Akademisi UI Paparkan Manfaat RUU Cipta Kerja

Dia memastikan RUU Cipta Kerja akan membuat tata kelola pemerintahan lebih baik.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Agu 2020, 20:43 WIB
Pemerintah menyerahkan draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja di DPR, Rabu (12/2/2020). (Merdeka.com/ Ahda Baihaqi)

Liputan6.com, Jakarta - Akademisi Universitas Indonesia (UI), Ima Mayasari menyatakan, perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik (online single submission/OSS) tak menyelesaikan hambatan investasi. Karenanya, Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) diperlukan.

"Akhirnya butuh payung hukum yang namanya undang-undang dan undang-undang ini disusun dengan gunakan teknis penyusunan omnibus law, gimana satu UU bisa lakukan perubahan, mengubah atau menambah norma baru atau menghapus dalam satu undang-undang ini," ujar dia, Rabu (19/8/2020).

Ini terjadi lantaran perizinan berusaha di Indonesia masih tumpang tindih dan tidak harmonis satu dengan lainnya. "Itu sudah jadi pengetahuan umum masyarakat, bahwa regulasi kita seperti itu," jelasnya.

RUU Ciptaker, sambung Ima, pun membawa transformasi perizinan dari pendekatan licence of course menjadi risk based of course. Pemerintah pun dianggap berhati-hati dalam menyusunnya.

"Dalam melihat kegiatan bisnis yang sudah ada dalam KLBI (klasifikasi baku lapangan usaha), ada sekitar 1.500 sektor, itu dibagi karakternya menjadi tiga, yaitu kegiatan yang berisiko tinggi, rendah, dan menengah. Tidak hanya izin, tapi ada klasifikasi seperti itu," urainya.

Kebijakan memberikan izin berdasarkan tata kelola perusahaan ini, ungkapnya, belum pernah diterapkan di Indonesia sebelumnya. Padahal, negara-negara lain telah mempraktikkannya.

"Di sisi lain, karena kita kebanyakan menerapkan atau mengeluarkan izin tapi tanpa dibarengi dengan pengawasan. Justru RUU Cipta kerja itu menyelaraskan antara perizinan dengan pengawasan," papar peraih gelar dokter hukum termuda dari UI ini.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sudah Teruji

Dengan demikian, dirinya memastikan RUU Ciptaker akan membuat tata kelola pemerintahan lebih baik. Pangkalnya, perizinan tak lagi "dimonopoli" pemerintah, melainkan konsensus antara eksekutif, profesional, dan pelaku usaha.

"(Ini) standar yang sudah jadi pedoman di internasional. Artinya, sudah teruji. Menurut saya, (ini lebih baik) dibandingkan dengan ketika kita buat regulasi yang enggak pernah berubah dan itu hanya dibuat oleh satu pihak, yaitu oleh pemerintah," ungkapnya.

Mengenai pro kontra RUU Ciptaker, Ima memakluminya lantaran dilatarbelakangi ketidakpahaman. Baginya, polemik juga kerap terjadi dalam suatu regulasi.

"Jadi, dinamika ini tentunya menjadi hal yang wajar. Ya, orang bisa bebas berargumen dengan berbagai hal dan itu tidak dilarang di negara kita," tutupnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya