Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 meluluhlantakan sektor UMKM yang mampu menyerap tenaga kerja hingga 97 persen. Sektor ini juga berkontribusi terhadap Produksi Domestik Bruto (PDB) sebesar 57 persen.
Ekonom CORE Indonesia, Hendri Saparini mengatakan di masa krisis seperti ini UMKM menjadi tulang punggung penyelamatan sektor ekonomi. Hanya saja, sektor UMKM ini secara produk masih kurang berdaya saing.
Advertisement
"Kita sadar struktur ekonomi ini disokong UKM tetapi UKM kita kurang produktif dan berdaya saing," kata Hendri dalam diskusi virtual CORE Indonesia bertajuk '75 Tahun Merdeka, Saatnya Reformasi Ekonomi, Jakarta, Jumat (21/8).
Sektor UKM yang ada di Indonesia seolah memiliki dunia sendiri. Pengusaha kelas menengah ini tidak terhubung dengan perusahaan besar yang seharusnya menjadi pasarnya.
Hendri menyebut hanya 18 persen-19 persen UKM yang baru terhubung dengan perusahaan besar. Padahal di negara-negara maju, UKM dan perusahaan menjalin kerja sama dan saling berhubungan.
"UKM ini ada di dunianya sendiri dan pengusaha besar juga ada di dunianya sendiri. Padahal kalau di negara-negara maju mereka saling terhubung," kata Hendri
Pengamat ekonomi ini melihat negara memang sudah memberikan berbagai kebijakan untuk penguatan UMKM. Namun kebijakan tersebut tidak terintegrasi dengan industri besar.
Di Jepang misalnya, pelaku UKM banyak yang memproduksi bahan baku industri. Lalu industri besar menjadikan produk UKM sebagai bahan baku. Sebaliknya, yang terjadi di Indonesia, bahan baku industri diimpor langsung dari luar negeri.
"Di Jepang, ribuan UMKM di sana supporting bahan baku industrinya," kata dia.
Termasuk perusahaan BUMN yang masih banyak mengimpor bahan baku. "Kalau kita lihat BUMN, TKDN-nya masih rendah dan barangnya impor juga untuk bahan baku," imbuh Hendri.
Seharusnya, kata Hendri, pemerintah lewat perusahaan BUMN bisa menjadi perusahaan yang menampung produk pelaku UMKM. Sehingga bisa membuka peluang pasar baru untuk pelaku UMKM tumbuh. Baik perusahaan Swasta maupun BUMN sebaiknya mendata produk yang bisa didukung oleh UMKM.
"Itu akan jadi strategi untuk create linkage dan mengurangi impor," katanya mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah Salurkan Bantuan Modal UMKM Lewat Bank Konvensional dan Syariah
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 123,47 triliun untuk stimulus UMKM dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional. Stimulus ekonomi tersebut disalurkan pemerintah melalui bank dan lembaga keuangan.
Penyaluran stimulus ini bisa didapat masyarakat melalui bank konvensional maupun syariah.
"Pemerintah memberikan pinjaman lewat bank atau lembaga keuangan baik yang konvensional maupun syariah," kata Sri Mulyani dalam diskusi bertajuk Recovery Of Indonesia Economy In The Post Covis-19: The Role Of Islamic Economics di akun Youtube IAEI TV, Jakarta, Kamis (20/8).
Sebagaimana diketahui, pemerintah menganggarkan dana Pemulihan Ekonomi Nasional sebesar Rp 694 triliun. Sektor kesehatan yang memiliki anggaran Rp 87, 55 triliun, namun baru merealisasikan 7 persen.
Sektor Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah terealisasi 6,5 persen dari anggaran Rp 106,11 triliun. Sektor Insentif Usaha terealisasi 13 persen dari anggaran Rp 120,61 triliun.
Kemudian Sektor UMKM terealisasi 25 persen dari anggaran Rp 123,46 triliun. Sektor Perlindungan Sosial terealisasi 38 persen dari anggaran Rp 203,9 triliun. Sementara sektor pembiayaan korporasi dari anggaran Rp 53,57 triliun belum terealisasi sama sekali.
Selain itu, baru-baru ini pemerintah kembali memberikan stimulus kepada masyarakat dalam bentuk uang tunai. Kali ini pemerintah menyuntikan dana kepada pekerja yang memiliki gaji kurang dari Rp 500 ribu.
"Pemerintah sekarang memberikan insentif untuk pekerja yang memiliki gaji dibawah Rp 5 juta," kata Sri Mulyani.
Rencananya pemerintah akan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) ini selama 4 bulan. Program stimulus ini sedang difinalisasi agar bisa dijalankan oleh Kementerian Ketenagakerjaan di September 2020 ini.
Fokus bantuan pemerintah kali ini adalah 13,8 juta pekerja non PNS dan BUMN yang aktif terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan dengan iuran di bawah Rp150.000 per bulan atau setara dengan gaji di bawah Rp5 juta per bulan.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Sri Mulyani Angkat Suara Soal Proses Pencairan Anggaran Covid-19
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati angkat suara mengenai proses pencairan belanja penanganan Virus Corona (Covid-19) di kementerian. Menurutnya, banyak penyesuaian yang harus dilakukan sebab Indonesia belum pernah menghadapi pandemi.
Belum lagi, beberapa menteri masih tergolong baru sehingga kaget menghadapi modifikasi belanja. Menteri-menteri baru tersebut juga terkendala dengan aktivitas kerja yang harus berubah dari sistem tatap muka menjadi bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH).
"Dalam 3 bulan terakhir, banyak desain kebijakan yang kami diskusikan, lalu datanya berubah. Kami harus reshape dan redesign, kita harus modifikasi lagi," ujar Sri Mulyani dalam diskusi online, Jakarta, Rabu (19/8).
"Beberapa menteri juga masih baru. Tidak semua benar-benar paham birokrasi, belum pernah bekerja di pemerintah. Covid-19 menghantam kebutuhan budget mereka, ada yang harus dipotong, ada yang harus diprioritaskan. Ini menjadi tantangan bagi mereka untuk manage sambil WFH," sambungnya.
Sri Mulyani melanjutkan, pandemi Covid-19 yang mengubah secara total sistem kerja dan belanja negara menjadi tantangan tersendiri di luar keharusan menahan laju penyebaran virus. Tantangan tersebut tentu tidak hanya dihadapi oleh Indonesia tetapi seluruh negara di dunia.
"Kalau mereka nggak WFH, mereka bisa di kantor saja 24 jam per 7 hari berdiskusi secara intensif. Tapi sekarang, semua tantangan ini menantang sekali bagi seluruh pemerintah di dunia, bukan hanya di Indonesia," paparnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, kondisi negara yang berubah drastis membuat pemerintah bergerak cepat mengeluarkan berbagai kebijakan. Hal ini juga didukung oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Budget-nya berubah drastis. Kita menghadapi situasi dan tantangan yang luar biasa. Kami sangat mengapresiasi support politik dari parlemen. Presiden mengeluarkan perppu, dan mereka menerima kebijakan darurat itu. Ini bisa dikatakan sebagai situasi yang sangat tidak pasti," tandasnya.
Reporter: Anggun P Situmorang
Sumber: Merdeka.com