Liputan6.com, Balikpapan - Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan Kalimantan Timur mengabulkan sebagian gugatan pencemaran perairan Teluk Balikpapan. Lima institusi negara memiliki unsur melawan hukum sesuai gugatan warga (citizen lawsuit) dilayangkan penggiat lingkungan setempat.
"Mengabulkan sebagian gugatan pencemaran Teluk Balikpapan," kata Ketua Majels Hakim Ihkwan Hendrato, Selasa (18/8/2020).
Penggiat lingkungan menggugat enam institusi, antara lain Gubernur Kaltim, Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Wali Kota Balikpapan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Menteri Perhubungan (Menhub), dan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP). Negara dituntut perumusan sistem terintegrasi dalam menyelamatkan perairan teluk usai tumpahan 5.000 kilo liter minyak mentah.
Dalam pembacaan putusannya, hakim memerintahkan seluruh tergugat melanjutkan perumusan peraturan daerah (perda) tentang sistim zonasi kawasan pesisir dan pulau kecil, sistim informasi lingkungan hidup perairan teluk, dan prosedur tetap penanggulangan bencana tumpahan minyak.
Baca Juga
Advertisement
Di sisi lain, hakim hanya mengabaikan keinginan aktivis lingkungan pada KKP. Aktivis menuntut KKP turut bertanggung jawab dengan menguji pangan segar perairan Teluk Balikpapan guna mengantisipasi dampak pencemaran limbah.
"Para tergugat memiliki unsur melawan hukum sehingga wajib merumuskan peraturan daerah sesuai tuntutan penggugat," tegas Ihkwan.
Pada akhir pembacaan putusannya, majelis hakim memberikan waktu dua pekan bagi dua pihak untuk menerima atau menolak. Majelis hakim beranggotakan Ihkwan Hendrato, Agnes Hari Nugraheni, dan Arief Wisaksono.
Sementara usai persidangan, perwakilan kuasa hukum penggugat, Samsuri mengapresiasi putusan majelis hakim yang berpihak terhadap kepentingan perlindungan lingkungan. Menurutnya, putusan ini menjadi preseden positif dalam penyelesaian kasus lingkungan di Indonesia.
"Tuntutan kami memang dikabulkan sebagian saja, namun poin yang diputuskan hakim seluruhnya penting sesuai keinginan kami," ujarnya.
Lebih lanjut, Samsuri memastikan, putusan hakim ini pun penting bagi perlindungan pelestarian ekosistim perairan Teluk Balikpapan. Termasuk pula melindungi keselamatan masyarakat sekitar.
"Keberadaan sistim terpadu sangat penting dalam mengantisipasi di kondisi bencana. Masyarakat tidak perlu lagi turun langsung membantu tugas pemerintah, karena yang dihadapi ini adalah limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun)," ungkapnya.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Pihak Tergugat Bungkam
Pembacaan vonis PN Balikpapan dihadiri juga perwakilan pihak tergugat. Mereka seluruhnya menolak berkomentar sehubungan putusan pengadilan.
Seperti diketahui, pegiat lingkungan Kaltim melayangkan gugatan perdata kepada enam institusi negara pertengahan 2019 silam. Dasar gugatan adanya tumpahan 5 ribu kilo liter minyak di perairan Teluk Balikpapan bulan April 2018.
Saat itu, tumpahan minyak memicu kebakaran hebat dengan menewaskan tiga nelayan Balikpapan. Peristiwa kebakaran disebabkan pecahnya pipa dasar laut Pertamina tertarik jangkar kapal asing MV Ever Judger.
PN Balikpapan sudah menyidangkan perkara pidana tumpahan minyak. Nakhoda kapal pun dijatuhi vonis penjara 10 tahun penjara dan denda Rp15 miliar.
Namun, pegiat lingkungan merujuk kerusakan ekosistim perairan Teluk Balikpapan. Efek negatif tumpahan minyak ternyata dirasakan masyarakat di tiga kota di Kaltim, antara lain Balikpapan, PPU, dan Kutai Kartanegara.
Pencemaran minyak mengancam kelestarian 300 hektare hutan bakau di Kaltim. Dampak kerusakannya diperkirakan akan terlihat dalam waktu 10 tahun.
Sehubungan itu, konsorsium pegiat lingkungan Kaltim melayangkan gugatan terhadap pemerintah. Mereka merupakan para aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Pokja 30 Samarinda, dan LBH Samarinda.
Advertisement