Liputan6.com, Jakarta - Indonesia belum lepas dari bayang-bayang resesi. Tekanan resesi masih akan terus menyelimuti Indonesia melihat realisasi ekonomi di kuartal ke II 2020 minus 5,32 persen.
"Tekanan resesi masih makin ada, jadi peluang tahun ini tumbuh negatif cukup besar," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (19/8/2020).
Advertisement
Dia mengatakan jika berbicara terus menerus mengenai pertumbuhan ekonomi maka kita bisa kehilangan makna. Biasanya ekonomi tumbuh sebesar 5 persen selama bertahun-tahun, namun kali ini dipastikan turun drastis akibat pandemi Covid-19.
"Tahun ini tiba kita mengarah ke 0 persen dan bisa di bawah 0 persen. Ini berarti orang miskin dan pengangguran baru harus kita tekan, kalau bicara angka saja ini akan menghilangkan cerita besar dari kontraksi ekonomi," jelas dia.
Untuk itu, yang perlu dituamakan kata dia adalah kebijakan yang mengarah kepada masyarakat paling rentan. Paling tidak memberikan bantalan dan beberapa bantuan sosial yang menjadi fokus pemerintah.
"Dengan ini kita harap pertumbuhan ekonomi kita tidak negatif terlalu dalam dan yang paling utama memberikan bantalan kepada masyarakat rentan," jelas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sri Mulyani Sebut Ekonomi Indonesia Bakal Minus 1,1 Persen di 2020
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan ekonomi Indonesia akan memasuki zona merah pada tahun ini. Yakni -1,1 persen hingga 0,2 persen.
"Perkiraan terakhir setelah melihat realisasi kuartal II, kita perkirakan -1,1 hingga 0,2 persen. Artinya bergeser ke arah negatif atau mendekati 0," ujar Menkeu dalam Konferensi Pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2021, pada Jumat 14 Agustus 2020.
Sebelumnya, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2020 akan berada pada kisaran -0,4 persen hingga 2,3 persen. Namun, pemerintah kembali merevisi prediksi tersebut setelah ekonomi Indonesia pada kuartal II/2020 terkontraksi cukup dalam, yaitu minus 5,32 persen secara year-on-year (yoy).
Bahkan, Sri Mulyani mengatakan konsumsi rumah tangga diperkirakan akan terkontraksi cukup dalam tahun ini, yaitu pada kisaran -1,3 hingga 0 persen. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi hingga akhir 2020 atau full year akan sangat dipengaruhi pada pencapaian pada kuartal III/2020.
Dia menambahkan semua sektor ekonomi akan berada di zona negatif dimana konsumsi rumah tangga, investasi dan kinerja ekspor dan impor akan terus tertekan. "Karena investasi juga akan negatif dan san ekspor dan impor akan mengalami tekanan luar bisa dan konsumsi rumah tangga masih lemah," tandasnya.
Menkeu mengungkapkan pemulihan ekonomi pada 2021 juga akan sangat bergantung pada penanganan pandemi virus Corona, terutama efektivitas penanganan Covid-19 di masyarakat, ketersediaan vaksin, hingga dukungan fiskal yang masih akan tetap dijalankan tahun depan.
Advertisement