Liputan6.com, Jakarta Pemerintah tengah berupaya memfinalisasi rencana penundaan pembayaran iuran BP Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan, Peraturan Pemerintah (PP) sebagai payung hukum kebijakan ini tengah dipercepat penyelesaiannya.
Advertisement
Namun lain halnya dengan BPJS Kesehatan. Sri Mulyani mengaku belum bisa memberikan keputusan apapun terkait kebijakan di BPJS Kesehatan.
Hal ini dikarenakan BPJS Kesehatan dinilai memiliki kondisi yang agak lebih rumit, sehingga kesehatan BPJS Kesehatan harus diperhatikan.
"Jadi kami belum bisa memberikan apa keputusan untuk hal itu nanti akan kita lihat apakah perlu," tutur Sri Mulyani saat menjadi pembicara di Pembukaan Kongres 2 AMSI secara virtual, ditulis Minggu (23/8/2020).
Untuk BPJS Ketenagakerjaan sendiri penundaan iurannya diharapkan bisa berlangsung hingga Desember 2020 jika keputusannya telah final.
Saat ini, pemerintah tengah mendorong percepatan finalisasi regulasi yang mengatur penundaan iuran BPJS Ketenagakerjaan ini. "Kita PPnya sedang dalam proses penyelesaian, semoga bisa ditunda sampai Desember sehingga bisa meringankan," kata Sri Mulyani.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan video di bawah ini:
Buruh Tolak Rencana Pemerintah Tunda Iuran BPJS Ketenagakerjaan
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak rencana pemerintah menggulirkan stimulus berupa pembebasan atau penundaan pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan.
Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, pemberian stimulus untuk mengurangi dampak persebaran virus corona (covid-19) terhadap perekonomian dengan menyetop iuran BPJS Ketenagakerjaan mengada-ada dan tidak tepat.
Said menjabarkan, saat ini untuk iuran jaminan kecelakaan kerja iurannya sebesar 0,54 persen dan jaminan kematian iurannya sebesar 0,3 persen dari upah pekerja, ditanggung atau dibayar sepenuhnya oleh pemberi kerja atau pengusaha.
Selain itu, iuran jaminan hari tua dibayarkan oleh pemberi kerja sebesar 3,7 persen dan dari pekerja 2 persen. Sedangkan untuk jaminan pensiun, 2 persen dibayarkan pemberi kerja dan 1 persen dari gaji pekerja.
“Jadi setiap bulan pengusaha wajib membayar jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan sebesar 6,54 persen dari upah pekerja,” kata Said Iqbal kepada Liputan6.com, Sabtu (22/8/2020).
Berdasarkan UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), manfaat yang didapat dari program jaminan sosial sebagaimana tersebut di atas, sepenuhnya dikembalikan kepada buruh. Kalau iuran dihentikan, maka buruh akan dirugikan karena hal itu akan mengurangi akumulasi dari jaminan hari tua dan jaminan pensiun yang mereka dapatkan.
“Dengan di stop-nya iuran BPJS Ketenagakerjaan, maka yang akan diuntungkan adalah pengusaha. Karena mereka tidak membayar iuran. Semantara itu buruh dirugikan, karena nilai jaminan hari tua dan jaminan pensiun tidak bertambah selama iuran dihentikan,” lanjutnya.
Selanjutnya Said mempertanyakan, apakah iuran jaminan hari tua sebesar 5,7 persen dan pensiun sebesar 3 persen akan dibayar oleh pengusaha atau bagaimana. Kalau Iuran dihentikan sementara, berarti “tabungan” buruh untuk jaminan hari tua dan pensiun tidak ada peningkatan. “Karena itu, KSPI secara tegas menolak rencana ini,” tegas dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan pemerintah berencana menunda pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) hingga akhir tahun. Ini untuk membantu industri yang mengalami tekanan akibat pandemi Covid19.
Advertisement