MA Berencana Permanenkan Sidang Perkara Pidana Secara Online

MA tengah merampungkan regulasi yang mengatur pelaksanaan persidangan perkara pidana secara elektronik.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 20 Agu 2020, 05:25 WIB
Gedung Mahkamah Agung (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) berencana menjadikan sidang perkara pidana yang digelar secara daring atau online diterapkan secara permanen. Selama pandemi Covid-19, sidang perkara pidana kerap digelar secara daring untuk mencegah penyebaran virus.

"Perjanjian kerja sama yang awalnya dimaksudkan sebagai respons keberlanjutan proses penegakan hukum dalam situasi makin masifnya penyebaran Covid-19, telah mendapatkan perhatian dari Mahkamah Agung untuk dikembangkan menjadi kebijakan yang bersifat permanen pada lembaga peradilan," ujar Ketua MA Muhammad Syarifuddin dalam peringatan HUT ke-75 MA yang disiarkan secara daring, Rabu (19/8/2020).

Tidak hanya berlandaskan kerja sama antara MA, Kejagung, dan Kemenkumham yang ditandatangani pada 13 April 2020, regulasi pelaksanaan persidangan perkara pidana secara elektronik masih digodok.

Sebagaimana dilansir Antara, kelompok kerja yang dibentuk MA pada April 2020 sedang merampungkan rancangan Peraturan MA (Perma) tentang administrasi dan persidangan secara elektronik di pengadilan.

"Sekarang memasuki tahap uji publik sebelum dibawa ke rapat pimpinan Mahkamah Agung untuk disahkan menjadi peraturan Mahkamah Agung. Rancangan peraturan Mahkamah Agung yang akan menjadi landasan hukum pemanfaatan teknologi informasi dalam persidangan perkara pidana ini diharapkan bisa menjadi kado usia 75 Mahkamah Agung," ujar Syarifuddin.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Regulasi Sidang Online Masih Minim

Layar menampilkan sidang putusan dari terdakwa mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi dalam sidang secara online di gedung KPK, Jakarta, Senin (29/6/2020). Imam Nahrawi dijatuhi vonis 7 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 3 bulan kurungan. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Dia menyadari sidang perkara pidana secara daring menerima sejumlah kritik terkait landasan yuridis, hak terdakwa, hak mengkonfrontir saksi, keinginan sidang terbuka untuk umum serta kebebasan pers.

Namun, Mahkamah Agung disebutnya kembali pada asas keselamatan yang merupakan hukum tertinggi serta asas terbentuknya peradilan yang cepat dan berbiaya rendah.

Praktik persidangan secara telekonferensi dalam perkara pidana diakuinya merupakan hal yang baru di Indonesia dan masih dilakukan secara terbatas pada pemeriksaan saksi.

Regulasi terkait pelaksanaan sidang perkara pidana secara daring juga masih minim, di antaranya Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Meski begitu, ia meyakini teknologi membuat bekerja menjadi efisien dan efektif untuk mencapai hasil yang maksimal, sehingga lembaga peradilan dapat memenuhi kebutuhan pencari keadilan dengan cepat, transparan, akuntabel dan adil.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya