Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan rasa optimisnya terhadap kerja sama internasional. Ia yakin hubungan antar-negara tetap kokoh meski diterpa pandemi COVID-19.
Hal itu disampaikan Menlu Retno pada diskusi untuk memperingati 75 tahun terbentuknya PBB serta Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-75. Acara ini menghadirkan Menlu Retno sebagai pembicara kunci, serta Sekretaris Eksekutif UNESCAP (Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia Pasifik).
Advertisement
“Pandemi tidak boleh membawa kemunduran pada kerjasama internasional, melainkan harus menjadi momentum bagi dunia untuk memajukan solidaritas dan persatuan,” demikian ditegaskan Menlu RI, Retno Marsudi, pada diskusi virtual dengan tema The Future We Want, The UN We Need: Refleksi Kritis 75 Tahun PBB dalam Menghadapi Tantangan Global seperti dilansir Jumat (14/8/2020).
“Di tengah pandemi COVID-19, tuntutan atas relevansi dan peran PBB akan semakin besar,” demikian diutarakan Menlu Retno. “Kerja PBB harus berorientasi pada hasil konkrit, dan membawa manfaat nyata yang dapat dirasakan oleh masyarakat internasional”.
Menlu Retno mendorong PBB untuk mendukung upaya masyarakat internasional dalam mitigasi pandemi serta dampak ekonomi dan sosial, termasuk akses terhadap obat-obatan dan vaksin untuk semua. Upaya ini harus dilakukan dalam jangka pendek. Sementara untuk jangka panjang, PBB harus memperbaiki global health governance termasuk upaya prevensi terhadap pandemi di masa depan.
Menlu RI juga menggarisbawahi pandangan Indonesia bahwa pandemi COVID-19 tidak boleh mengurangi perhatian dunia kepada isu perdamaian. Karenanya, bagi Presidensi Indonesia pada Dewan Keamanan PBB di bulan Agustus 2020 ini, Indonesia mengambil tema “Advancing Sustainable Peace”.
“Melalui upaya Indonesia, untuk pertama kalinya DK PBB membahas secara komprehensif masalah pandemi dan perdamaian. Ini adalah wujud dari Diplomasi Damai Indonesia di masa pandemi,” demikian tutup Menlu Retno.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Peran PBB
Diskusi juga menghadirkan Executive Secretary of UN Economic and Social Commission for Asia and Pacific (UNESCAP), Prof. Armida Alisjahbana, yang memberikan special lecture.
Armida menguraikan tentang penggunaan mekanisme yang inklusif dan berdaya tahan di kawasan Asia Pasifik, dan memaparkan berbagai bentuk upaya PBB mendukung negara-negara anggota dalam mengatasi berbagai tantangan pembangunan, termasuk pandemi, serta membangun kembali dengan lebih baik.
Pembicara lain dari PBB adalah Koordinator Badan-Badan PBB yang memiliki Perwakilan di Indonesia, atau UN Resident Coordinator ad interim Indonesia (UNRC), Niels Scott. Ia menyampaikan komitmen PBB untuk selalu meningkatkan kinerja dan menjalankan reformasi yang berkesinambungan, yang dimulai dengan mendengarkan suara critical dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk generasi muda.
PBB harus bekerja keras untuk berikan makna terhadap pembukaan Piagam PBB yang berbunyi ”we the peoples”.
Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral, Kementerian Luar Negeri, Febrian Alphyanto Ruddyard, yang menjadi salah satu pembicara, menyampaikan besarnya ekspektasi dunia agar PBB memimpin penggalangan solidaritas global dalam merespon pandemi sebagai tantangan terbesar yang dihadapi dunia sejak perang dunia kedua.
Untuk itu, PBB perlu melakukan self assessment atas hal-hal yang dilakukannya dengan efektif, serta hal-hal yang memerlukan peningkatan.
Guru Besar Universitas Pelita Harapan, Prof. Aleksius Jemadu, dan Head of International Relations Department, CSIS Indonesia, Dr. Shafiah F. Muhibat, selaku ahli dalam diskusi menegaskan bahwa meskipun belum semua tujuan PBB tercapai, organisasi ini masih sangat dibutuhkan, sehingga reformasi untuk meningkatkan peran dan efektivitasnya sangat diperlukan.
Diskusi ini diharapkan dapat memperkaya diskusi dan masukan tentang bagaimana PBB dan Indonesia dapat meningkatkan peran dalam menghadapi berbagai tantangan global, dan bagaimana mewujudkan suatu sistem multilateral yang responsif dan memberikan manfaat untuk semua.
Advertisement