Hantu Karhutla di 7 Desa Program Restorasi Gambut Jambi

Investigasi tim Jaringan Masyarakat Gambut Jambi (JMG-J) menemukan puluhan sekat kanal dan sumur bor di tujuh desa di Jambi yang menjadi program restorasi gambut itu tak berfungsi.

oleh Gresi Plasmanto diperbarui 17 Agu 2020, 10:00 WIB
Kondisi sekat kanal yang dibangun di Desa Gedong Karya, Kumpeh, Muaro Jambi, rusak. Jaringan Masyarakat Gambut Jambi menemukan belasan infrastruktur pembasahan gambut tak berfungsi. (Liputan6.com/dok JMG-J)

Liputan6.com, Jambi - Sebanyak tujuh Desa Peduli Gambut (DPG) di dua kabupaten di Provinsi Jambi, yang masuk program wilayah prioritas restorasi gambut Badan Restorasi Gambut (BRG) masih rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) pada musim kemarau tahun ini.

Desa peduli gambut yang masih rawan terjadi kebakaran itu diketahui berdasarkan hasil laporan investigasi yang dilakukan Jaringan Masyarakat Gambut Jambi (JMG-J). Hasil investigasi, tim menemukan puluhan infrastruktur pembasahan gambut yang dibangun di lokasi tujuh DPG itu mengalami kerusakan dan tak berfungsi.

"Masih sangat rawan dan berpotensi terjadi Karhutla, kami menemukan puluhan sekat kanal rusak dan sumur bor tidak berfungsi, tanpa ada perbaikan," kata Sekjen JMG-J, Sulaiman kepada Liputan6.com, Minggu (16/8/2020).

Menurut Sulaiman, dengan kondisi temuan itu, jika infrastruktur pembasahan gambut tidak segera diperbaiki, maka kemungkinan besar lahan gambut di sekitar desa-desa tersebut berpeluang besar terjadi kebakaran.

Dalam tabulasi data yang dirangkum JMG-J, BRG membangun 63 sekat kanal dan 280 sumur bor yang tersebar di wilayah tujuh desa tersebut. Namun kenyataannya implementasi pembangunan infrastruktur pembasahan gambut di area restorasi di desa-desa itu kata Sulaiman, yang terjadi di lapangan tidak relevan.

"Bahan baku untuk buat sekat kanal kualitas rendah sehingga bentuk fisiknya cepat rusak, kemudian banyak sumur bor sudah ditutupi rumput. Banyak sekat kanal kering, spriwil tergantung dan fungsinya kurang maksimal," kata Sulai, sapaan akrab Sulaiman.

Sulaiman membeberkan, tujuh desa peduli gambut program restorasi itu di antaranya Desa Tanjung, Jebus, Gedong Karya, dan Sungai Aur di Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi. Desa tersebut berada di lanskap kesatuan hidrologis gambut (KHG) Sungai Batanghari-Air Hitam Laut.

Kemudian Desa Catur Rahayu, Koto Kandis Dendang, dan Jati Mulyo di Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjungjabung Timur. Desa ini berada di KHG Sungai Batanghari-Mendahara.

Sulaiman mengatakan ketujuh desa ini masuk di wilayah prioritas areal restorasi gambut yang menjadi program BRG. Program yang disebut DPG ini didanai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dengan kegiatan meliputi pembasahan gambut (rewetting), penanaman (revegetasi) dan pemberdayaan masyarakat (revitalisasi ekonomi).

"Upaya pemulihan daya dukung pemulihan sosial ekonomi masyarakat yang telah dibentuk tidak semua berhasil mengembangkan program, kami melihat belum ada sinergitas yang dibangun antara BRG dengan pemerintah desa," ujar Sulaiman.

"Yang menarik adalah tidak ada berita acara serah terima sekat kanal dan sumur bor antara BRG dengan Pemdes, sehingga tidak ada perawatan," sambung Sulaiman.

Sementara itu, Deputi III Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan BRG, Myrna A Safitri mengatakan, pihaknya telah mendata infrastruktur pembasahan gambut (IPG) untuk pemeliharaan. Begitu pula dengan pendataan terhadap IPG yang rusak.

"Kami mendata IPG untuk melakukan pemeliharaan pada IPG yang rusak. Serah terima ada proses yang panjang karena ini terkait aset," ujar Myrna ketika dihubungi dari Jambi.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:


Kebakaran Berulang

Seorang anak mengenakan masker saat bermain di lokasi lahan perusahaan bekas kebakaran hutan di wilayah Kumpeh, Muaro Jambi. Foto diambil tahun 2019. (Liputan6.com / Gresi Plasmanto)

Tak hanya masih berpotensi terjadi Karhutla, desa-desa yang diintervensi program restorasi gambut itu, kata Sulaiman, juga mengalami kebakaran berulang pada tahun-tahun sebelumnya. Bahkan kebakaran itu terjadi di lokasi yang sama.

"Tindakan pembasahan gambut gagal untuk mencegah kebakaran. Pada tahun 2015 kebakaran, di tahun 2019 lalu kebakaran lagi, itu di lokasi yang sama," kata Sulaiman.

