Polisi Thailand Tangkap Aktivis dan Penyanyi Rap Terkait Demo Anti-Pemerintah

Protes yang berkembang di Thailand pada intinya mengusung tiga tuntutan: melangsungkan pemilu baru, mengubah konstitusi dan mengakhiri intimidasi terhadap para pengecam pemerintah.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Agu 2020, 09:00 WIB
Ilustrasi bendera Thailand (AP/Sakchai Lalit)

Liputan6.com, Bangkok - Ada tujuh orang aktivis prodemokrasi dan seorang penyanyi rap yang ditangkap oleh kepolisian Thailand. Penangkapan sejumlah orang ini dianggap banyak pihak sebagai usaha dari pemerintah Negeri Gajah Putih untuk meredam protes yang terus terjadi.

Dechathorn Bamrungmuang, penyanyi rap itu, mengunggah gambar penangkapan terhadap dirinya pada laman Facebook miliknya, Kamis 20 Agustus 2020.

Dikutip dari laman VOA Indonesia, Jumat (21/8/2020), anggota inti kelompok yang menamakan diri mereka Rap Against Dictatorship itu, dan tujuh aktivis lainnya, ditangkap sehari sebelumnya, dan dibawa ke kantor polisi untuk diinterogasi.

Dechathorn dan para aktivis tersebut dituduh menghasut massa untuk melakukan pemberontakan setelah sebelumnya menuntut Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha dan pemerintah untuk mundur. Mereka menganggap mantan jenderal itu tidak kompeten dan korup.

Mantan panglima militer Thailand itu merebut kekuasaan melalui kudeta militer pada 2014, dan kemudian mempertahankan kekuasaannya melalui pemilu 2019 yang dicurigai telah dicurangi untuk memastikan kemenangannya.

Ia kemudian menunjuk sejumlah mantan jenderal untuk menduduki posisi-posisi kunci di kabinetnya.

Protes-protes yang berkembang akhir-akhir ini di Thailand pada intinya mengusung tiga tuntutan: melangsungkan pemilu baru, mengubah konstitusi yang diberlakukan militer dan mengakhiri intimidasi terhadap para pengecam pemerintah.

Belakangan, para pemimpin protes memperluas agenda mereka dengan mengeluarkan manifesto yang menuntut reformasi Kerajaan Thailand.

Simak video pilihan berikut:


10 Ribu Warga Thailand Turun ke Jalan Tuntut Demokrasi

Raja Thailand Maha Vajiralongkorn diarak menggunakan tandu keliling Kota Bangkok, Thailand, Minggu (5/5/2019). Maha Vajiralongkorn resmi menjabat Raja Thailand menggantikan Raja Bhumibol Adulyadej yang meninggal dunia. (AP Photo/Wason Wanichorn)

Protes anti-pemerintah di ibu kota Thailand, Bangkok, dilakukan oleh setidaknya 10.000 orang pada hari Minggu, 16 Agustus 2020.

Protes ini menjadikannya sebagai demonstrasi politik terbesar yang pernah dilihat di Thailand selama bertahun-tahun, demikian dikutip dari laman Deutsche Welle.

Protes yang dilakukan oleh mayoritas mahasiswa itu dimulai hampir sebulan yang lalu dan telah diadakan hampir setiap hari.

Demonstran menuntut adanya revisi konstitusi. Sebab, dalam beberapa waktu belakangan di Thailand maraknya kasus penangkapan aktivis yang melakukan kritik terhadap pemerintah -- dalam hal ini anggota kerjaan. Oleh sebabnya, mereka menuntut reformasi monarki.

Siapa pun yang mengkritik monarki akan menghadapi hukuman penjara 1,5 hingga 15 tahun. Para pengunjuk rasa juga ingin Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengundurkan diri.

Massa demonstran yang berteriak berkumpul di sekitar Monumen Demokrasi yang menjadi simbol ibu kota negara itu. Sementara yang lainnya memegang guntingan kertas berbentuk merpati yang melambangkan perdamaian.

Aktivis mahasiswa Parit Chiwarak muncul di rapat umum tersebut, meskipun diberikan jaminan pada hari Sabtu setelah ditangkap karena pro-demokrasi.

Diapit oleh para pendukung, dia memegang tanda yang bertuliskan: "10 poin Reformasi Monarki Thailand". Poin ini mengacu pada daftar tuntutan yang menetapkan perubahan yang ingin diterapkan oleh para pengunjuk rasa (mahasiswa).

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya