Tak Masuk Fortune Global 500, Pertamina Yakin Harusnya Ada di Posisi 198

Fortune Global 500 merupakan ajang tahunan oleh majalah Fortune yang memberikan peringkat kepada 500 perusahaan berdasarkan total pendapatan.

oleh Athika Rahma diperbarui 17 Agu 2020, 16:30 WIB
Langit Biru yang berpadu dengan Gedung Pertamina Pusat (dok. Linda)

Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina (Persero) tak lagi masuk dalam pemeringkatan Fortune 500 tahun 2020. Seiring ini, BUMN ini melayangkan surat resmi kepada pengelola Fortune Global terkait yang tidak mencantumkan nama Pertamina.

Fortune Global 500 merupakan ajang tahunan oleh majalah Fortune yang memberikan peringkat kepada 500 perusahaan berdasarkan total pendapatan yang tertuang dalam laporan keuangan perusahaan pada tahun fiskal sebelumnya.

Berdasarkan Laporan Keuangan Tahun Buku 2019, Pertamina berhasil meraup pendapatan sebesar USD 54,58 miliar dan laba bersih USD 2,5 miliar. Dengan capaian kinerja keuangan tahun 2019 tersebut, Pertamina seharusnya berada di posisi 198 Fortune Global 500 Tahun 2020.

VP Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman menjelaskan, untuk mendapatkan informasi mengenai proses pemeringkatan, Pertamina sedang melakukan penelusuran dan meminta penjelasan langsung kepada pihak pengelola.

"Daftar yang dibuat Fortune Global 500 tersebut merupakan aksi monitoring pasif yang dilakukan Fortune, tanpa melakukan klarifikasi langsung kepada Pertamina. Dengan revenue yang diraih Pertamina pada 2019, seharusnya kami masih terdaftar di posisi 198 Fortune Global 500. Sehingga kami perlu mendapat penjelasan resmi dari institusi penyelenggara,"ungkap dia dalam keterangannya, Senin (17/8/2020).

Fajriyah menjelaskan, Pertamina membukukan pendapatan pada 2019 sejajar dengan peringkat ke-198, yaitu Nippon Steel Corporation dengan pendapatan USD 54,45 miliar atau Rp 806 triliun (kurs Rp14.800/US$). Sedangkan Pertamina mencatatkan pendapatan USD 54,58 miliar atau Rp 808 triliun pada 2019.

Bahkan, berdasarkan Fortune Global 500, Nippon Steel Corp. membukukan kerugian sekitar USD 3,97 miliar, sedangkan Pertamina masih mencatatkan profit USD 2,5 miliar.

"Kami seharusnya tidak terlempar dari daftar, bahkan bisa sejajar dengan peringkat ke-198, dengan Nippon [Nippon Steel Corporation]. Jadi sebetulnya kami masih dapat berada dalam kisaran Top 500," ujarnya.

Dengan pendapatan USD 54,58 miliar dan posisi di peringkat 198, Pertamina bahkan tercatat masih unggul dari beberapa perusahaan global terkenal lainnya, seperti Goldman Sachs Group, Morgan Stanley, Caterpillar, dan LG Electronic yang berada di posisi 202 - 207 dengan pendapatan sekitar USD 53 miliar.  Sementara perusahaan energi dunia lainnya seperti Repsol dan ConocoPhilips bahkan berada di peringkat 245 dan 348.

Fajriyah Usman optimistis pada tahun mendatang Pertamina dapat kembali tercatat dalam daftar Fortune Global 500 dengan posisi yang lebih tinggi.

“Restrukturisasi yang dijalankan Pertamina saat ini merupakan bagian dari transformasi bisnis sebagaimana perusahaan energi kelas dunia untuk meningkatkan nilai perusahaan. Dengan dukungan dari Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan Direksi serta seluruh pekerja, Pertamina berharap aspirasi sebagai global energy champion dapat tercapai dan mampu menempatkan BUMN ini di posisi 100 Fortune Global,” ujar Fajriyah.

Upaya pencapaian aspirasi ini juga didorong salah satunya dengan implementasi New Pertamina Clean yang merupakan komitmen Komisaris, Direksi, manajemen dan seluruh pekerja Pertamina untuk terus berintegritas tinggi, bersih, dan transparan.

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan video di bawah ini:


Pertamina Terhempas dari Fortune Global 500, Kok Bisa?

Pertamina Peduli.

PT Pertamina (Persero) merupakan satu-satunya perusahaan Indonesia yang masuk daftar Fortune Global 500 pada 2019. Tahun lalu, Pertamina menduduki peringkat 175.

Sayangnya, posisi itu tak bertahan lama, dalam daftar terbaru Fortune Global 500, Pertamina harus rela terdepak. Kok bisa?

Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini menjelaskan, pihaknya sebenarnya tidak pernah mendapat konfirmasi dari Fortune Global 500 tentang keluar atau masukknya perusahaan di daftar mereka.

Hanya saja, diyakini Emma, mereka memiliki metode tersendiri dalam menentukan kriteria perusahaan dunia yang berhak menduduki daftar 500 perusahaan dengan pendapatan tertinggi di dunia tersebut.

"Setelah kita telusuri, sebenarnya kita masih terdaftar di posisi 198 untuk kinerja 2019. Hal ini kita akui memang ada industri yang tengah naik," ucap dia kepada wartawan, Sabtu (15/8/2020).

Meski demikian, Emma mengaku tak berkecil hati. Degan kinerja yang telah dicapai sepanjang 2019, Pertamina sudah bisa melewati beberapa perusahaan ternama di dunia Tencent Holdings dan Nippon Steel Corporation. Keduanya, kini ada di ranking 197 dan 198 dalam Fortune 500.

Dari catatan kinerjanya, Tencent Holdings pada 2019 mencatatkan pendapatan sebesar USD 54,613 miliar dan laba USD 13,506 miliar. Sedangkan Nippon Steel Corporation mencetak pendapatan USD 54,465 dan kerugian USD 3,968 miliar.

Sedangkan Pertamina sendiri untuk kinerja 2019 mencatat total pendapatan perusahaan USD 54,58 miliar dan laba USD 2,5 miliar.

Emma yakin, dengan berbagai transformasi bisnis dan efisiensi yang tengah dilakukan Pertamina saat ini, tahun depan akan kembali masuk dalam daftar Fortune GLobal 500.

"Ada aspirasi pemegang saham bagaimana Pertamina 5-6 tahun ke depan bisa mencapai ranking Top 100. Itu tantangan tapi bukan imposible," pungkasnya.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya