Liputan6.com, Jakarta - Sejumah organisasi masyarakat dan buruh melakukan aksi di depan gedung DPR RI, salah satunya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang membawa sejumlah tuntutan.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, salah satu tuntutan yang dibawa pihaknya ke DPR, yakni terkait Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Menurut dia, ada 9 alasan untuk menolak hal tersebut.
Advertisement
"Kesembilan alasan adalah hilangnya upah minimum, berkurangnya nilai pesangon, waktu kerja eksploitatif, karyawan kontrak seumur hidup, outsourcing seumur hidup, PHK dipermudah, hak cuti dan upah atas cuti dihapus," kata Said di Jakarta, Selasa (25/8/2020)
"TKA buruh kasar dipermudah masuk, sanksi pidana dihapus, serta potensi hilangnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun bagi pekerja kontrak dan outsourcing seumur hidup," lanjut dia.
Dia menuturkan, aksi di DPR ini, bukan hanya menyampaikan tuntutan. Tapi juga memberikan dukungan ke DPR agar terus memperhatikan nasib kaum pekerja.
"Aksi 25 Agustus ini, selain menyampaikan tuntutan, juga memberikan dukungan kepada DPR RI yang telah bekerja sungguh sungguh memenuhi harapan buruh agar bisa didengar," tegas Said.
Menurut dia, jika memang ada ruang agar RUU Ciptaker diperbaiki, maka setidaknya klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dalam undang-undang tersebut. Atau setidaknya, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tidak diubah atau direvisi sedikit pun.
"Tentu KSPI setuju investasi harus lebih banyak masuk ke Indonesia, hambatan yang ada harus ditiadakan dan dipermudah. Tetapi secara bersamaan, perlindungan bagi buruh yang paling minimal dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tidak boleh dikurangi atau diubah. Untuk itu, sebaiknya klaster ketenagakerjaan dikeluarkan saja dari RUU Cipta Kerja," jelas Said.
Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:
Terima Masukan
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan parlemen terbuka dalam menyerap semua aspirasi terkait Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Hal itu disampaikan Puan sesuai janji transparansi dalam pembahasan RUU Cipta Kerja yang diusulkan pemerintah tersebut.
"DPR r umah rakyat membuka pintu bagi kelompok buruh untuk menyampaikan aspirasinya secara legal dan formal dengan mendata berbagai persoalan terkait RUU Cipta Kerja," kata Puan, Selasa (25/8/2020).
Puan menyampaikan, DPR sudah menggelar pertemuan dengan 16 perwakilan serikat buruh atau serikat pekerja pada 20-21 Agustus 2020 di Jakarta. Pertemuan itu menghasilkan empat poin kesepakatan terkait klaster ketenagakerjaan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Kesepakatan tersebut di antaranya tentang hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri dan pembahasan RUU Cipta Kerja terbuka pada masukan publik.
Puan menegaskan, DPR RI akan melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja secara cermat, hati-hati, transparan, terbuka, dan mengutamakan kesinambungan kepentingan nasional.
"Kami mendukung terciptanya lapangan kerja, perbaikan ekonomi, serta tumbuh dan berkembangnya UMKM lewat RUU Cipta Kerja," ungkap dia.
"DPR RI mengajak kelompok buruh yang memiliki aspirasi untuk berjuang tidak lewat aksi yang berpotensi menimbulkan kemacetan, berpotensi mengganggu kenyamanan masyarakat lainnya, dan berpotensi jadi klaster penyebaran Covid-19," tandasnya.
Diketahui, hari ini buruh akan kembali berdemo untuk menolak RUU Cipta Kerja. Demo akan dilaksanakan di depan gedung Parlemen, Senayan.
Advertisement