Liputan6.com, Jakarta Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menilai kucuran insentif pajak di tengah pandemi Virus Corona tidak tepat dilakukan. Sebab saat ini sebagian perusahaan tidak beroperasi seperti biasa sehingga insentif tidak akan terasa dampaknya.
"Sejak awal saya bilang insentif pajak tidak akan berjalan. Kenapa? Karena ketika perusahaan mengalami kerugian mereka juga tidak akan membayar pajak," ujar Chatib dalam diskusi online, Jakarta, Rabu (19/8/2020).
Advertisement
Sebagai gambaran, total insentif pajak yang diberikan pemerintah untuk dunia usaha dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) mencapai Rp 94,61 triliun. Lalu insentif pajak untuk UMKM Rp 2,4 triliun, dan insentif pajak di bidang kesehatan mencapai Rp 9,05 triliun.
"Jika tidak ada aktivitas ekonomi, kenapa pemerintah harus mengalokasikan anggaran untuk insentif pajak? Nantinya, ketika ekonomi sudah berjalan kembali, maka pemerintah baru bisa memberikan insentif pajak," jelas Chatib.
Untuk itu, kata Chatib, lebih baik pemerintah fokus mengalokasikan anggaran PEN untuk program Bantuan Langsung Tunai (BLT). BLT juga lebih baik daripada sembako, sebab manfaatnya bisa langsung dirasakan masyarakat dan mampu mendongkrak konsumsi dalam negeri.
"Jika Anda membicarakan sembako, itu hanya menjadi proyek karena semua orang meminta-minta. Ketika bicara sembako akan ada sarden, ketoprak, dan lain-lain. Tapi uang itu sangat mulia dibandingkan yang lain. Jadi sesimpel itu," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah Perpanjang Masa Berlaku 5 Insentif Pajak hingga Desember 2020
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 86/PMK.03/2020. Aturan ini merupakan revisi dari PMK sebelumnya yakni Nomor44/PMK.03/2020, berisi tentang insentif pajak untuk wajib pajak terdampak pandemik Corona Virus Disease (Covid-19).
Dalam aturan baru yang dikeluarkan pada 16 Juli 2020 itu, pemerintah memperpanjang masa berlaku 5 jenis insentif pajak yang sebelumnya berakhir September 2020 menjadi Desember 2020.
Diantaranya adalah, pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP), insentif PPh final UMKM DTP, pembebasan PPh pasal 22 impor, pengurangan angsuran PPh pasal 25 sebesar 30 persen dan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat.
"Bahwa Peraturan Menteri Keuangan No. 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Covid-19 dinilai sudah tidak tepat, sehingga perlu dicabut,” tulis beleid tersebut seperti dikutip pada Jumat 17 Juli 2020.
Selain memperpanjang masa berlaku, pemerintah juga memperluas sektor usaha yang berhak mendapatkan insentif pajak. Di mana cakupan insentif PPh pasal 21 DTP dari 1.062 klasifikasi lapangan usaha (KLU) diperluas menjadi 1.189 KLU.
Kemudian, cakupan fasilitas pembebasan PPh Pasal 22 impor dari 431 KLU diperluas menjadi 721 KLU. Cakupan diskon angsuran PPh Pasal 25 diperluas dari 846 KLU menjadi 1.013 KLU dan restitusi PPN dipercepat dari 431 KLU menjadi 716 KLU.
"Untuk menangani dampak Covid-19 saat ini, perlu dilakukan perluasan sektor yang akan diberikan insentif perpajakan yang diperlukan selama masa pemulihan ekonomi nasional," tulis PMK tersebut.
Advertisement