Berdasarkan hasil analisa Geographic Information System (GIS) yang diolah anggota JMG-J, mencatat kebakaran berulang. Seperti di Desa Catur Rahayu, Karhutla 2015 seluas 3.076,3 hektare, kemudiian Karhutla 2019 luasan 6.223,82 hektare (2.813,77 hektare kebakaran berulang).

Kemudian Desa Jati Mulyo, Karhutla tahun 2015 seluas 1.317,64 hektare, dan karhutla 2019 seluas 6.267,68 hektare (641,32 hektare kebakaran berulang). Desa Kota Kandis Dendang, Karhutla 2015 seluas 4.277,7 hktare, kemudian pada tahun 2019 seluas 12.143,22 hektare (3.421,65 hektare kejadian berulang).

Kelurahan Tanjung pada tahun 2015 Karhutla seluas 2.598,8 hektare, kemudian pada tahun 2019 seluas 10.717,87 hektare (929,96 hektare kejadian berulang). Desa Gedong Karya pada tahun 2015 Karhutla seluas 315,94 hektare, kemudian pada tahun 2019 2.125,36 hektare.

Desa Jebus pada tahun 2015 Karhutla seluas 458,7 hektare, kemudian pada tahun 2019 seluas 1.562,05 hektare, (25,47 hektare kejadian berulang). Desa Sungai Aur pada tahun 2015 Karhutla seluas 4.541,05 hektare, kemudian pada tahun 2019, seluas 3.385 hektare (1.522,36 hektare kejadian berulang).

"Terjadinya kebakaran berulang ini karena terjadi kerusakan pada infrastruktur gambut seperti sekat kanal dan sumur bor, kemudian pembangunan sekat kanal tidak pada titik rawan kebakaran," ujar Sulaiman.

Dari hasil temuan tersebut, JMG-J menilai upaya restorasi ekosistem gambut perlu dilakukan perbaikan satu kesatuan secara total. Perbaikan tata kelola gambut dengan memperkuat kebijakan pengelolaan gambut oleh pemerintah sangat diperlukan.

Kemudian perlu adanya kepastian penggunaan lahan wilayah DPG. Sebab menurut Sulaiman, tidak hanya masyarakat yang memanfaatkan wilayah tersebut, tetapi ada pihak lain yang juga menguasai lahan.

"Sehingga tanggung jawab restorasi juga harus dilakukan oleh seluruh pihak pemegang izin di sekitar desa itu," ucap Sulaiman.


Jambi Siaga Darurat Karhutla

Foto udara areal kebakaran yang terjadi di area konsesi PT Kharisma di Muaro Jambi, Selasa (11/8/2020). (Liputan6.com/istimewa)

Awal bulan Agustus ini helikopter water boombing lalu lalang di langit Jambi. Helikopter bantuan dari pusat itu beroperasi melakukan pemadaman di wilayah Jambi.

Dengan keberadaan helikopter yang lalu lalang itu sudah dipastikan menjadi tanda musim bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan telah tiba. Saat ini terdapat dua unit helikopter water boombing bantuan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang beroperasi di Jambi.

Sebelumnya, sejak 29 Juni 2020 Pemerintah Provinsi Jambi telah menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Penetapan siaga darurat ini dilakukan sebagai langkah mengendalikan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi hampir setiap tahun.

"Pak Gubernur telah mengingatkan bupati yang daerah rawan Karhutla agar menyiapkan langkah-langkah dini untuk pencegahan," kata Kepala BPBD Jambi, Bachyuni Deliansyah belum lama ini.

Sebanyak 3.992 personel mulai dari TNI-Polri, Manggala Agni, BPBD, dan masyarakat peduli api disiapkan untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan. Selain itu, perusahaan juga diminta siaga untuk turut mengantisipasi Karhutla.

Berdasarkan catatan BPBD Jambi terdapat 258 desa yang masuk daftar rawan Karhutla. Dari ratusan itu melalui perangkat desanya telah diminta siaga untuk turut mengantisipasi kebakaran.

Sementara itu, dari platform Peatland Restoration Information Monitoring Sistem (PRIMS) yang merupakan platform daring berbasis spasial itu menampilkan jumlah titik panas dalam tujuh hari terakhir. Tercatat melalui platfrom itu dari 10-16 Agustus jumlah titik panas mencapai 62 titik yang tersebar di wilayah Provinsi Jambi.

Berdasarkan data SiPongi KLHK, luas kebakaran di Provinsi Jambi dalam kurun waktu Januari-Agustus 2020 telah mencapai 262 hektare.

Baru-baru ini kebakaran terjadi di kawasan gambut di Muaro Jambi. Kebakaran itu terjadi di lahan konsesi milik PT Kharisma yang berkedudukan di Desa Kemingking Dalam, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi.

Menurut hitungan yang dilakukan tim BPBD di lapangan, luas kebakaran di kawasna izin konsesi itu mencapai 10 hektare. Apakah ada unsur kesengajaan, penyebab kebakaran saat ini masih diselidiki oleh pihak berwenang.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya