Liputan6.com, Jakarta Terkontraksinya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II membuat kemungkinan resesi semakin lebar. Namun bukan berarti Indonesia tidak bisa dihindari. Mengingat kue perekonomian Indonesia paling banyak dari rumah tangga. Sehingga diperlukan langkah yang tepat untuk menjaga konsumsi rumah tangga.
“Setiap negara ini mendapatkan dampak yang berbeda-beda, tergantung kebijakan. Faktanya banyak negara-negara yang bisa menghadapi resesi akibat covid ini, tapi ada negara dengan respon yang tidak pas itu mereka menghadapi dampak yang jauh lebih dalam. Satu karena respon kebijakannya, yang kedua karena memang struktur ekonominya,” ujar Ekonom Senior & Pendiri CORE Indonesia, Hendri Saparini, dalam diskusi virtual BRIEFER.id, Jumat (21/8/2020).
Advertisement
Sebagai contoh, Hendri menyebutkan Singapura sebagai negara yang perekonomiannya tergantung pada negara lain.
“Misalnya Singapura, mau membuat respon kebijakan yang secepat apapun tapi karena struktur ekonomi mereka itu tergantung kepada ekonomi lingkungan dia. Selama Indonesia belum bangkit, Malaysia belum, dan sekitarnya, ya mereka akan sulit sekali,” kata dia.
Sementara Indonesia, dengan cakupan konsumsi rumah tangga yang besar, mestinya ekonomi Indonesia bisa untuk tidak terkontraksi lebih dalam lagi.
“Indonesia semestinya kalau kita bisa nggak sih jangan terlalu dalam kontraksinya. karena ruang kita itu jauh lebih lebar dibanding setidaknya Singapura dan Malaysia, yang struktur ekonominya itu porsi dari investasi dan juga perdagangan internasional sangat besar,” beber Hendri.
“Jadi kalau tidak melakukan transaksi ya dia tidak akan bisa memiliki market, tidak bisa transaksi. Tapi Indonesia dengan 58 persen kue itu dari konsumsi rumah tangga. Selama konsumsi rumah tangga ini ekstrimnya semua dipenuhi (maka masih ada peluang menghindari resesi),” sambung dia.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Tonton Video Ini
Rizal Ramli Kritik soal Perhitungan Resesi Sri Mulyani
Ekonom Senior, Rizal Ramli menilai pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyebut Indonesia belum alami resesi adalah kebohongan publik. Bahkan cara perhitungan atau definisi yang digunakan oleh Sri Mulyani untuk melihat sudah atau belum resesinya suatu negara tidak tepat.
"Saya lihat kebiasaan berbohong menular ternyata karena Menkeu menyatakan kita belum resesi karena baru negatif kuartal II dia bandingakan kuartal II tahun lalu," kata dia dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (21/8).
Dia memandang, perhitungan itu bukan cara lazim oleh para ekonom dunia untuk menetapkan resesi atau tidak. Sebab yang lazim itu yakmi mebandingkan antara kuartal per kuartal.
"Misal kuartal I dibanindg kuartal IV 2019 itu negatif, di kuartal II dibanidg kuartal I juga negatif. Jadi udah negatif berturut-turut resesi. Ini kok bisa menkeu kayak orang beloon gitu bilang belum resesi," kata dia.
"Standar internasional kalau berturut-yurut dua kuartal. nah dia bikin definisi sendiri kuartal 2020 dengan kuartal II 2019 itulah angka minus 5,32 dua kuartal," sambung Rizal Ramli.
Di samping itu, Mantan Menko Perekonomian itu juga memperkirakan ekonomi kuartal III tahun ini masih akan negatif. Sebab, belum ada tanda-tanda perbaikan dari sisi kebijakan dan sebagiannya dilakukan oleh pemerintah. "Perkiraakn kami kuartal III masih akan negatif," singkatnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, angkat suara mengenai potensi Indonesia memasuki resesi usai pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2020 tercatat sebesar -5,32 persen. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi negatif tersebut belum menandakan ekonomi RI resesi.
"Sebetulnya kalau secara year on year belum (resesi). Kita belum resesi. Resesi itu secara year on year, dua kuartal (negatif) berturut-turut," ujar Menteri Sri Mulyani saat konferensi pers secara online, Jakarta, Rabu (5/8).
Kuartal lalu, kata Menteri Sri Mulyani, merupakan pertama kalinya pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi. Pemerintah secara terus menerus akan melakukan sejumlah cara dan kebijakan agar ekonomi bangkit di kuartal III dan IV.
"Ini kuartal pertama RI kontraksi dan ini pemicu kita agar kuartal III dan kuartal IV jangan sampai negatif atau dihindarkan. Ini yang kita lakukan dan kita all out," jelasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement