Jejak Tsunami 10 Meter yang Memorakporandakan Mapaga Donggala 1968

Sebuah pameran pengingat bencana gempa dan tsunami dahsyat yang terjadi 52 tahun lalu di Donggala digelar sekelompok mahasiswa IAIN Palu di lokasi terparah terdampak bencana puluhan tahun lalu itu.

oleh Heri Susanto diperbarui 16 Agu 2020, 00:00 WIB
Sejumlah warga melihat display foto bencana yang terjadi pada 1968 di desa mereka saat digelat pameran kebencanaan di Desa Labean, Donggala, Jumat (14/8/2020). (Foto: Jefrianto)

Liputan6.com, Donggala - Sebuah pameran pengingat bencana gempa dan tsunami dahsyat yang terjadi 52 tahun lalu di Donggala digelar sekelompok mahasiswa IAIN Palu di lokasi terparah terdampak bencana puluhan tahun lalu itu.

Pameran itu salah satunya digelar dengan memajang foto-foto dokumentasi dan laporan bencana yang memorakporandakan Donggala puluhan tahun silam itu. Foto-foto, seperti dampak kerusakan dan kliping koran berbahasa Belanda membuka memori warga.

Seperti menilas masa lampau, lokasi pameran yang dipilih yakni di pelelangan ikan, Dusun Mapaga, Desa Labean, Kecamatan Balaesang, Kabupaten Donggala. Lokasi yang dulu terdampak parah.

"Kami sengaja melaksanakan pameran di momen 52 tahun bencana tsunami 1968 tersebut. Mapaga salah satu wilayah yang terdampak parah bencana tersebut," Ketua HMJ SPI IAIN Palu, Iin Dzulfaizah mengatakan, Jumat (14/8/2020).

Selain pameran selama tiga hari, diskusi bersama warga terkait sejarah kebencanaan di desa itu dan mitigasi dari potensi bencana serupa juga digelar. Beberapa di antara warga yang datang terdapat pula saksi sejarah bencana alam itu.

Bagi para tetua di desa itu, peringatan bencana tsunami yang terjadi pada 15 Agustus 1968 tersebut semacam sebuah refleksi.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:


Tentang Gempa dan Tsunami Mapaga

Sejumlah warga melihat display foto bencana yang terjadi pada 1968 di desa mereka saat digelat pameran kebencanaan di Desa Labean, Donggala, Jumat (14/8/2020). (Foto: Jefrianto)

Sementara bagi generasi setelah mereka, itu jadi seperti mitigasi literal untuk mewawas diri dari potensi berulangnya bencana itu.

"Kami harapkan kegiatan seperti ini dapat dilaksanakan secara berkelanjutan, dan dapat dimanfaatkan oleh warga sebagai sarana untuk menambah pengetahuan soal kebencanaan," Kepala Desa Labean, Moh. Djamil, mengapresiasi peringatan itu.

Jefrianto, pegiat sejarah lokal Sulteng menuturkan, tsunami yang melanda Mapaga di Teluk Tambu 52 tahun lalu itu diawali dengan gempa berkekuatan 7,2 SR. Gempa itu memicu gelombang tsunami dengan tinggi mencapai 10 meter.

Selain Mapaga di Desa Labean, wilayah lain yang terdampak bencana kala itu yakni Kecamatan Dampelas dan Sojol, Pantai Barat Donggala. 160 orang meninggal dunia, 40 hilang, dan sebanyak 790 rumah penduduk tersapu tsunami.

Bagi Jefri peringatan bencana itu penting sebagai pengingat terutama bagi generasi sekarang yang lahir setelah peristiwa itu, betapa potensi bencana di Sulawesi Tengah terbilang tinggi berdasarkan literatur yang ada.

Terlebih bencana serupa dengan korban ribuan orang juga pernah melanda Palu dan Donggala di Tahun 2018 lalu.

“Pameran dan peringatan 52 tahun tsunami Mapaga ini bisa momen membangun kewaspadaan bencana yang ada. Terutama bagaimana menghadapi bencana dengan pengetahuan lokal dan memori kebencanaan yang pernah terjadi,” pegiat sejarah lokal Sulteng, Jefrianto mengingatkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya