai dibahas dan dialokasikan 2019 untuk mendorong peran perpustakaan daerah karena Perpustakaan Nasional (Perpusnas) sudah bagus. DAK fisik perpustakaan pengalokasian tahun anggaran 2019 totalnya mencapai Rp300 miliar,” jelas Putut.
Namun diakui tahap pertama DAK itu tak mudah karena harus diusulkan daerah, agar memiliki ownership dan adanya penilaian. Alhasil usulan dari daerah sangat banyak usulan dan Kemenkeu harus memilah mana yang paling perlu. Begitu juga pada tahun 2020 alokasinya ditingkatkan Rp150 miliar. Sayangnya karena ada pandemi covid-19, program DAK ini dihentikan dan hanya Rp74 miliar yang tersisa bisa terus berjalan.
Menurutnya, di awal tahun 2020 penyerapannya belum memuaskan karena baru 80 persen yang tereksekusi oleh daerah. Ada ketidaksiapan daerah di beberapa tempat. Hal ini diperparah dengan adanya covid sehingga timbul kebijakan pendanaan pengadaaan barang jasa seluruh DAK dihentikan pada 27 Maret 2020 lalu, namun yang sudah ada kontrak hingga 27 Maret tetap dilanjutkan. Sementara yang belum, dihentikan. Jadi terhitung hanya 19 daerah saja yang berlanjut.
“Proyek perpustakaan ini dikerjakan pihak Pemda karena kami dari Kemenkeu hanya sebagai penyedia dana dan mentransfer. Tapi sebelum itu ada pembahasan rencana penganggaran dan alokasi anggaran yang luar biasa alot, selain memakai mekanisme usulan dari daerah, pengalokasian DAK dibahas antarKementerian dan Lembaga, yakni Bappenas, Kemendagri, Bappenas, Perpusnas bahkan DPR” urainya.
“Sejak Februari lalu untuk alokasi 2020 kita sudah mulai dari dengan perencanaan. Kita mendasari pada evaluasi tahun berjalan dan sebelumnya apa saja yang mau diprioritaskan. Masuklah perpustakaan, kemudian di Bappenas dan kita lakukan evaluasi, baru ditetapkan dana yang dibutuhkan berapa ada pagu indikasi,” tambah dia.
Terdapat 4 lembaga yakni Perpusnas, Bapenas, Kemenkeu dan Kemendagri lakukan harmonisasi dan sikronisasi anggaran untuk pembahasan dengan pihak DPR untuk disetujui dan ditetapkan menjadi UU APBN dan dituangkan dalam Keppres sebagai rincian APBN.
Di awal 2020, lanjut Putut, ini menunya ada renovasi atau perluasan gedung, fisiknya. bahkan ada beberapa daerah karena belum ada perpustakaan jadi membangun dari awal yang nilainya Rp8-10 miliar untuk 1 gedung perpustakaan baru. Ada juga pengadaaan rak buku, teknologi informasi (digital library), serta buku-buku baik cetak maupun digital untuk perpustakaan daerah.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Pengawasan
Secara keseluruhan pada saat melakukan perencanaan dan ketemu usulan, maka langkah harmoniasasi sinkronisasi oleh K/L, Bappenas, Kemenkeu, dan DPR, masih ada 1 langkah lagi sebelum dieksekusi daerah yakni usulan tersebut harus ada rencana kegiatan (RK) yang harus ditandatangani oleh pimpinan daerah sebagai bentuk perwakilan dan bentuknya tak boleh diganti-ganti lagi.
“Pada saat RK menjadi dokumen pencairan tahap 1, ini menjamin kegiatan. Kedua kontraknya harus jadi dahulu. Kita tak akan transfer dan tak ingin uangnya melayang-layang. Dokumen kontrak disandingkan dan untuk disesuaikan benarkah nilainya tak melebihi. Setelah itu terjawab baru Kemenkeu transfer dana sebesar 25 % dari total yang disetujui. Berikutnya akan ditransfer kembali tahap kedua sebesar 45 % saat penyerapannya tahap pertama sudah mencapai 75% dengan melampirkan adanya bukti SP2D (surat perintah pencairan dana),” ungkapnya.
Namun ada syarat kedua yang harus dipenuhi yakni foto bukti pembangunan (misal pondasi) sebagai mekanisme kontrolnya. Selain itu kemenkeu juga lakukan monitoring evaluasi oleh pihak Perpusnas. Namun kalau dinilai ada yang tak beres, maka BPKP akan lakukan pemeriksaaan.
Setelah itu transfer tahap ketiga atau terakhir (30 persen) bisa dilakukan berdasarkan laporan yang mencapai 70 persen untuk penyelesaian pekerjaan. Namun kontrak itu pun batas waktu tenggatnya, sebagai upaya mendorong percepatan penyerapan anggaran.
Saat ini Kemenekeu tengah memproses usulan daerah yang masuk hingga 3 Juli 2020 yang lalu. Perpusnas dan Bappenas pun sudah melakukan penilaian hingga 3 Agustus dan bersama Kemenkeu lakukan uji harmonisasi dan sinkronisasi.
Hasilnya, di tahun 2019 dengan dana alokasi Rp300 miliar, menyetujui 226 daerah dari 400 daerah yang mengajukan untuk fisik pembangunan baru dan renovasi. Sementara di tahun 2020 hanya Rp74,3 miliar untuk 19 daerah.
“Daerah yang usulannya tidak disetujui dikarenakan proposal tak penuhi kualifikasi yakni dokumen tanahnya bermasalah atau lembaganya belum terbentuk (dinas perpustakaan),” terangnya.
Putut berharap DAK fisik ini adalah Perpusnas sebagai pengampu, pengawas dan monitoring evaluasi bersama Perpustakaan daerah disiplin dalam menguji tenggat waktu dan pelaksanaan harus tepat, jangan sampai terbengkalai karena proses ini cukup panjang dan bisa diundur ke tahun berikutnya bila prosesnya melambat.
“Pemerintah berharap masyarakat luas khususnya daerah melek informasi teknologi dan jangan seperti dinosaurus yang tak mau berubah. Perpusnas harus melakukan penetrisasi digitalisasi sampai ke tingkat desa-desa, baik dari sisi bangunan, buku fisik dan buku digital juga difokus pengembangannya, tingkatkan literasi, karena saat ini masih rendah. Misal bisa membaca tapi tak mengerti apa yang dibaca,” ucapnya.
Advertisement