Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak rencana pemerintah menggulirkan stimulus berupa pembebasan atau penundaan pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan.
Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, pemberian stimulus untuk mengurangi dampak persebaran virus corona (covid-19) terhadap perekonomian dengan menyetop iuran BPJS Ketenagakerjaan mengada-ada dan tidak tepat.
Advertisement
Said menjabarkan, saat ini untuk iuran jaminan kecelakaan kerja iurannya sebesar 0,54 persen dan jaminan kematian iurannya sebesar 0,3 persen dari upah pekerja, ditanggung atau dibayar sepenuhnya oleh pemberi kerja atau pengusaha.
Selain itu, iuran jaminan hari tua dibayarkan oleh pemberi kerja sebesar 3,7 persen dan dari pekerja 2 persen. Sedangkan untuk jaminan pensiun, 2 persen dibayarkan pemberi kerja dan 1 persen dari gaji pekerja.
“Jadi setiap bulan pengusaha wajib membayar jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan sebesar 6,54 persen dari upah pekerja,” kata Said Iqbal kepada Liputan6.com, Sabtu (22/8/2020).
Berdasarkan UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), manfaat yang didapat dari program jaminan sosial sebagaimana tersebut di atas, sepenuhnya dikembalikan kepada buruh. Kalau iuran dihentikan, maka buruh akan dirugikan karena hal itu akan mengurangi akumulasi dari jaminan hari tua dan jaminan pensiun yang mereka dapatkan.
“Dengan di stop-nya iuran BPJS Ketenagakerjaan, maka yang akan diuntungkan adalah pengusaha. Karena mereka tidak membayar iuran. Semantara itu buruh dirugikan, karena nilai jaminan hari tua dan jaminan pensiun tidak bertambah selama iuran dihentikan,” lanjutnya.
Selanjutnya Said mempertanyakan, apakah iuran jaminan hari tua sebesar 5,7 persen dan pensiun sebesar 3 persen akan dibayar oleh pengusaha atau bagaimana. Kalau Iuran dihentikan sementara, berarti “tabungan” buruh untuk jaminan hari tua dan pensiun tidak ada peningkatan. “Karena itu, KSPI secara tegas menolak rencana ini,” tegas dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan pemerintah berencana menunda pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) hingga akhir tahun. Ini untuk membantu industri yang mengalami tekanan akibat pandemi Covid19.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kabar Gembira, Iuran BPJS Ketenagakerjaan Bakal Ditunda hingga Desember
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berujar mengenai penundaan iuran BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek hingga Desember 2020.
Hal ini sebagai salah satu stimulus untuk dunia usaha, industri dan bisnis. Saat ini, Menkeu mengaku tengah menunggu finalisasi Peraturan Pemerintah (PP) terkait hal tersebut.
“Untuk BPJS tenaga kerja, PP-nya sedang dalam proses penyelesaian. Semoga bisa ditunda sampai dengan Desember sehingga ini bisa meringankan,” kata Sri Mulyanidalam Pembukaan Kongres 2 AMSI: Membangun Ekosistem Media Siber Berkelanjutan, Sabtu (22/8/2020).
Meski begitu, penundaan pembayaran iuran ini tidak berlaku untuk BPJS Kesehatan. Sri Mulyani mengaku belum bisa memberikan keputusan apapun terkait kebijakan di BPJS Kesehatan.
"Untuk BPJS Kesehatan mungkin agak lebih rumit karena suasana kondisi kesehatan dari BPJS Kesehatan sendiri mesti harus diperhatikan. Jadi aku belum bisa memberikan apa keputusan untuk hal itu nanti akan kita lihat apakah perlu," ujarnya.
Sebelumnya, Sri Mulyani juga membeberkan beberapa stimulus lain untuk industri. Diantaranya ada relaksasi pajak dan diskon tarif listrik.
Advertisement
1,1 Juta Peserta Berpotensi Dicoret dari Daftar Penerima Subsidi Upah Rp 2,4 Juta
BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek menyatakan, terdapat 1.155.125 juta nomor rekening yang bakal dihapus dari daftar 15,7 juta pekerja calon penerima subsidi upah atau gaji Rp 2,4 juta.
Direktur Utama BP Jamsostek Agus Susanto mengatakan, sebanyak 1,1 juta rekening peserta tersebut berpotensi dicoret dari daftar penerima subsidi upah, lantaran masih tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 14 Tahun 2020.
"Dari yang tidak valid ada beberapa yang kita drop karena di luar kriteria Kemnaker, jadi benar-benar di luar kriteria Kemnaker. Tapi yang karena NIK (nomor induk kependudukan) tidak valid, namanya berbeda itu dikembalikan ke perusahaan dan dikembalikan lagi," kata Agus dalam sesi teleconference, Jumat (21/8/2020).
Hingga 21 Agustus 2020, BP Jamsostek disebutnya telah sudah mengantongi 13.600.840 nomor rekening dari total 15,7 juta calon penerima bantuan subsidi upah (BSU).
Berdasarkan proses validasi akhir, ditemukan sebanyak 7.509.549 nomor rekening yang tercatat valid, dan 667.712 yang belum valid.
Deputi Direktur Bidang Project Management BP Jamsostek Ronie Erfianto menuturkan, pihaknya tengah menelusuri 1,1 juta nomor rekening peserta yang dianggap tak valid tersebut.
Hasil penelusuran akan dijadikan keputusan akhir apakah 1,1 juta rekening calon peserta bakal dipastikan cut off atau tidak.
"Jika ditemukan validasi 1,1 juta itu sudah otomatis (tak sesuai kriteria) kita lanjutkan, sehingga mereka tidak berhak mendapatkan bantuan subsidi upah. Jadi itu sudah tegas, jadi yang sifatnya berproses itu masih akan berlanjut dan masih akan kita teruskan," ujar Romie.