Liputan6.com, Jakarta - Indonesia sedang menghadapi gelombang besar pengangguran dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat dampak wabah COVID-19. Dalam konteks inilah Peneliti Politik dan Kebijakan Publik dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad mengatakan bahwa Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) mendesak untuk disahkan.
“Instrumen seperti RUU Ciptaker dibutuhkan agar Indonesia bisa menarik investasi asing sebanyak-banyaknya, khususnya di sektor riil. Tujuannya tentu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya,” papar Saidiman, Rabu (19/8/2020).
Advertisement
Aturan terkait investasi selama ini menyulitkan para investor. Pasalnya, lanjut Saidiman, investasi yang masuk ke Indonesia selama ini juga tidak efesien, lebih banyak ke pasar modal yang manfaatnya tidak langsung dirasakan oleh masyarakat.
"Padahal yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah investasi-investasi di sektor riil yang serapannya pada tenaga kerja besar," jelasnya.
Selama ini, Saidiman beranggapan, pasar investasi Indonesia kurang kompetitif dari pada negara-negara tetangga. Ini akibat persoalan-persoalan tradisional seperti korupsi, terlalu birokratis, proses izin yang lama, dan obesitas dan tumpang tindih regulasi.
Karena masalah-masalah ini, para investor lebih memilih negara-negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, yang aturannya lebih sederhana dan memudahkan dibandingkan Indonesia.
“RUU Ciptaker bisa memastikan proses dalam membuka investasi itu lebih transparan, akuntabel, cepat dan memudahkan bagi para investor,” tambah alumnus Crawford School of Public Policy, Australian National University ini.
Dalam kondisi sebelum COVID-19, instrumen penciptaan lapangan kerja seperti RUU Ciptaker sangat dibutuhkan untuk mengatasi persoalan pengangguran yang pada awal tahun 2020 mencapai sekitar 7 juta jiwa, ditambah angkatan kerja baru yang pertahunnya bertambah sekitar dua juta orang.
Sekarang, RUU Ciptaker menjadi semakin urgen disahkan untuk mengatasi masalah lonjakan pengangguran seiring tingginya angka PHK di berbagai sektor akibat wabah COVID-19. Dalam Survei nasional SMRC pada Juli 2020, ditemukan tak kurang dari 15 persen responden mengaku mengalami PHK akibat dampak COVID-19.
“Kalau saat sebelum masa COVID-19, kita membutuhkan RUU Ciptaker sebagai instrumen yang bisa menarik sebanyak-banyaknya investasi di sektor riil. Maka saya katakan saat ini RUU tersebut semakin lebih dibutuhkan kehadirannya,” tegasnya.
Dia juga menyatakan, beberapa poin dalam RUU Ciptaker memang perlu dikritik dan diperbaiki. Tapi secara umum kehadiran RUU Ciptaker sangat dibutuhkan untuk penciptaan lapangan kerja demi mengatasi persoalan pengangguran saat ini.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Survei: RUU Ciptaker Bisa Wujudkan Kemudahan Berusaha
Sebelumnya, hasil survei nasional Cyrus Network menyatakan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) dinilai positif oleh responden. Berdasarkan survei RUU anyar ini bahkan dinilai mampu mendorong kemudahan berusaha, mendongkrak investasi dan penciptaan lapangan kerja di Tanah Air.
Tim Peneliti Cyrus Network, Riswanda, menyebut terdapat 38,8 persen responden setuju RUU Ciptaker dapat memberikan kemudahan berusaha. Kemudian, 32,1 persen responden lainnya mengaku sangat setuju dengan RUU anyar ini.
BACA JUGAPNS Kini Boleh Cuti Sakit 1 HariNamun, ada 18,3 persen responden justru mengaku tidak setuju atas kemampuan RUU tersebut terkait persoalan kemudahan berusaha. Bahkan, 10,8 persen lainnya menjawab sangat tidak setuju.
"Artinya RUU cipta kerja di nilai positif, karena dianggap dapat mendorong kemudahan mendirikan usaha. Adapun rata-rata skornya mencapai 6,44 persen setuju atau sangat baik," ujar dia dalam pemaparan hasil survei Via Zoom, Senin (27/7/2020).
Terkait kemampuan RUU Ciptaker dalam mendongkrak penciptaan investasi melalui iklim usaha kondusif di Indonesia, ada sebanyak 58,2 persen responden mengatakan sangat setuju. Lalu, 26,7 persen setuju.
Selain itu, ada 10,0 persen responden justru mengaku tidak setuju. Dan 5,2 persen bahkan menyatakan tidak setuju.
Pun, survei ini juga mengisyaratkan bahwa RUU Ciptaker dianggap mampu meningkatkan serapan tenaga kerja. Sebab RUU anyar ini dinilai bagian dari terobosan untuk memperbaiki ketrampilan tenaga kerja domestik.
Rinciannya terdapat 60,2 persen responden mengaku sangat setuju. Lalu, 27,9 persen lainnya menyatakan setuju.
Akn tetapi, survei juga mencatat ada 7,2 persen respon menganggap RUU kontroversial ini tidak setuju atas kemampuannya untuk menyediakan lapangan pekerjaan. Bahkan 4,8 persen lainnya mengaku tidak setuju.
"Namun, secara umum respon publik terhadap RUU Ciptaker masih positif. Nah, ini kita lihat bahwa mayoritas responden sangat setuju dari hasil survei ini," ujarnya
Advertisement