Liputan6.com, Jakarta Badan Pengembangan SDM Perhubungan (BPSDM) pada Kementrian Perhubungan meminta kepada sekolah vokasi bidang perhubungan, seperti sekolah penerbangan, untuk bisa mensinergikan antara aturan internasional dengan Undang-undang yang disusun Kementerian Pendidikan.
Kepala Badan Pengembangan SDM Perhubungan (BPSDM) pada Kementrian Perhubungan Ir. Sugihardjo mengatakan, sekolah vokasi terutama penerbangan di Indonesia, harus memiliki sertifikasi internasional. Sehingga dampak ke depannya, untuk lulusannya bisa berkarir di dalam dan juga luar negeri.
Advertisement
"Kalau di dalam negeri lapangan kerjanya terbatas, dia bisa bawa sertifikasi penerbangan berstandar internasionalnya untuk berkarir di luar negeri, jadi tidak hanya terbatas," ujar Sugihardjo, Sabtu (15/8/2020).
Lalu keuntungan lainnya, sekolah dalam negeri yang bersertifikasi internasional, bisa menggaet siswa dari luar negeri. Keuntungannya, sekolah di Indonesia harganya jauh lebih bersaing dibandingkan dengan sekolah vokasi penerbangan di negera tetangga Asia lainnya.
Tinggal bagaiamana, lanjut Sugihardjo, menyingkronkan kompetensi dan aturan pendidikan bersertifikat internasional dengan aturan pendidikan Kementerian Pendidikan.
"Jadi kalau lulusan penerbangan tidak ingin berkarir sesuai bidangnya, namun mau masuk sebagai dosen ataupun ke pemerintahan, ijasahnya masih bisa dipakai sesuai kompetensinya," kata Sugihardjo.
Lalu, sertifikasi yang perlu diperhatikan dalam menciptakan sekolah yang mampu bersaing dengan negara tetangga, harus mengacu pada aturan sertifikasi internasional, seperti ICAO, IATA dan IMO.
Perbaikan Kurikulum
Sementara, di tengah pandemi yang segala sesuatunya dilakukan secara virtual dan mengandalkan teknologi, Badan Pengembangan SDM Perhubungan (BPSDM) pada Kementrian Perhubungan merasa perlu adanya upgrade kurikulum pendidikan.
"Songkroninasi, tenaga dosen. Dengan pandemi covid ini, dunia semua go digital, sarana trans full digital, data juga pakai big data. Kalo dunianya seperti itu, maka di kampus harus menyiapkan kurikulumnya," tutur Sugihardjo.
Jangan sampai situasinya, kurikulum sudah ada, namun pengajarnya malah tidak mengerti bagaimana cara mengajarnya, sehingga harus merekrut dari luar sekolah vokasi tersebut. Sehingga lebih baik, diajari dari awal, kemudian bisa dipraktekan ketika lulusan tersebut mau menjadi dosen.
Sementara itu, Kapusbang SDM Perhubungan Udara Hery Sudarmaji menambahkan, PPI Curug pada tahun ini tak menerima taruna penerbangan dalam mengantisipasi terjadinya kelebihan pilot. Hal ini bagian dari antisipasi terkait COVID-19 yang masih terjadi.
"Kita fokuskan yang ada saat ini sekitar 300 untuk mendapatkan pekerjaan melalui program yang kita siapkan di Banyuwangi," ujarnya.
Advertisement