Liputan6.com, Jambi - Tengkuluk adalah kain penutup kepala kaum perempuan khas Jambi yang dikenakan secara tradisional. Keberadaan tengkuluk atau yang acap disebut takuluk atau kuluk ini sudah lama menjadi lambang kesahajaan perempuan di Jambi.
Penutup kepala tradisional yang merupakan warisan leluhur itu hingga sekarang masih lestari. Kini selain berfungsi sebagai pelengkap busana, tengkuluk juga masih sering digunakan perempuan Jambi dalam acara formal dan pesta.
Nurlaini, penulis buku Penutup Kepala Warisan Budaya Jambi menjelaskan, keberadaan tengkuluk diketahui sudah ada sejak abad ke-7. Pada masa lampau, tengkuluk digunakan perempuan Jambi untuk menutup kepala perempuan ketika menghadiri acara adat dan kegiatan sehari-hari seperti di sawah.
Baca Juga
Advertisement
Tengkuluk, kata Nurlaini, juga berkembang pada suku Melayu Tua seperti suku Bathin dan Suku Kerinci. Sedangkan, perkembangannya juga ada pada suku Melayu Muda seperti di Kota Jambi dan Pantai Timur Sumatra Jambi.
"Tengkuluk ini sudah ada sejak zaman kerajaan Melayu, dan kalau untuk di Jambi jumlahnya banyak ada 98 jenis tengkuluk yang tersebar di wilayah Provinsi Jambi," ujar Nurlaini kepada Liputan6.com, Senin (17/8/2020).
Menurut perempuan yang juga menjabat sebagai Kepala Museum Siginjai Jambi itu, semua daerah di Jambi mempunyai jenis-jenis tengkuluk yang khas. Seperti di Kabupaten Merangin memiliki tengkuluk yang khas disebut dengan jenis tengkuluk Bay Bey.
"Kalau untuk pemakaiannya ada 3 kegunaan, misalnya tengkuluk yang dipakai untuk keseharian seperti pergi ke sawah atau ladang itu biasanya menggunakan kain sarung," kata dia.
Pemakaian tengkuluk Jambi kata Nurlaini tidak ribet. Cara memakainya tidak perlu dijahit ataupun dengan alat bantu peniti. Melainkan, cara memakainya hanya memakai sistem dililit dan diikat.
"Nah makna filosofinya terletak di kerapiannya, karena dari tengkuluk itu menunjukkan kerapaian seorang perempuan," dia menjelaskan.
Makna filosofi lain dari tengkuluk itu, sambung Nurlaini, terletak pada posisi juntaian tengkuluk yang dikenakan. Aturan pemakaian tengkuluk harus benar-benar dicermati.
Jika seorang mengenakan tengkuluk dengan juntai yang jatuh pada posisi kanan, maka menandakan perempuan itu sudah memiliki pendamping atau menikah.
Kemudian jika posisi juntai tengkuluk dijatuhkan pada posisi sebelah kiri, maka menandakan perempuan itu masih gadis atau belum menikah.
"Ceritanya pada zaman dulu yang berkembang, kalau perempuan yang pakai tengkuluk juntainya ke kiri berarti masih gadis, bisa digoda," katanya menjelaskan.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Puan Maharani Kenakan Tengkuluk Bay Bey
Ketua DPR Puan Maharani mengenakan tengkuluk, penutup kepala tradisional dari Jambi, ketika mengikuti upacara detik-detik proklamasi memperingati HUT ke-75 RI di Istana Merdeka, Jakarta, Senin 17 Agustus 2020.
Dalam mengenakan tengkuluk itu, Puan memadukan warna merah, hitam, dan emas. Untaian kain tengkuluk yang dikenakan Puan diletakkan pada posisi kanan.
Nurlaini menjelaskan, tengkuluk yang dipakai Ketua DPR Puan Maharani itu adalah tengkuluk jenis Bay Bey yang berasal dari Kabupaten Merangin, Jambi. Tengkuluk Bay Bey ini melambangkan kepemimpinan.
"Pada masa dulu tengkuluk jenis Bay Bey itu sering dipakai oleh istri pemangku adat dalam acara adat," kata Nurlaini.
Menurut Nurlaini, menjadi kebanggaan sendiri bagi Jambi karena tengkuluk dipakai dalam sebuah acara sakral seperti upacara detik-detik proklamasi. Hal itu, kata dia, bisa mendorong masyarakat untuk lebih mencintai budaya yang diwariskan.
"Kita harus bangga dengan budaya kita. Pesannya untuk anak-anak muda jangan malu mengenakan pakaian adat seperti tengkuluk," ujar Nurlaini.
Kini seiring berkembangnya zaman, tengkuluk telah dikenal dan dimodifikasi dengan hijab. Sehingga dengan modifikasi hijab ini membuat orang melirik pakaian tradisional tengkuluk dan menjadi trend fesyen.
Advertisement