Cerita Tenaga Medis di Bandung Hadapi Pasien yang Acuh pada COVID-19

Eka Putri salah satu perwakilan anggota tim Pencerah Nusantara Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) berkisah tentang pengalamannya selama bertugas melawan COVID-19 di salah satu puskesmas Bandung.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 22 Agu 2020, 15:54 WIB
Seorang perawat mengenakan peralatan kerjanya untuk memulai shift di rumah sakit Cremona, tenggara Milan, Lombardy, 12 Maret 2020. Para pekerja kesehatan Italia kelelahan setelah selama bermingu-minggu mereka yang berada di garda terdepan memerangi pandemi virus corona. (Paolo MIRANDA/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Eka Putri salah satu perwakilan anggota tim Pencerah Nusantara Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) berkisah tentang pengalamannya selama bertugas melawan COVID-19 di salah satu puskesmas Bandung.

Menurutnya, tantangan selama ia bertugas adalah kaum urban yang semakin lama tidak peduli dengan COVID-19.

“Di awal, masih dalam fase takut mungkin bulan Maret sampai April. Sekarang sudah masuk ke fase yang mulai acuh itu jadi tantangan sendiri sebenarnya untuk tenaga kesehatan,” ujar Eka dalam webminar CISDI, Rabu (19/8/2020).

Permasalahan lainnya yang ditemukan di lapangan khususnya di Bandung, masyarakat cenderung guyub atau sering berkumpul. Mereka seolah merasa bahwa COVID-19 sudah hilang dan berkumpul dengan teman dan keluarga adalah sesuatu yang mereka anggap aman.

“Apalagi dengan banyaknya info terkait COVID-19 dan stigma yang mempertanyakan apa COVID-19 benar-benar ada atau tidak. Bahkan di awal, saat kami melakukan pendidikan epidemiologi (PE) di lapangan, ada masyarakat yang sudah bawa batu mau melempari ambulans.”

Menurutnya, kedatangan tenaga medis ke lapangan akan menyebabkan masyarakat harus diisolasi selama 14 hari dan akan mengganggu rutinitas kerja mereka.

“Tantangan Puskesmas untuk ke masyarakat juga lumayan tinggi apalagi dengan penolakan kalau kita melakukan penyisiran kontak via telepon kadang-kadang tidak diangkat, mereka menolak.”

Simak Video Berikut Ini:


Maksimalisasi Lintas Sektor

Eka menambahkan, di lintas sektor sebetulnya banyak lembaga atau swadaya masyarakat yang bisa diaktifkan.

“Misalnya, kita ada gugus tugas tapi harus dilakukan monitoring secara berkala dan melibatkan Puskesmas secara lebih aktif dalam penanganan kasus ini.”

“Di tingkat kelurahan itu ada lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) misalnya ada PKK, kader, lurah, camat, karang taruna, nah ini sebenarnya adalah orang-orang yang bisa dipegang oleh Puskesmas dan Puskesmas juga bisa melakukan pelatihan kepada mereka.”

Mereka bisa dilatih untuk menjadi surveilans berbasis komunitas dan melakukan promosi kesehatan. 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya