Liputan6.com, Jakarta - Tim gabungan Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakarta Utara menangkap 12 orang penembakan terhadap Sugianto (51) bos pelayaran di Kelapa Gading.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana mengatakan, 12 orang ini sudah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah NL, R alias MM, SY, DM alias M, SP, AJ, MR, DW alias D, R, RS, dan TH dengan peran berbeda-beda.
Advertisement
"Ada 12 tersangka ini bisa dikatakan kelompok, mereka memiliki berbagai peran, sebagai otak pelaku, kemudian yang merencanakan, kemudian ada yang mencari senjata api, sebagai joki, eksekutor dan ada juga yang membawa senjata api," kata Nana di Mapolda Metro Jaya, Senin (24/8/2020).
Dia menjelaskan, para pelaku ini ditangkap di tiga lokasi yang berbeda yakni di Lampung, Surabaya, dan Cibubur. Mereka tertangkap setelah kasus mulai menemui titik terang setelah penangkapan karyawati bos pelayaran itu berinisial NL.
Nana mengungkapkan, otak pembunuhan kasus penembakan bos pelayaran ini adalah NL karyawati korban yang bertugas di bagian administrasi. NL berperan otak sekaligus yang membiayai eksekutor pembunuhan terhadap Sugianto.
Menurut dia, motif pembunuhan itu ada dua. Pertama, NL sakit hati terhadap korban karena sering dimarahi serta dilecehkan. Kedua, NL khawatir dilaporkan ke polisi oleh korban karena ketahuan tidak menyetor pajak perusahaan.
"Inilah kekhawatiran sehingga yang bersangkutan (NL) hendak membunuh," ungkap Nana soal penembakan bos pelayaran.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Minta Bantu Suami Siri
NL kemudian menemui tersangka R alias MM yang merupakan suami sirihnya untuk meminta bantuan untuk membunuh korban dengan menyiapkan uang sebannyak Rp 200 jura. Ia juga mengadu diancam akan dilaporkan ke polisi terkait pajak.
Kemudian, R alias MM menghubungi tersangka SY dan DM alias M selaku joki dan eksekutor pembunuhan tersebut. DM sendiri tidak berada di Jakarta, tapi di Bangka Belitung.
"DM menyanggupi dengan alasan perjuangan. Pelaku ini adalah bisa dikatakan murid dari orangtua ML. Sehingga mereka alasan perjuangan di mana ML dalam ancaman sehingga DM menyetujui datang ke Jakarta (untuk membunuh korban)," ungkap Nana.
Para pelaku kemudian berkumpul beberapa kali di hotel di kawasan Cibubur, Jakarta Timur untuk merencanakan pembunuhan. Mereka sepakat melakukan pembunuhan pakai senjata api.
Pelaku kemudian mencari senjata untuk tersangka SP, MR, AJ, dan TH. Ada pula tersangka DW alias D, R, dan RS yang perannya hanya ikut sebagai perencana pembunuhan.
Tak hanya itu, pelaku juga menyiapkan kendaraan motor yang dibeli oleh para tersangka dan perlengkapan untuk eksekusi pembunuhan yakni jaket, serta helm grab yang disimpan di kawasan Benhil, Jakarta Pusat.
"Pada hari H atau pada 13 Agustus mereka (tersangka) berangkat ke TKP dan sampai di lokasi (pembunuhan) Pukul 08.30 WIB mereka menunggu korban keluar kantor. Korban keluar pukul 12.45 WIB kemudian DM memastikan korbannya dengan berpapasan setelah dipastikan ia berbalik arah langsung melakukan penembakan 5 kali," tutur Nana.
"Setelah itu mereka kumpul di Tangerang dan pulang ke Lampung yaitu di rumah RM. Kemudian dana Rp 200 juta semua diserahkan pada eksekutor DM," beber dia.
Advertisement
Barang Bukti
Pada kasus ini polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa, senjata api Browning Arms Company dengan nomor seri NM01548, amunisi Merk Fiochi kaliber 380, satu unit sepeda motor honda vario warna hitam nopol B 3914 UOL, dua butir peluru kaliber 38 rev, uang tunai Rp 90.000.000, lima senjata tajam jenis pisau.
Kemudian satu unit mobil Pajero Sport plat BE 1064 FG, empat unit handphone, satu unit mobil Fortuner plat B 2718 SJA, satu lembar surat dari Kantor Pajak perihal Undangan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan tertanggal 22 Desember 2016, satu eksemplar surat dari Kantor Pajak perihal Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan tertanggal 20 Desember 2016.
Terancam Dihukum Mati
Polisi menjerat para tersangka dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, dengan ancaman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Juga Pasal 338 KUHP, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951, dengan hukuman penjara sementara setinggi-tingginya 20 (dua puluh) tahun.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka
Advertisement