BI Serap SBN Rp 125 Triliun di Pasar Perdana

Posisi kepemilikan SBN oleh BI per 14 Agustus 2020 sebesar Rp 536,67 triliun (data transaksi).

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 24 Agu 2020, 15:30 WIB
Gubernur BI Perry Warjiyo bersiap Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (20/6/2019). Rapat memutuskan untuk mempertahankan BI7DRR sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) telah menyerap Surat Berharga Negara (SBN) jangka panjang di pasar perdana sebesar Rp 125,06 triliun. Jumlah ini terhitung sejak kesepakatan burden sharing bersama dengan Kementerian Keuangan pada bulan lalu.

“Sampai dengan 14 Agustus 2020, BI telah membeli SBN di pasar perdana yang melalui SKB 16 April sebesar Rp 42,97 triliun. Sementara untuk mekanisme SKB 7 Juli Rp 82,1 triliun,” ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (24/8/2020).

Sehingga, BI telah membeli SBN untuk pendanaan APBN 2020 sebesar Rp 126,06 triliun. “ini dalam rangka mendukung dan memperlancar pemulihan ekonomi nasional (PEN)," kata Perry.

Dengan tambahan tersebut, posisi kepemilikan SBN oleh BI per 14 Agustus 2020 sebesar Rp 536,67 triliun (data transaksi). Jumlah ini termasuk pembelian SBN dari pasar sekunder untuk stabilisasi nilai tukar sebesar Rp 166,2 triliun.

Sesuai dengan kesepakatan burden sharing dengan Kementerian Keuangan, proses pembiayaan akan dilakukan dalam dua skema. Pertama, untuk public goods, pendanaan maksimal Rp 397,56 triliun.

BI berperan sebagai penanggung seluruh biaya bunga imbalan dan biaya operasi moneter sesuai reserve 3 bulan.

Kedua, pembiayaan non-public goods yang akan didanai sebesar Rp 177,03 triliun, dimana pemerintah menanggung biaya sebesar reserve repo 3 bulan minus 1 persen.

Sementara itu, BI menanggung yield SBN - RR 3 bulan plus 1 persen.

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020


Pemerintah Optimalkan Penerbitan SBN untuk Pembiayaan Utang

Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, pemerintah akan mengoptimalkan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) untuk pembiayaan utang. Hal ini disampaikan Menteri Keuangan Sri MUlyani Indrawati dalam Konferensi Pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2021, Jumat (14/8/2020).

“Untuk pembiayaan (utang), kita akan terus optimalkan dari sisi penerbitan SBN. Baik domestik maupun global. Kita akan oportunistik dan mencari momen untuk menerbitkan SBN, baik ritel non ritel, syariah, konvensional berdasarkan timing,” kata Sri Muyani.

“SKB akan tetap dipertahankan sebagai standby buyer. Untuk yang private placement itu hanya one off tahun ini saja. Untuk yang SKB 1 masih akan ada BI sebagai stand by buyer,” sambung Sri Mulyani.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam pidato Penyampaian RUU APBN Tahun Anggaran 2021 menyampaikan, Defisit anggaran tahun 2021 akan dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman, dan dikelola secara hati-hati.

“Pembiayaan utang dilaksanakan secara responsif mendukung kebijakan countercyclical dan akselerasi pemulihan sosial ekonomi. Pengelolaan utang yang hati-hati selalu dijaga Pemerintah secara konsisten,” ujar Jokowi.

Pembiayaan defisit RAPBN tahun 2021 tersebut, Lanjut Jokowi, akan dilakukan melalui kerja sama dengan otoritas moneter. Dengan tetap menjaga prinsip disiplin fiskal dan disiplin kebijakan moneter, serta menjaga integritas, kredibilitas, dan kepercayaan pasar surat berharga pemerintah.

Komitmen pemerintah dalam menjaga keberlanjutan fiskal dilakukan agar tingkat utang tetap dalam batas yang terkendali.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya