Liputan6.com, Jakarta Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada obat atau terapi spesifik yang dikhususkan untuk COVID-19.
"Tidak ada sampai saat ini di seluruh dunia, belum ditemukan," kata Ketua PDPI Agus Dwi Susanto dalam dialog dari Graha BNPB, Jakarta pada Selasa (18/8/2020).
Advertisement
"Tetapi oleh karena itu kita membuat suatu pilihan berdasarkan literatur-literatur dan kajian yang sudah disepakati oleh profesi," ujarnya.
Dalam pemaparannya, Agus mengungkapkan empat regimen pengobatan standar untuk kasus COVID-19 ringan, sedang dan berat yang setiap regimennya terdiri dari empat obat.
Keempat regimen tersebut adalah
- Azitromisin atau Levofloksasin, Klorokuin atau Hidroksiklorokuin, Oseltamivir, dan vitamin;
- Azitromisin atau Levofloksasin, Klorokuin atau Hidroksiklorokuin, Favipiravir, dan vitamin;
- Azitromisin atau Levofloksasin, Klorokuin atau Hidroksiklorokuin, Lopinavir + Ritonavir, dan vitamin;
- Azitromisin atau Levofloksasin, Klorokuin atau Hidroksiklorokuin, Remdesivir, dan vitamin.
"Pilihan yang keempat saat ini kita tidak ada, karena kita tidak tersedia remdesivir," Agus menambahkan.
Ia mengatakan, ketiga regimen tersebut sudah digunakan sejak bulan April. Agus menambahkan, belum ada riset untuk melihat perbandingan antara ketiganya.
Simak Juga Video Menarik Berikut Ini
Hasil Studi dari 2 Rumah Sakit di Jakarta
Berdasarkan studi yang dilakukan Agus dan rekan-rekannya, data hasil preliminary study terkait pengobatan di RS Darurat Wisma Atlet dari Maret hingga April menunjukkan 99,3 persen dari 413 pasien bergejala ringan dinyatakan sembuh dengan panduan yang telah dikeluarkan oleh organisasi profesi.
"Ada satu kasus yang dirujuk dan ada dua yang pulang, tetapi secara keseluruhan kita bisa lihat hampir 100 persen merupakan kasus ringan," ujarnya.
Sementara itu di RS Persahabatan, Jakarta, pada Maret hingga Juli, Agus mengatakan bahwa regimen pengobatan yang ada menyembuhkan 100 persen pasien COVID-19 bergejala ringan.
"Pada kasus sedang 96,4 persen sembuh. Pada yang berat memang sebagian besar, kesembuhannya lebih kecil. Bahkan pada kasus kritis itu 79,6 persen itu meninggal," ujarnya.
Advertisement
Obat dan Terapi Lainnya
Untuk mengatasi pasien COVID-19 dalam kasus sedang, berat, dan kritis, ada beberapa terapi atau pengobatan lain yang diberikan pada pasien misalnya seperti Deksamethason untuk pasien dengan terapi oksigen dan ventilator serta antikoagulan.
Beberapa terapi lain yang bisa digunakan sesuai assesment dari dokter penanggung jawab pasien misalnya terapi plasma konvalesen, imunoglobulin intravena, atau stem cell.
"Selain itu pasien juga mendapatkan nutrisi, oksigen, terapi cairan, alat bantu napas kalau memang diperlukan, dan juga terapi-terapi lain kalau memang diperlukan, termasuk terapi komorbid," kata Agus.
Sementara untuk tata laksana orang tanpa gejala, Agus mengatakan bahwa mereka cukup mengonsumsi vitamin atau obat-obatan imunomodulator baik tradisional atau fitofarmaka modern.
"Tentunya obat-obatan yang sudah mendapatkan izin edar di Indonesia. Artinya obat itu bisa diberikan sebagai suportif untuk pasien tanpa gejala," kata Agus.