Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan menunda pembahasan RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan. Sikap itu sudah disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi kepada DPR RI pada April lalu.
Namun, gelombang penolakan akan pengesahan RUU kontroversial itu terus bergulir pada tataran masyarakat. Mengingat proses penyusunan RUU Cipta Kerja dianggap telah cacat prosedur karena banyak aturan yang diterabas.
Advertisement
Founder dan Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Hendri Saparini meminta pemerintah untuk menahan diri dengan tidak memaksakan kehendak agar RUU Cipta Kerja disahkan dalam waktu dekat. Setelah klaster ketenagakerjaan menjadi contoh atas perlunya revisi.
"Menunda pembahasan RUU Cipta Kerja menjadi penting. Dimana dihentikannya klaster tenaga kerja menandakan perlu adanya diskusi. Diskusi ini seharusnya juga untuk meriview klaster lain yang ada dalam. RUU Sapujagat itu," kata dia dalam diskusi virtual bertajuk 75 Tahun Merdeka Saatnya Re-Formasi Ekonomi, Jumat (21/8).
Hendri mengatakan RUU Cipta Kerja yang diharapkan berkemampuan transformasi struktural bagi ekonomi Indonesia dinilai masih memerlukan akselerasi. Khususnya dalam menyikapi dinamika ekonomi global yang sulit ditebak akibat pandemi Covid-19 atau Corona.
"Apakah ruu ini ini kan menjadi senjata untuk reformasi ekonomi?. Padahal kita tahu setelah adanya Covid-19 kondisi ekonomi global sangat berubah. Kalau kita salah membaca perubahan, upaya kita untuk melakukan reformasi ekonomi menjadi suatu permasalahan lain," jelasnya.
Lebih jauh, ia menyebut RUU Cipta Kerja juga berpotensi untuk memangkas penerimaan daerah setelah segala perizinan yang semula diterbitkan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota kini dilimpahkan kepada pemerintah pusat." Artinya harus ada konsistensi kebijakan bersama daerah sehingga ada kesamaan visi antara pemerintah pusat dan daerah," imbuhnya.
Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk lebih berfokus pada upaya penanganan pandemi Covid-19 dan meningkatkan serapan program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Sebab pandemi yang diakibatkan oleh virus mematikan asal China ini telah menggiring Indonesia ke tepi jurang resesi.
"Intinya kalau klaster ketenagakerjaan bisa dihentikan pemerintah. Maka klaster lain juga harusnya ditunda dulu. Kan kita perlu diskusi lebih luas agar RUU Cipta Kerja tidak menghasilkan adanya kesenjangan," tukasnya
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi memutuskan menunda pembahasan RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan. Sikap itu sudah dia sampaikan kepada DPR.
"Kemarin pemerintah telah menyampaikan kepada DPR dan saya juga mendengar Ketua DPR sudah menyampaikan kepada masyarakat bahwa klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja ini pembahasannya ditunda, sesuai dengan keinginan pemerintah," kata Jokowi saat siaran telekonferensi di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (24/4).
Jokowi menjelaskan, dengan penundaan tersebut pemerintah bersama DPR memiliki waktu yang lebih banyak untuk mendalami substansi dari pasal-pasal yang berkaitan.
"Hal ini juga untuk memberikan kesempatan kepada kita untuk mendalami lagi substansi dari pasal-pasal yang terkait dan juga untuk mendapatkan masukan-masukan dari para pemangku kepentingan," tegas Jokowi.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pembahasan RUU Cipta Kerja Telah Capai 70 Persen
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan pembahasan RUU Cipta Kerja (Ciptaker) sudah mencapai 70 persen. Penyelesaian RUU ini memang cukup alot, mengingat banyak pihak yang terkait. Terutama kebijakan dari sisi pekerja yang banyak mendapatkan kritik.
“Pembahasan RUU Cipta Kerja sudah mencapai 70 persen. Sudah disampaikan di pidato ketua DPR, cipta kerja akan dibahas dan ditargetkan bisa selesai dalam masa sidang ini,” ujar Airlangga dalam Konferensi Pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2021, Jumat (14/8/2020).
Menurutnya, dengan progres yang telah mencapai 70 persen ini, beberapa isu krusial sudah disepakati. Baik terkait ketenagakerjaan, antara tripartit pekerja, pengusaha dan pemerintah dalam rapat yang dipimpin Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Di sisi lain, Airlangga mengatakan RUU Cipta Kerja ini akan memangkas obesitas regulasi yang selama ini menghambat investasi. Sehingga pemulihan ekonomi dapat berlangsung lebih cepat jika investasi dapat segera masuk dengan aturan yang lebih efisien.
“Investasi dan kaitannya dengan RUU cipta kerja, tentu yang ingin diselesaikan ciptaker adalah obesitas regulasi. Ini akan jadi kesempatan untuk pemulihan ekonomi dan percepatan penguatan reformasi atau transformasi perekonomian,” kata Airlangga.
Dalam RUU Cipta Kerja ini, lanjut Airlangga, juga mencakup perizinan terkait UMKM beserta kepastian hukumnya.
“Kita berharap dengan diselesaikannya RUU Cipta Kerja dan dengan trade war, diharapkan ada inflow dari FDI yang bisa masuk dari negara-negara yang ingin melakukan investasi dengan melihat domestic market Indonesia dan tersedianya resource atau bahan baku di RI terkait global value chain,” jelas Airlangga.
Advertisement
Puan: DPR Akan Hati-Hati Godok RUU Cipta Kerja
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan, pembahasan RUU Cipta Kerja akan dilakukan DPR RI dengan hati-hati dan transparan.
"Pembahasan RUU Cipta Kerja dilakukan secara cermat, hati-hati, transparan, terbuka, dan yang terpenting adalah mengutamakan kesinambungan kepentingan nasional, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang," ujar Puan dalam pidatonya pada rapat paripurna pembukaan masa sidang I 2020-2021 di Gedung Paripurna, Kompleks Parlemen, Jumat (14/8/2020).
Kelanjutan pembahasan RUU, termasuk RUU Ciptaker, menurut Puan lantaran DPR harus bisa bekerja menjalankan fungsi legislasi kendati dihadapkan pada kendala berupa pandemi Covid-19.
"Dengan mempertimbangkan upaya pencegahan penyebaran Covid-19 dan kebutuhan untuk melaksanakan tugas legislasi secara maksimal, DPR RI mengesahkan metode rapat virtual melalui Peraturan DPR RI No. 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang," tutur Puan Maharani.
Selain itu, Puan menyatakan DPR bersama Pemerintah dan DPD telah mengevaluasi Prolegnas Prioritas 2020 pada masa persidangan IV tahun 2019-2020.
"Ini dilakukan agar capaian fungsi legislasi lebih realistis dan terukur," kata Puan.