Liputan6.com, Agam - Danau Maninjau, Kabupaten Agam Sumatera Barat selalu menawarkan pesona nan memukau. Panorama alamnya membuat takjub setiap orang yang berkunjung ke salah satu destinasi wisata Ranah Minang itu.
Selain pesona alamnya, Danau Maninjau juga menyuguhkan kuliner khas, yaitu olahan rinuak. Rinuak adalah ikan berukuran sangat kecil yang merupakan endemik Danau Maninjau.
Ikan rinuak memiliki bentuk yang sangat kecil, berwarna putih kekuningan, mirip seperti ikan teri Medan. Rinuak sangat istimewa, karena hanya bisa hidup di Danau Maninjau.
Jika Anda kebetulan sedang berada di Sumatera Barat, jangan lupa berburu ikan rinuak atau olahannya yang sangat mudah ditemui di tepian Danau Maninjau.
Baca Juga
Advertisement
Rinuak biasanya diolah menjadi panganan khas daerah setempat, seperi palai atau pepes rinuak, bakwan rinuak dan dendeng rinuak.
Palai rinuak sangat cocok jika dimakan bersama nasi putih hangat. Apalagi disantap di tepian danau, tentu menambah nikmatnya makan sembari menyaksikan panorama alam Maninjau.
Olahan lain yang menjadi andalan penjual rinuak adalah, dendeng rinuak. Panganan ini bisa dijumpai di jalan tepian Danau Maninjau. Tentu dengan bahan yang masih segar.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Geliat Bisnis Olahan Rinuak Saat Pandemi
Olahan ikan rinuak juga banyak dilirik sebagai salah satu usaha yang cukup menjanjikan. Kuliner ini diminati masyarakat dan wisatawan karena rasanya gurih nan lezat.
Di tengah mewabahnya Covid-19, pelaku usaha yang menjual olahan Rinuak, tak gentar menghadapi dampak dari pandemi tersebut. Mereka tetap eksis memasarkan produknya secara dalam jaringan atau online.
Salah satunya, Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) dengan merek dagang Bagonjong. UMKM ini mampu mengolah sekitar lima kilogram dendeng rinuak setiap hari.
"Jika dikatakan tidak terdampak sama sekali oleh pandemi, ya tidak seperti itu juga, tentu ada dampaknya," kata pemilik UMKM Bagonjong, Fitria Amrina.
Secara keseluruhan, UMKM yang dibangunnya itu masih bisa berproduksi setiap hari demi memenuhi permintaan pasar.
Saat ini permintaan pasar terhadap dendeng rinuak masih terbilang tinggi. Dalam sehari, rata-rata Fitria mampu memproduksi 40 bungkus dendeng rinuak seberat 100 gram.
"40 kemasan itu diolah dari lima kilogram rinuak, yang memakan waktu produksi kurang lebih delapan jam," jelasnya.
Saat ini, Fitria mematok harga Rp18 ribu per 100 gram dendeng rinuak, untuk pasaran lokal Kabupaten Agam dan sekitarnya. Harga tersebut akan berubah untuk pasar di luar daerah, tergantung daerah pemesan karena ongkos kirimnya berbeda-beda.
Ia mengakui ketika pandemi Covid-19 mulai mewabah, produksi dendeng rinuak yang dirintisnya sejak tiga tahun lalu mengalami pasang surut. Namun, terhitung sejak Ramadan 2020 produksi dendengnya kembali menggeliat.
Soal pemasaran, ia mengaku cenderung lebih melirik sistem online. Selain itu dirinya juga memaksimalkan jaringan dagang yang sudah terbentuk.
Advertisement