Presiden dan Perdana Menteri Mali Ditahan oleh Kelompok Pemberontak

Kelompok pemberontak nasional menahan Presiden sekaligus Perdana Menteri Mali.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 19 Agu 2020, 09:37 WIB
Tentara Mali dan pasukan PBB membebaskan 80 sandera dari kelompok bersenjata yang menyerang Hotel Radisso di Bamako, ibu kota Mali. (www.ccn.com)

Liputan6.com, Jakarta - Kelompok bersenjata di Mali telah menahan presiden negara itu, bersama dengan perdana menteri dan pejabat tinggi lainnya dalam upaya kudeta yang jelas.

Mengutip laman BBC, Rabu (19/8/2020), Presiden Ibrahim Boubacar Keïta beserta PM Boubou Cissé ditahan di kamp militer dekat ibu kota Bamako.

Sebelumnya, tentara pemberontak telah menguasai kamp Kati.

Hal ini dilakukan atas unsur kemarahan di antara pasukan, terkait dengan gaji dan konflik yang terus berlanjut dengan kelompok teroris, serta ketidakpuasan yang meluas terhadap Presiden Keïta.

Pemberontakan dan penangkapan yang terjadi pada hari Selasa pun kemudian memicu kecaman internasional.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kronologi Penahanan

Pada foto tertanggal Mei 2010 ini, seorang personel Pasukan Khusus AS atau US Special Forces - Green Berets (di atas mobil) tengah memberikan arahan kepada tentara Mali. Pasukan AS dikerahkan untuk membantu tentara setempat menumpas teroris di Afrika (AP)

Aksi tersebut dipimpin oleh Kolonel Malick Diaw selaku Wakil Kepala Kamp Kati dan komandan lainnya, Jenderal Sadio Camara.

Setelah mengambil alih kamp, ​​sekitar 15 km (sembilan mil) dari Bamako, para pemberontak berbaris di ibu kota, di mana mereka disemangati oleh orang banyak yang berkumpul untuk menuntut pengunduran diri Presiden Keïtas.

Pada sore hari, mereka menyerbu kediamannya dan menangkap presiden dan perdana menterinya. Keduanya pun diketahui berada di sana.

Putra presiden, Ketua Majelis Nasional, menteri luar negeri dan keuangan dilaporkan juga termasuk di antara pejabat lain yang ditahan.

Jumlah tentara yang ikut ambil bagian dalam pemberontakan masih belum diketahui secara jelas. 

Kamp Kati juga menjadi fokus pemberontakan pada tahun 2012 oleh tentara yang marah atas ketidakmampuan komandan senior untuk menghentikan kelompok teroris dan pemberontak Tuareg yang menguasai Mali utara.

Rekaman dari kantor berita AFP menunjukkan sebuah gedung milik kementerian kehakiman di Bamako pun terbakar pada hari Selasa.

 


Respons Internasional

Mantan Perdana Menteri Portugal, Antonio Gutteres yang disebut-sebut sebagai calon tunggal pengganti Sekjen PBB Ban Ki-Moon. (Portugal-India.com)

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa António Guterres menuntut "pembebasan tanpa syarat" atas para pemimpin Mali dan "pemulihan segera tatanan konstitusional". 

Dewan Keamanan PBB pun akan mengadakan pertemuan darurat, menyusul permintaan Prancis dan Niger, kata seorang diplomat senior PBB kepada kantor berita AFP.

Selain itu, Ketua Komisi Uni Afrika, Moussa Faki Mahamat, mengatakan dia "dengan tegas mengutuk" penangkapan Presiden Keïta dan perdana menterinya.

Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (Ecowas) juga mengatakan, "Pemberontakan ini terjadi pada saat, selama beberapa bulan sekarang, Ecowas telah mengambil inisiatif dan melakukan upaya mediasi dengan semua pihak Mali."

Mali adalah pangkalan utama bagi pasukan Prancis yang memerangi pemberontak berbasis agama di seluruh wilayah Sahel, dan negara bekas kolonial itu pun dengan cepat bereaksi terhadap peristiwa tersebut.

Kantor Presiden Prancis Emmanuel Macron "mengutuk percobaan pemberontakan yang sedang berlangsung" dan Menteri Luar Negeri Jean Yves Le Drian mendesak para prajurit untuk kembali ke barak.


Alasan Pemberontakan

Tentara Mali di reruntuhan bangunan usai konflik komunal berujung pembantaian etnis di Ogossagou, Kota Moptu, Mali. (AFP PHOTO)

Ibrahim Boubacar Keïta memenangkan masa jabatan kedua dalam Pemilu 2018, tetapi kemudian kemarahan pun meluas atas tindakan korupsi, salah urus ekonomi, dan situasi keamanan yang memburuk dengan kelompok teroris dan kekerasan komunal meningkat.

Dalam beberapa bulan terakhir, kerumunan besar yang dipimpin oleh imam populis Mahmoud Dicko telah meminta Presiden Keïta untuk mundur.

Kerumunan yang jauh lebih kecil dilaporkan berkumpul di ibu kota pada hari Selasa untuk mendukung kelompok pemberontak.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya