Rizal Ramli Kritik soal Perhitungan Resesi Sri Mulyani

Cara perhitungan atau definisi yang digunakan Menkeu Sri Mulyani untuk melihat sudah atau belum resesinya suatu negara dinilai tidak tepat.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Agu 2020, 16:31 WIB
Ekonom senior dan mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior, Rizal Ramli menilai pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyebut Indonesia belum alami resesi adalah kebohongan publik. Bahkan cara perhitungan atau definisi yang digunakan oleh Sri Mulyani untuk melihat sudah atau belum resesinya suatu negara tidak tepat.

"Saya lihat kebiasaan berbohong menular ternyata karena Menkeu menyatakan kita belum resesi karena baru negatif kuartal II dia bandingakan kuartal II tahun lalu," kata dia dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (21/8).

Dia memandang, perhitungan itu bukan cara lazim oleh para ekonom dunia untuk menetapkan resesi atau tidak. Sebab yang lazim itu yakmi mebandingkan antara kuartal per kuartal.

"Misal kuartal I dibanindg kuartal IV 2019 itu negatif, di kuartal II dibanidg kuartal I juga negatif. Jadi udah negatif berturut-turut resesi. Ini kok bisa menkeu kayak orang beloon gitu bilang belum resesi," kata dia.

"Standar internasional kalau berturut-yurut dua kuartal. nah dia bikin definisi sendiri kuartal 2020 dengan kuartal II 2019 itulah angka minus 5,32 dua kuartal," sambung Rizal Ramli.

Di samping itu, Mantan Menko Perekonomian itu juga memperkirakan ekonomi kuartal III tahun ini masih akan negatif. Sebab, belum ada tanda-tanda perbaikan dari sisi kebijakan dan sebagiannya dilakukan oleh pemerintah. "Perkiraakn kami kuartal III masih akan negatif," singkatnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, angkat suara mengenai potensi Indonesia memasuki resesi usai pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2020 tercatat sebesar -5,32 persen. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi negatif tersebut belum menandakan ekonomi RI resesi.

"Sebetulnya kalau secara year on year belum (resesi). Kita belum resesi. Resesi itu secara year on year, dua kuartal (negatif) berturut-turut," ujar Menteri Sri Mulyani saat konferensi pers secara online, Jakarta, Rabu (5/8).

Kuartal lalu, kata Menteri Sri Mulyani, merupakan pertama kalinya pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi. Pemerintah secara terus menerus akan melakukan sejumlah cara dan kebijakan agar ekonomi bangkit di kuartal III dan IV.

"Ini kuartal pertama RI kontraksi dan ini pemicu kita agar kuartal III dan kuartal IV jangan sampai negatif atau dihindarkan. Ini yang kita lakukan dan kita all out," jelasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pemerintah Diminta Kurangi Utang

Ekonom senior Rizal Ramli. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Mantan Menteri Kordinator Perekonomian Era Abdurahman Wahid Rizal Ramli meminta kepada pemerintah untuk lebih fokus dalam penanganan ekonomi Indonesia untuk saat ini.

Pembahasan dan solusi mengenai masalah ekonomi ini dinilai harus lebih diangkat ke publik daripada persoalan radikalisme.

"Pemerintah, misalnya, harus menyusun langkah yang berani dan tepat untuk mengatasi defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang kian melebar. Dan solusinya tidak selalu dengan berutang," kata Rizal dalam keterangannya, Rabu (6/11/2019).

Sebab, lanjutnya, solusi dengan berutang itu akan membebani APBN kita berikutnya dan generasi yang akan datang. "Cobalah serius menguber wajib pajak besar dan perusahaan asing, agar penerimaan pajak ini meningkat dan mencapat target," saran Rizal.

Selain soal defisit itu, soal yang harusnya jadi perhatian pemerintah dan publik adalah pertumbuhan ekonomi yang meleset dari target. Sejumlah lembaga sudah memprediksi melesetnya pertumbuhan ekonomi itu dan sudah pula dipublikasikan media massa.

Bank Indonesia, beberapa hari lalu memperkirakan ekonomi kita tahun 2019, hanya tumbuh 5,05 persen. Perkiraan itu dibawah yang ditargetkan APBN 2019 yang dipatok pada 5,1 persen.

Tidak hanya itu, pada September lalu Bank Dunia, memproyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2020 bisa dibawah 5 persen. Sejumlah ekonom juga memperkirakan ekonomi Indonesia akan melambat.

Jauh sebelum sejumlah lembaga itu mempublikasikan proyeksi mereka, Rizal Ramli mengaku sudah mengingatkan pertumbuhan ekonomi yang menurun itu.


Sudah Diingatkan

Tumpukan uang kertas pecahan rupiah di ruang penyimpanan uang "cash center" BNI, Kamis (6/7). Tren negatif mata uang Garuda berbanding terbalik dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mulai bangkit ke zona hijau. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pada 12 Agustus 2019, pada acara di kantornya di kawasan Tebet Jakarta Selatan, Rizal Ramli memproyeksi pertumbuhan ekonomi akan turun di bawah 5 persen. Sayangnya, kata Rizal dalam acara itu, pemerintah melakukan langkah penghematan yang justru merepotkan rakyat lapisan golongan bawah.

Seharusnya, kata Rizal, dalam keadaan yang melambat, pemerintah mendorong roda ekonomi dengan memberi stimulus agar bisa bergerak, sesudah itu tinggal mengejar pajak. Solusi atasi krisis dengan berhemat itu, lanjut Rizal, memang menekan pengeluaran, tapi ini cara yang sudah konvensional dan berulang-ulang.

"Jika cara yang sama dipakai untuk memecahkan masalah, jangan berharap hasil akan yang berbeda. Karena kita sudah tahu hasilnya," kata Rizal.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya